Bunyi dengung AC mengisi ruangan berukuran 5x7 meter itu. Menguatkan kesan sunyi bagi Selena yang duduk menunggu sejak 20 menit lalu. Ia sengaja datang lima menit lebih awal dari jadwal yang ditentukan oleh Ibu Linda. Tak ingin mengulang kesan negatif seperti pertemuan psikotes sebelumnya. Namun cukup lama duduk sendiri di ruangan khusus interview, Ibu Linda tak kunjung muncul.
Kembali mengaktifkan layar ponsel dengan kedua jempolnya demi mengusir rasa bosan. Membuka aplikasi berbalas pesan dengan logo hijau dan memeriksa pesan terbaru di grup divisi kerjanya. Tidak ada pesan yang bersifat segera.
Meski muncul sedikit rasa khawatir akan timnya melewati pagi tanpanya, Selena tetap optimis akan kemandirian setiap rekan kerjanya dalam menjalankan tugas pokoknya. Akhirnya, terdengar derit pintu dibuka sesaat setelah layar ponselnya padam.
"Selamat pagi, Selena! Senang melihatmu pagi ini!" seru Ibu Linda terdengar riang. Ia berjalan mendekati kursi tempat Selena dudu
Amarah sepertinya sudah berkumpul di ubun-ubun Roy. Pasalnya, ia baru saja menutup panggilan telepon dengan customer service bank tempat tabungannya terdaftar."Dana dalam rekening atas nama bapak sudah dialihkan seluruhnya ke rekening baru atas nama Cheryl oleh Ibu Selena, isteri bapak"Informasi yang diberikan oleh CS lengkap dengan tanggal pengalihan dana sangat membuat Roy terkejut bercampur marah. Ia merasa telah ditipu oleh Selena. Tak lagi mendengar kalimat penutup dari petugas bank, Roy memutus panggilan dan langsung menghubungi Selena. Sengaja memilih panggilan video agar isterinya itu mengetahui betapa marah dirinya."Perempuan kurang ajar! Benar-benar menyesal aku menikahimu!" bentak Roy setengah berteriak ke arah kamera."Ada apa, Roy?" tanya Selena terlihat bingung."Jangan pura-pura tidak tahu, Selena! Kami penipu! Kamu mencuri uangku!" sergah Roy semakin tidak sabar saat melihat wajah Selena yang tidak merasa bersalah.'Kenapa
"Duh, kenyang karena traktiran ibu asisten manajer yang baru beda, ya. Rasanya happy-nya dobel."Delia menyeka mulutnya dengan serbet sambil melempar senyuman jahil ke sahabatnya di seberang meja. Gelas berisi jus melon pun tak luput dari jemarinya."Apaan, sih, Del? Hanya makan malam biasa" ucap Selena ikut membersihkan mulut seperti sahabatnya.Makan malam kali ini memang traktiran Selena ke Delia. Semata-mata sebagai ucapan terimakasih karena sudah berusaha keras membuatnya nyaman sejak terusir dari rumah. Juga, dengan senang hati mengajak Cheryl tinggal di rumahnya selama Selena bekerja. Entah apa jadinya jika Delia tidak ada."Lagian, gaji asisten manajernya baru terhitung bulan depan. Maaf, ya, Del. Hanya bisa ajak kamu makan di restoran mahal ini pas jadwal gajian aja" sambungnya lagi diakhiri tawa renyah sambil menepuk punggung tangan Delia."Duh, kek baru kenal kamu sebulan dua bulan aja, Lena. I know you, baby" ucap Delia meyakinkan sahab
"Mas, dari mana? Aku nungguin, loh!" Karina tak lagi menyembunyikan rasa jengkel. Cukup baginya berpura-pura menikmati kebersamaan dengan Cheryl sejak siang. Lalu, suaminya pergi tanpa pamit mengikuti kepulangan Cheryl dan ibunya. Setidaknya itu informasi yang didapatnya dari petugas parkir."Maaf, sayang. Aku hanya memastikan Delia pulang dengan aman. Ada mobil yang mencurigakan menunggui mobil Delia di parkiran" terang Arjuna serius. Bahkan Karina menangkap rasa khawatir pada sorot mata suaminya. Bukan untuknya yang ditinggal begitu saja di restoran."So ... apa terjadi sesuatu?" Pada akhirnya Karina menelan rasa marahnya demi mendengar pengakuan jujur suaminya. Iya, tak perlu khawatir berlebihan."Mobil itu berhenti tak jauh dari rumah tempat Selena tinggal. Aku tak kenal mobil itu, pun pemiliknya""Dia tidak mengikuti Delia sampai ke rumah?" Akhirnya Karina ikut heran."Iya, sepertinya dia mengikuti Selena saja. Ada kemungkinan itu Roy. Kata ju
