"Jadi, malam ini pun Roy tidak mampir?" tanya Arman keheranan. Wajahnya memenuhi layar ponsel Melissa.
"Iya, dia itu gila, om. Bener-bener pria kere. Pokoknya aku illfeel banget ke Roy" sahut Melissa malas sambil memilin ujung rambutnya dengan jari telunjuk.
"Kenapa? Apa yang terjadi?" lanjut Arman semakin heran.
"Duh, om! Masa kita ngobrol tentang Roy, sih? Aku rindu, nih! Sudah dua seminggu om gak mampir. Aku haus" ujar Melissa manja dengan bibir maju hendak mencium layar ponsel.
"Berhenti menggodaku seperti itu, sayang. Aku juga ingin sekali ke sana, tapi kita sepakat untuk lebih hati-hati 'kan?" Arman mencoba mengingatkan. Ia tak ingin wanitanya cemberut dan mengakhiri panggilan video. Tubuh dan seluruh gerak gerik Melissa selalu bisa membuatnya lupa dengan tumpukan berkas rencana bisnis di mejanya. Baginya, Melissa selalu bisa membuat atraksi spesial dengan sikap manja yang khas.
"Iya, aku tahu, om. Aku ingin ini cepat berakhir. Aku beneran mu
Entah sudah berapa lama Selena terduduk di balik pintu. Wajahnya sembab, blouse kantornya basah, sepatu block heels-nya masih menempel di kaki. Matanya menerawang ke penjuru rumah, ia seperti mencari-cari sesuatu. Ujung-ujungnya ia berhenti di tubuh kecil Cheryl yang sejak tadi diletakkannya di sofa.Ini hari terburuknya. Ia pikir dengan menjauh sejenak dari Roy akan memberi waktu untuk mereka masing-masing introspeksi diri. Bahwa mereka diciptakan sebagai pasangan sehidup semati. Namun keyakinan itu terhempas begitu saja malam ini.Beberapa minggu tidak tinggal bersama, ia kerap memikirkan Roy. Bahkan menunggu saat yang tepat untuk membagi kabar gembira tentang promosi jabatannya. Ia sempat meyakini telepati antara mereka berdua tetap ada saat melihat nama Roy muncul di panggilan ponselnya. Nyatanya, Selena mendapat makian dan sumpah serapah karena suaminya baru menyadari tabungannya kosong.Aku hanya mengambil haknya Cheryl, Roy.Lagi, gelombang air mat
"Kamu cukup tidur gak, sayang" tanya Arjuna khawatir melihat wajah lelah istrinya.Malam tadi, usai dijemput Karina, mereka berdua langsung bertolak ke rumah. Bukan saja karena malam yang semakin kelam, Arjuna pun memahami kegelisahan istrinya. Itu sebabnya ia langsung membawa Karina mandi bersama di bawah shower air hangat. Berlanjut dengan memadu kasih di ranjang hingga dini hari."Apa kamu cukup tidur, mas?" goda Karina mengusap paha Arjuna yang duduk di sebelahnya. Ia tahu mereka berdua menikmati malam panjang dengan penuh gairah."I love you, Karina" balas Arjuna menarik kening sang istri ke bibirnya. Meninggalkan jejak hangat di sana.Hati Karina bergetar. Ya, bergetar. Artinya rasa yang disampaikan Arjuna lewat keningnya masih sama seperti kemarin. Cinta Arjuna hanya untuknya seorang. Selena dan Cheryl hanya kerabat yang singgah di tentang waktu ini.Keyakinan itu membuat Karina kuat sekaligus bertekad harus fokus pada program hamil. Alih-al
"Aku sampai gak habis pikir, Mel, kenapa Arjuna ngebet banget sama istri orang. Padahal, istrinya cantik dan kelihatannya cinta banget ke Arjuna"Melissa seketika bungkam. Menahan rasa mual yang muncul karena ucapan tak tahu diri dari pria di hadapannya.'Duh, apes banget gue! Kenapa mesti sepagi ini, sih, bikin gue badmood!'Masih merasa kesal karena ancaman Arjuna malam tadi, Roy lanjut ngedumel di meja makan apartemen kekasihnya."Kalau bukan karena takut penjara, udah gue hajar, tuh, si Arjuna! Ampe babak belur""Kenapa mesti takut penjara, Roy? Toh, kamu yakin Arjuna selingkuh dengan Selena 'kan?" tantang Melissa dengan wajah tenang. Ia berusaha menekan rasa jengkel di tenggorokan."Masalahnya, kita terlalu sering makan di restorannya, Mel. Jadi kepedean, tuh, orang. Pake ngancam gue segala lagi. Amsyong!"Sangking kesalnya, hampir saja Roy membanting meja dengan piring kosongnya."E ... e ... eh ... piring gue jangan dija