"Selama ini aku salah menilaimu, Selena! Kamu mengkhianati kepercayaanku! Kamu menjual cerita sedih ke pria ini untuk mendapat simpati, lalu hidup nyaman meski tidak bersamaku. Sepertinya tidak ada gunanya mempertahankan rumah tangga ini. Kita cerai!"Amarah tentu saja menggelegak dalam dada Roy. Menjumpai istrinya bermesraan dengan pria lain yang dikenalnya. Namun ia berusaha tampil tenang karena merasa mendapat bukti kuat untuk menceraikan Selena."Yang ditunggu akhirnya datang juga" seru Arjuna tak kalah tenang. Kini kedua lengannya sudah tersimpan di dada. Bahkan mengambil jarak sekitar satu meter dari Selena."Apa maumu, Roy?" Selena bertanya dengan air muka tak kalah datar. Seolah tidak perduli dengan emosi Roy yang tampak jelas akan meledak.Mendapat respon yang tidak seimbang, Roy memutar otak untuk menggiring pembicaraan ke topik awal. Perceraian."Ku rasa aku tidak perlu mengucap dua kali. Aku mau kita bercerai. Harapanku membuatmu sadar
"Jadi, malam ini pun Roy tidak mampir?" tanya Arman keheranan. Wajahnya memenuhi layar ponsel Melissa."Iya, dia itu gila, om. Bener-bener pria kere. Pokoknya aku illfeel banget ke Roy" sahut Melissa malas sambil memilin ujung rambutnya dengan jari telunjuk."Kenapa? Apa yang terjadi?" lanjut Arman semakin heran."Duh, om! Masa kita ngobrol tentang Roy, sih? Aku rindu, nih! Sudah dua seminggu om gak mampir. Aku haus" ujar Melissa manja dengan bibir maju hendak mencium layar ponsel."Berhenti menggodaku seperti itu, sayang. Aku juga ingin sekali ke sana, tapi kita sepakat untuk lebih hati-hati 'kan?" Arman mencoba mengingatkan. Ia tak ingin wanitanya cemberut dan mengakhiri panggilan video. Tubuh dan seluruh gerak gerik Melissa selalu bisa membuatnya lupa dengan tumpukan berkas rencana bisnis di mejanya. Baginya, Melissa selalu bisa membuat atraksi spesial dengan sikap manja yang khas."Iya, aku tahu, om. Aku ingin ini cepat berakhir. Aku beneran mu
Entah sudah berapa lama Selena terduduk di balik pintu. Wajahnya sembab, blouse kantornya basah, sepatu block heels-nya masih menempel di kaki. Matanya menerawang ke penjuru rumah, ia seperti mencari-cari sesuatu. Ujung-ujungnya ia berhenti di tubuh kecil Cheryl yang sejak tadi diletakkannya di sofa.Ini hari terburuknya. Ia pikir dengan menjauh sejenak dari Roy akan memberi waktu untuk mereka masing-masing introspeksi diri. Bahwa mereka diciptakan sebagai pasangan sehidup semati. Namun keyakinan itu terhempas begitu saja malam ini.Beberapa minggu tidak tinggal bersama, ia kerap memikirkan Roy. Bahkan menunggu saat yang tepat untuk membagi kabar gembira tentang promosi jabatannya. Ia sempat meyakini telepati antara mereka berdua tetap ada saat melihat nama Roy muncul di panggilan ponselnya. Nyatanya, Selena mendapat makian dan sumpah serapah karena suaminya baru menyadari tabungannya kosong.Aku hanya mengambil haknya Cheryl, Roy.Lagi, gelombang air mat
"Kamu cukup tidur gak, sayang" tanya Arjuna khawatir melihat wajah lelah istrinya.Malam tadi, usai dijemput Karina, mereka berdua langsung bertolak ke rumah. Bukan saja karena malam yang semakin kelam, Arjuna pun memahami kegelisahan istrinya. Itu sebabnya ia langsung membawa Karina mandi bersama di bawah shower air hangat. Berlanjut dengan memadu kasih di ranjang hingga dini hari."Apa kamu cukup tidur, mas?" goda Karina mengusap paha Arjuna yang duduk di sebelahnya. Ia tahu mereka berdua menikmati malam panjang dengan penuh gairah."I love you, Karina" balas Arjuna menarik kening sang istri ke bibirnya. Meninggalkan jejak hangat di sana.Hati Karina bergetar. Ya, bergetar. Artinya rasa yang disampaikan Arjuna lewat keningnya masih sama seperti kemarin. Cinta Arjuna hanya untuknya seorang. Selena dan Cheryl hanya kerabat yang singgah di tentang waktu ini.Keyakinan itu membuat Karina kuat sekaligus bertekad harus fokus pada program hamil. Alih-al
"Aku sampai gak habis pikir, Mel, kenapa Arjuna ngebet banget sama istri orang. Padahal, istrinya cantik dan kelihatannya cinta banget ke Arjuna"Melissa seketika bungkam. Menahan rasa mual yang muncul karena ucapan tak tahu diri dari pria di hadapannya.'Duh, apes banget gue! Kenapa mesti sepagi ini, sih, bikin gue badmood!'Masih merasa kesal karena ancaman Arjuna malam tadi, Roy lanjut ngedumel di meja makan apartemen kekasihnya."Kalau bukan karena takut penjara, udah gue hajar, tuh, si Arjuna! Ampe babak belur""Kenapa mesti takut penjara, Roy? Toh, kamu yakin Arjuna selingkuh dengan Selena 'kan?" tantang Melissa dengan wajah tenang. Ia berusaha menekan rasa jengkel di tenggorokan."Masalahnya, kita terlalu sering makan di restorannya, Mel. Jadi kepedean, tuh, orang. Pake ngancam gue segala lagi. Amsyong!"Sangking kesalnya, hampir saja Roy membanting meja dengan piring kosongnya."E ... e ... eh ... piring gue jangan dija
Selena berulang kali membaca hasil putusan pengadilan yang baru saja ia terima hari ini. Tangannya bergetar memegang kertas. Gemuruh di dada semakin mengguncang pundaknya. Air matanya tak ayal tumpah. Sakit.Tak pernah membayangkan akan menjalani usia pernikahan yang singkat. Kalah dengan usia pernikahan orang tuanya. Pun tidak pernah menyangka akan menjadi janda diusia menjelang 30. Dengan satu balita.Kalau ada yang harus disesalkan, tak lain adalah komunikasi yang buruk dengan suaminya. Ketidak mampuan mereka dalam hal menyamakan persepsi tentang persiapan memiliki bayi. Kebanyakan pasangan kurang pemahaman dan pengetahuan tentang kehamilan dan mengasuh anak. Peran istri dan suami sama pentingnya dalam setiap fase. Sama-sama merasakan lelah dan bahagia menanti sang buang hati. Ayah dan ibu ada pada setiap tumbuh kembang janin bahkan hingga lahir ke dunia.Namun waktu tak lagi diulang. Tak guna juga berlama-lama dalam penyesalan. Toh, ia pun sudah berusa
POV SelenaLangkahku sedikit kaku menuju ruang kerja direktur keuangan. Pagi tadi, intercom di mejaku berbunyi sesaat setelah meletakkan bokong di kursi."Bu Selena, ada pesan dari direktur keuangan. Ditunggu jam 10 di ruangannya. Terima kasih."Intercom ditutup begitu saja. Dari nomor yang tertera di layar pesawat telepon, panggilan dari resepsionis. Entah apa yang membuat mereka sesinis itu denganku. Mengucap salam pagi pun tidak saat memulai pembicaraan.Aku tak bisa menebak apa topik pembicaraan kali ini. Ku ingat-ingat lagi seluruh list KPI-ku sebagai asisten manajer. Rasanya tidak ada yang meleset dari target. Tunjangan jabatan dan insentif tidak akan cair jika pencapainku kurang dari 75%.Perihal ijin dan kasus persidanganku, juga tidak mungkin. Sidang terakhir pun tidak ku ikuti. Semua urusan administrasi ku percayakan ke Aldo. Roy tak pernah lagi mampir dan membuat keributan.Apa berurusan dengan internal birokrasi kantor yang tidak tertulis? S