Sendok di tangan Karina bergerak memutar di piring. Mengaduk saos dan kentang berulang. Matanya lurus ke piring, tapi pikirannya entah kemana. Arjuna memastikan masakannya sesuai selera istrinya."Kamu gak suka saosnya?" tanya Arjuna setelah mencicipi isi piring Karina."Huh?" Lamunan Karina seketika terhenti. Jemarinya reflek menyugar rambut panjangnya lalu memasukkan sepotong dadu kecil daging dengan garpu."Kamu kenapa, sayang? Maaf, ya, tadi agak lama nemenin Delia dan Selena." Arjuna menarik tangan Karina ke tengah meja. Mengusap lembut punggung tangan istrinya. Ia tahu Karina bosan menunggunya di ruang kerja. Memaksa untuk ikut bergabung di ruang utama restoran bukan ide yang bijak."Aku gak papa, sayang. So, gimana jadinya? Temen kamu bisa bantu Selena?" Menyadari sikap diamnya menarik perhatian suaminya, Karina dengan cepat menguasai diri. Khawatir Arjuna mengamuk jika mendengar rencana Indra."Tentu itu hal yang mudah Aldo, sayang. Selena
"Mel, udah nemu pengacara yang ku maksud? Aku minta nomor kontaknya, dong.""Uhuk ...." Melissa cepat mengambil gelas berisi air di depannya, menyesap dengan cepat sesudahnya terbatuk kecil."Kamu kenapa? Potong siomaynya kecil-kecil, biar gak keselek makannya" ujar Roy menepuk halus punggung Melissa karena batuk kecil yang tak kunjung usia."Huh ...."Hempasan nafas kelegaan lepas dari mulut Melissa lalu sekali lagi membersihkan kerongkongannya dengan sedikit air putih."Oiya, Roy. Temenku, Bram, sudah aku hubungi kemarin. Sayangnya, dia lagi liburan dengan keluarganya. Dua minggu lagi aktif ngantor dan kerja."Sejujurnya, Melissa belum melakukan pembicaraan apapun dengan Bram. Ia mengambil kesimpulan sendiri berdasarkan postingan cerita terbaru di media sosial milik Bram. Semakin lama Roy mendapat pengacara, maka semakin lama juga bawahannya itu mengurus perceraian ke pengadilan. Ia butuh Roy dalam minggu-minggu ini untuk melancarkan aksin
"Kenapa datang mendadak? Apa kantormu libur?" Lusiana keheranan menyambut kedatangan puteri dan cucunya di pintu. Di luar, langit sudah gelap. Pejalan kaki pun tak lagi ramai di sekitar rumah."Roy tidak ikut?" lagi Lusiana kebingungan saat melihat tak ada sesiapa lagi di luar dan barang bawaan puterinya tidak banyak."Aku letakkan Cheryl di kamar dulu, ya, Bu" pinta Selena yang merasa lelah setelah menempuh 6 jam dengan bus. Lusiana membantu membukakan pintu kamar yang letaknya tak jauh dari pintu masuk. Menunggui Selena dengan sabar menenangkan Cheryl di kasur."Kalian sudah makan malam? Biar ibu siapkan, ya. Masih ada stok ayam ungkep di freezer."Belum sempat mengangkat bobot dari kasur, tangannya ditarik pelan oleh Selena."Sudah, Bu. Tadi aku bawa bekal nasi dari rumah juga banyak cemilan. Itu aku bawakan bolu kesukaan ibu" ujarnya menunjuk travel bag yang masih teronggok di pintu utama."Oh, syukurlah. Ibu pikir Cheryl tidur dengan pe