"Del, mau makan ke mana? Jangan jauh-jauh. Jam 1 sudah harus di kantor lagi." Sungkan menolak ajakan Delia dan Aldo, tapi ia juga tak ingin membuat masalah baru. Jangankan si resepsionis, tembok gedung kantor pun bisa membuat laporan ke direktur."Cafe dekat sini aja, Len. Yuk!" sahut Delia dengan mata teduh seolah menenangkan sahabatnya.Tak membantah, Selena masuk ke kursi penumpang, tepat di belakang Aldo. Mobil melaju dengan perlahan dan berhenti pada sebuah cafe yang jaraknya tak lebih 500 meter dari kantor."Roy benar-benar sentimen ke Arjuna, Len. Untung aja si Juna lagi waras tadi, kalo gak, beuhh!" Delia membuka percakapan setelah memesan menu untuknya dan Aldo."Sampai Aldo kehabisan kata dengan kepercayaan diri si Roy. Ha-ha-ha. Iya, gak, Al?" sikut Delia ke Aldo yang masih sibuk dengan ponselnya sejak turun dari mobil."Hm ... mungkin, dia baru ngerasa salah langkah sudah mengusir Selena dari rumah." imbuh Aldo sambil memastikan
"Mas, aku sudah bikin janji dengan dokter, hari ini hari pertama haidku." Karina membuka mulut, memasukkan sepotong sandwich berisi irisan alpukat dan telur."Oh, ya? Jadwalnya jam 11, kan?" Arjuna terlihat kaget. Tangannya yang sedang memotong roti terhenti sejenak."Aku berangkat sendiri saja, mas. Kamu nyusul." Karina tak membalas tatapan rasa bersalah Arjuna. Ia tahu suaminya harus hadir sebagai saksi di sidang perceraian Selena. Keputusan Arjuna yang tidak bisa diterimanya hingga sekarang. Jangankan menjadi saksi, mencarikan pengacara saja sudah sangat membuat Karina cemburu."Sayang, maaf, aku tidak menyangka akan jadi sulit begini. Jadwal sidang jam 10.00." sesal Arjuna menarik jemari istrinya ke sisi mejanya."Gimana kalau nanti pas kamu konsul, video call denganku, di ruangan si dokternya." pinta Arjuna sambil membujuk Karina.'Sudahlah, mas! Kamu dengan sadar memberi perhatian untuk perempuan lain.'Anggukan ringan kepa
POV MelissaHari ini lelahnya maksimal. Sejak pagi, jam 08.00 hingga pukul 09.00 malam berkutat dengan banyak data dan memandangi laptop. Aku dan Mey bersemangat membenahi sistem dan fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis start up IT Om Arman.Iya, data klien dan seluruh informasi dari perusahaan Pak Fendy, ku olah bersama Mey. Tidak meniru bulat-bulat, kami melakukan modifikasi dan membuat program menarik. Baik secara hardware dan software. Berbekal pengetahuan selama dua tahun bekerja di perusahaan Pak Fendy dan kemampuan manajemen SDM yang dikuasai Mey, kami memperkuat pilar-pilar bisnis baru Om Arman.Hari ini finishing, tahap terakhir, setelah hampir 3 minggu menjalani puluhan rapat direksi, beberapa kali briefing dengan konsultan IT bersertifikat, dan banyak agenda lain di luar kantor. Dan, aku sangat lega. Meskipun tidak mendapat posisi dalam perusahaan rintisan Om Arman, tapi aku dan Mey punya jumlah saham yang sama. Atas pemberian Om