"Biar nanti ibu pulang lebih dulu, ya. Kalian di rumah saja."Dalam belasan menit, Lusiana dan suaminya sudah bersiap menuju pesta pernikahan tetangga dekat. Selena dan Cheryl mengantar hingga pintu depan.Lega. Tangis yang pecah dan pelukan dari bapak ibunya, membuat seluruh beban di dada menguap. Terasa enteng dan tenang. Dipeluknya Cheryl lebih lama, memberitahu semua akan baik-baik saja lewat irama jantung yang perlahan teratur."Mama cek kerjaan di laptop dan ponsel dulu, ya. Cheryl mau nonton TV?"Meski cuti, Selena tak ingin melepaskan tanggung jawab begitu saja dalam tim kerjanya. Apalagi setiap Sabtu pagi ada rapat rutin yang seharusnya ia pimpin."Mau" seru Cheryl dengan anggukan kepala berulang.Tersenyum senang karena puterinya bisa diajak bekerja sama, Selena menyiapkan beberapa bantal di karpet. Membiarkan Cheryl menonton sambil berbaring dengan boneka di tangannya. Lalu, gegas mengambil laptop dan ponsel dari kamar, menata di
"Roy, barusan pengingat di outlook-ku muncul beberapa klien yang akan berakhir kontraknya dalam dua bulan. Ada 3 klien. Menurut kamu mereka bakal lanjutin kerja sama dengan kontrak baru, gak?"Setelah berpikir mencari cara selama beberapa hari terakhir, akhirnya Melissa menyusun sebuah rencana. Kali ini dia harus bekerja dengan rapi dan cepat, memanfaatkan kondisi mental Roy yang sedang bimbang tentang nasib rumah tangganya.Ia sengaja membuat pengingat di aplikasi Microsoft Outlook dua hari sebelumnya agar muncul hari ini. Beruntung memang ada 3 klien yang kontraknya akan habis dua bulan lagi. Melissa merasa inilah jalan untuknya meminta data lengkap riwayat pembayaran klien dari departemen keuangan.'God, lead me to Your path.'Dalam kesadaran bahwa ia telah dipakai Arman untuk berlaku curang terhadap Fendy, Melissa berpikir inilah pekerjaannya. Toh, ia melakukan yang terbaik dan memberikan kontribusi nyata untuk perusahaan Fendy selama dua tahun bekerj
Selena berulang kali membaca hasil putusan pengadilan yang baru saja ia terima hari ini. Tangannya bergetar memegang kertas. Gemuruh di dada semakin mengguncang pundaknya. Air matanya tak ayal tumpah. Sakit.Tak pernah membayangkan akan menjalani usia pernikahan yang singkat. Kalah dengan usia pernikahan orang tuanya. Pun tidak pernah menyangka akan menjadi janda diusia menjelang 30. Dengan satu balita.Kalau ada yang harus disesalkan, tak lain adalah komunikasi yang buruk dengan suaminya. Ketidak mampuan mereka dalam hal menyamakan persepsi tentang persiapan memiliki bayi. Kebanyakan pasangan kurang pemahaman dan pengetahuan tentang kehamilan dan mengasuh anak. Peran istri dan suami sama pentingnya dalam setiap fase. Sama-sama merasakan lelah dan bahagia menanti sang buang hati. Ayah dan ibu ada pada setiap tumbuh kembang janin bahkan hingga lahir ke dunia.Namun waktu tak lagi diulang. Tak guna juga berlama-lama dalam penyesalan. Toh, ia pun sudah berusa
POV SelenaLangkahku sedikit kaku menuju ruang kerja direktur keuangan. Pagi tadi, intercom di mejaku berbunyi sesaat setelah meletakkan bokong di kursi."Bu Selena, ada pesan dari direktur keuangan. Ditunggu jam 10 di ruangannya. Terima kasih."Intercom ditutup begitu saja. Dari nomor yang tertera di layar pesawat telepon, panggilan dari resepsionis. Entah apa yang membuat mereka sesinis itu denganku. Mengucap salam pagi pun tidak saat memulai pembicaraan.Aku tak bisa menebak apa topik pembicaraan kali ini. Ku ingat-ingat lagi seluruh list KPI-ku sebagai asisten manajer. Rasanya tidak ada yang meleset dari target. Tunjangan jabatan dan insentif tidak akan cair jika pencapainku kurang dari 75%.Perihal ijin dan kasus persidanganku, juga tidak mungkin. Sidang terakhir pun tidak ku ikuti. Semua urusan administrasi ku percayakan ke Aldo. Roy tak pernah lagi mampir dan membuat keributan.Apa berurusan dengan internal birokrasi kantor yang tidak tertulis? S
"Del, mau makan ke mana? Jangan jauh-jauh. Jam 1 sudah harus di kantor lagi." Sungkan menolak ajakan Delia dan Aldo, tapi ia juga tak ingin membuat masalah baru. Jangankan si resepsionis, tembok gedung kantor pun bisa membuat laporan ke direktur."Cafe dekat sini aja, Len. Yuk!" sahut Delia dengan mata teduh seolah menenangkan sahabatnya.Tak membantah, Selena masuk ke kursi penumpang, tepat di belakang Aldo. Mobil melaju dengan perlahan dan berhenti pada sebuah cafe yang jaraknya tak lebih 500 meter dari kantor."Roy benar-benar sentimen ke Arjuna, Len. Untung aja si Juna lagi waras tadi, kalo gak, beuhh!" Delia membuka percakapan setelah memesan menu untuknya dan Aldo."Sampai Aldo kehabisan kata dengan kepercayaan diri si Roy. Ha-ha-ha. Iya, gak, Al?" sikut Delia ke Aldo yang masih sibuk dengan ponselnya sejak turun dari mobil."Hm ... mungkin, dia baru ngerasa salah langkah sudah mengusir Selena dari rumah." imbuh Aldo sambil memastikan
"Mas, aku sudah bikin janji dengan dokter, hari ini hari pertama haidku." Karina membuka mulut, memasukkan sepotong sandwich berisi irisan alpukat dan telur."Oh, ya? Jadwalnya jam 11, kan?" Arjuna terlihat kaget. Tangannya yang sedang memotong roti terhenti sejenak."Aku berangkat sendiri saja, mas. Kamu nyusul." Karina tak membalas tatapan rasa bersalah Arjuna. Ia tahu suaminya harus hadir sebagai saksi di sidang perceraian Selena. Keputusan Arjuna yang tidak bisa diterimanya hingga sekarang. Jangankan menjadi saksi, mencarikan pengacara saja sudah sangat membuat Karina cemburu."Sayang, maaf, aku tidak menyangka akan jadi sulit begini. Jadwal sidang jam 10.00." sesal Arjuna menarik jemari istrinya ke sisi mejanya."Gimana kalau nanti pas kamu konsul, video call denganku, di ruangan si dokternya." pinta Arjuna sambil membujuk Karina.'Sudahlah, mas! Kamu dengan sadar memberi perhatian untuk perempuan lain.'Anggukan ringan kepa
POV MelissaHari ini lelahnya maksimal. Sejak pagi, jam 08.00 hingga pukul 09.00 malam berkutat dengan banyak data dan memandangi laptop. Aku dan Mey bersemangat membenahi sistem dan fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis start up IT Om Arman.Iya, data klien dan seluruh informasi dari perusahaan Pak Fendy, ku olah bersama Mey. Tidak meniru bulat-bulat, kami melakukan modifikasi dan membuat program menarik. Baik secara hardware dan software. Berbekal pengetahuan selama dua tahun bekerja di perusahaan Pak Fendy dan kemampuan manajemen SDM yang dikuasai Mey, kami memperkuat pilar-pilar bisnis baru Om Arman.Hari ini finishing, tahap terakhir, setelah hampir 3 minggu menjalani puluhan rapat direksi, beberapa kali briefing dengan konsultan IT bersertifikat, dan banyak agenda lain di luar kantor. Dan, aku sangat lega. Meskipun tidak mendapat posisi dalam perusahaan rintisan Om Arman, tapi aku dan Mey punya jumlah saham yang sama. Atas pemberian Om