Hari-hari berlalu terasa cepat. Sidang pertama serasa baru kemarin ia jalani, malam ini Roy menjumpai amplop coklat di pagar. Amplop yang membuat ingatannya akan kehilangan Selena dan Cheryl.Sejak ditegur oleh orang tuanya, Roy tak lagi bernyali menemui istrinya. Meski ia sangat ingin berbicara dari hati ke hati, seperti yang dulu sering mereka lakukan. Saat Cheryl belum ada.'Ah, itu sudah lama sekali. Aku baru merasa rindu sekarang. Mungkin Selena merindukannya sejak lama dan aku tidak peka.'Masuk ke rumah dengan lesu, Roy berencana langsung tidur. Ia tak ingin tidur di kamar lagi. Mendadak ia merasa kamar itu sangat sepi dan kosong. Belakangan lebih nyaman berlama-lama di sofa hingga terlelap sembari membayangkan Selena masih sibuk membersihkan dapur dan Cheryl ketiduran di karpet rasfur ditemani mainannya.Tak ia hiraukan jeritan perut yang minta diisi. Sejak pagi memang hanya diisi semangkuk mie instan. Siang tadi ia menyibukkan dir
POV RoyKepalaku berdenyut seperti dipukuli palu kecil persis di kedua pelipis. Tengkukku terasa panas dan tegang. Entah karena otakku mulai panas atau karena lapar yang ku tahan sejak siang.Aku harus makan kalau tak ingin sakit. Ku seret kaki ke dapur hendak memeriksa isi lemari. Berharap ada sisa roti setidaknya untuk pengganjal perut. Tanganku sedikit gemetar saat mengambil air minum di dispenser. Ah ... kenapa jadi konyol begini? Tak pernah terlintas dalam bayangan akan tinggal sendiri dengan kondisi mengenaskan.Ku periksa dompet, hanya ada selembar pecahan 100 ribu. Bensin belum ku isi lagi. Seingatku jarum penunjuknya sudah di garis kedua dari bawah.Tak ada stok roti. Isi kulkas kosong, bersih.Ah, kenapa gak stok mie instan dan telur, sih? Si Lala bikin stok beras gak, sih? Perutku harus diisi nasi kalau sudah begini. Container beras diletak di mana lagi.Rasanya lelah sekali mengitari dapur padahal ukuran
POV RoyAku tidak bisa menahan golak amarah melihat Selena meninggalkanku begitu saja. Dia berubah jadi pembangkang sejak ku usir dari rumah. Belum lagi temannya si Delia yang sok tahu tentang cinta. Ta* kucing!Tidak ada yang salah dengan sikap dan omonganku. Aku jelas tidak akan mencari kenikmatan dari perempuan lain kalau Selena sanggup memenuhi kebutuhanku. Istri itu, kan, memang harus sedia setiap kali suami butuh. Selena malah tidak mengakui kekurangannya. Padahal kalau dia minta maaf dan mencabut gugatan, aku siap menerimanya kembali. Meskipun dia sudah bekasnya Arjuna.Belum selesai amarah karena sikap sombong Selena, foto Bram dan Melissa di restoran Arjuna menambah tegang otot leherku. Ku lampiaskan amarah dengan meninju kaca mobil dan setir bergantian.Ku pikir aku harus melakukan sesuatu. Melissa harus tahu aku marah. Dia gak bisa pergi begitu aja dan membuatku hancur. Karir dan pendapatanku di ujung tanduk. Mengenaskan.K
Roy berulang membaca pesan terakhir Bram. Rasanya tak percaya kalau Bram kenal dengan Arjuna dan pengacara Selena. 'Selena punya pengacara? Ia mampu membayar jasa pengacara? Pasti si Arjuna yang membantunya. Sialan!'Telapak tangannya membuka, Roy menepuk meja dengan kesal. Ia tak menyangka Selena seniat itu bercerai.'Dia silau oleh harta dan kenyamanan dari Arjuna. Cih! Perempuan itu memang tak layak ku pertahankan!'Mie instannya sampai mengembang karena masih asik menggerutu. Panggilan intercom menyadarkannya, waktu sepuluh menitnya sudah berakhir."Istrimu mengajukan gugatan cerai? Apa dia tahu tentang Melissa?" tanya pak direktur terkesan mengejek. Roy terpaksa harus jujur tentang keperluan cuti mendadaknya besok. Ia bertekad hadir dan membela diri. Ia akan mengungkapkan semua kebenaran. Persetan dengan Bram, Melissa dan Arjuna!"Iya, pak. Ini hanya salah paham, itu sebabnya saya ingin meluruskan semuanya. Berdamai dan ruk