Hari-hari berlalu terasa cepat. Sidang pertama serasa baru kemarin ia jalani, malam ini Roy menjumpai amplop coklat di pagar. Amplop yang membuat ingatannya akan kehilangan Selena dan Cheryl.Sejak ditegur oleh orang tuanya, Roy tak lagi bernyali menemui istrinya. Meski ia sangat ingin berbicara dari hati ke hati, seperti yang dulu sering mereka lakukan. Saat Cheryl belum ada.'Ah, itu sudah lama sekali. Aku baru merasa rindu sekarang. Mungkin Selena merindukannya sejak lama dan aku tidak peka.'Masuk ke rumah dengan lesu, Roy berencana langsung tidur. Ia tak ingin tidur di kamar lagi. Mendadak ia merasa kamar itu sangat sepi dan kosong. Belakangan lebih nyaman berlama-lama di sofa hingga terlelap sembari membayangkan Selena masih sibuk membersihkan dapur dan Cheryl ketiduran di karpet rasfur ditemani mainannya.Tak ia hiraukan jeritan perut yang minta diisi. Sejak pagi memang hanya diisi semangkuk mie instan. Siang tadi ia menyibukkan dir
POV RoyKepalaku berdenyut seperti dipukuli palu kecil persis di kedua pelipis. Tengkukku terasa panas dan tegang. Entah karena otakku mulai panas atau karena lapar yang ku tahan sejak siang.Aku harus makan kalau tak ingin sakit. Ku seret kaki ke dapur hendak memeriksa isi lemari. Berharap ada sisa roti setidaknya untuk pengganjal perut. Tanganku sedikit gemetar saat mengambil air minum di dispenser. Ah ... kenapa jadi konyol begini? Tak pernah terlintas dalam bayangan akan tinggal sendiri dengan kondisi mengenaskan.Ku periksa dompet, hanya ada selembar pecahan 100 ribu. Bensin belum ku isi lagi. Seingatku jarum penunjuknya sudah di garis kedua dari bawah.Tak ada stok roti. Isi kulkas kosong, bersih.Ah, kenapa gak stok mie instan dan telur, sih? Si Lala bikin stok beras gak, sih? Perutku harus diisi nasi kalau sudah begini. Container beras diletak di mana lagi.Rasanya lelah sekali mengitari dapur padahal ukuran
POV RoyAku tidak bisa menahan golak amarah melihat Selena meninggalkanku begitu saja. Dia berubah jadi pembangkang sejak ku usir dari rumah. Belum lagi temannya si Delia yang sok tahu tentang cinta. Ta* kucing!Tidak ada yang salah dengan sikap dan omonganku. Aku jelas tidak akan mencari kenikmatan dari perempuan lain kalau Selena sanggup memenuhi kebutuhanku. Istri itu, kan, memang harus sedia setiap kali suami butuh. Selena malah tidak mengakui kekurangannya. Padahal kalau dia minta maaf dan mencabut gugatan, aku siap menerimanya kembali. Meskipun dia sudah bekasnya Arjuna.Belum selesai amarah karena sikap sombong Selena, foto Bram dan Melissa di restoran Arjuna menambah tegang otot leherku. Ku lampiaskan amarah dengan meninju kaca mobil dan setir bergantian.Ku pikir aku harus melakukan sesuatu. Melissa harus tahu aku marah. Dia gak bisa pergi begitu aja dan membuatku hancur. Karir dan pendapatanku di ujung tanduk. Mengenaskan.K
Roy berulang membaca pesan terakhir Bram. Rasanya tak percaya kalau Bram kenal dengan Arjuna dan pengacara Selena. 'Selena punya pengacara? Ia mampu membayar jasa pengacara? Pasti si Arjuna yang membantunya. Sialan!'Telapak tangannya membuka, Roy menepuk meja dengan kesal. Ia tak menyangka Selena seniat itu bercerai.'Dia silau oleh harta dan kenyamanan dari Arjuna. Cih! Perempuan itu memang tak layak ku pertahankan!'Mie instannya sampai mengembang karena masih asik menggerutu. Panggilan intercom menyadarkannya, waktu sepuluh menitnya sudah berakhir."Istrimu mengajukan gugatan cerai? Apa dia tahu tentang Melissa?" tanya pak direktur terkesan mengejek. Roy terpaksa harus jujur tentang keperluan cuti mendadaknya besok. Ia bertekad hadir dan membela diri. Ia akan mengungkapkan semua kebenaran. Persetan dengan Bram, Melissa dan Arjuna!"Iya, pak. Ini hanya salah paham, itu sebabnya saya ingin meluruskan semuanya. Berdamai dan ruk