"Kenapa datang mendadak? Apa kantormu libur?" Lusiana keheranan menyambut kedatangan puteri dan cucunya di pintu. Di luar, langit sudah gelap. Pejalan kaki pun tak lagi ramai di sekitar rumah.
"Roy tidak ikut?" lagi Lusiana kebingungan saat melihat tak ada sesiapa lagi di luar dan barang bawaan puterinya tidak banyak.
"Aku letakkan Cheryl di kamar dulu, ya, Bu" pinta Selena yang merasa lelah setelah menempuh 6 jam dengan bus. Lusiana membantu membukakan pintu kamar yang letaknya tak jauh dari pintu masuk. Menunggui Selena dengan sabar menenangkan Cheryl di kasur.
"Kalian sudah makan malam? Biar ibu siapkan, ya. Masih ada stok ayam ungkep di freezer."
Belum sempat mengangkat bobot dari kasur, tangannya ditarik pelan oleh Selena.
"Sudah, Bu. Tadi aku bawa bekal nasi dari rumah juga banyak cemilan. Itu aku bawakan bolu kesukaan ibu" ujarnya menunjuk travel bag yang masih teronggok di pintu utama.
"Oh, syukurlah. Ibu pikir Cheryl tidur dengan pe
"Biar nanti ibu pulang lebih dulu, ya. Kalian di rumah saja."Dalam belasan menit, Lusiana dan suaminya sudah bersiap menuju pesta pernikahan tetangga dekat. Selena dan Cheryl mengantar hingga pintu depan.Lega. Tangis yang pecah dan pelukan dari bapak ibunya, membuat seluruh beban di dada menguap. Terasa enteng dan tenang. Dipeluknya Cheryl lebih lama, memberitahu semua akan baik-baik saja lewat irama jantung yang perlahan teratur."Mama cek kerjaan di laptop dan ponsel dulu, ya. Cheryl mau nonton TV?"Meski cuti, Selena tak ingin melepaskan tanggung jawab begitu saja dalam tim kerjanya. Apalagi setiap Sabtu pagi ada rapat rutin yang seharusnya ia pimpin."Mau" seru Cheryl dengan anggukan kepala berulang.Tersenyum senang karena puterinya bisa diajak bekerja sama, Selena menyiapkan beberapa bantal di karpet. Membiarkan Cheryl menonton sambil berbaring dengan boneka di tangannya. Lalu, gegas mengambil laptop dan ponsel dari kamar, menata di
"Roy, barusan pengingat di outlook-ku muncul beberapa klien yang akan berakhir kontraknya dalam dua bulan. Ada 3 klien. Menurut kamu mereka bakal lanjutin kerja sama dengan kontrak baru, gak?"Setelah berpikir mencari cara selama beberapa hari terakhir, akhirnya Melissa menyusun sebuah rencana. Kali ini dia harus bekerja dengan rapi dan cepat, memanfaatkan kondisi mental Roy yang sedang bimbang tentang nasib rumah tangganya.Ia sengaja membuat pengingat di aplikasi Microsoft Outlook dua hari sebelumnya agar muncul hari ini. Beruntung memang ada 3 klien yang kontraknya akan habis dua bulan lagi. Melissa merasa inilah jalan untuknya meminta data lengkap riwayat pembayaran klien dari departemen keuangan.'God, lead me to Your path.'Dalam kesadaran bahwa ia telah dipakai Arman untuk berlaku curang terhadap Fendy, Melissa berpikir inilah pekerjaannya. Toh, ia melakukan yang terbaik dan memberikan kontribusi nyata untuk perusahaan Fendy selama dua tahun bekerj
[Selamat sore, pak. Maaf, saya belum sempat menghubungi bapak. Boleh saya telepon pukul 19.00, pak? Trims.]Menekan tombol kirim dengan ragu, namun ia merasa tidak enak setelah batal memenuhi janji menelpon. Berharap Harris tidak sedang sibuk dan punya mood yang baik. Bahwa ia tidak bermaksud mendikte mantan bosnya itu dengan meminta waktu dijam 7 malam.Ceklis dua abu-abu.Masih memegang ponsel dan menunggu ceklis berubah menjadi warna biru. Hingga sepuluh detik, hasilnya masih sama. Dilihatnya jam terakhir aktif. Dua jam yang lalu.p'Mampus, apa itu artinya Harris menunggu teleponku jam 3 sore tadi?' desah Selena meletakkan ponsel di ranjang.Ia berencana akan membangunkan Cheryl dan mengajaknya makan makan baso. Lagipula hari sudah sore, waktunya untuk bebersih tubuh. Mengguncang kaki Cheryl pelan sambil memanggil dengan suara lembut. Detik berikutnya, mata Cheryl mengerjap, bangkit dari tidurnya dan langsung memeluk leher ibunya."Mau ma
Sosok cantik bertubuh jangkung masih terpaku di depan pintu. Pintu ruang kerja suaminya. Langkahnya terhenti sejak mendengar pembicaraan Arjuna dengan seseorang di telepon. Selena lagi.Karina enggan masuk ke ruangan saat panggilan berlangsung. Ia tahu Arjuna tidak akan keberatan pun tidak akan menghentikan panggilan. Namun ia lelah berpura-pura kuat dan tenang mendapati suaminya bersikap lembut dan penuh perhatian kepada perempuan lain. Itu sebabnya ia lebih memilih mendengar dari luar.Mendengar langkah kaki mendekat ke pintu, Karina lekas mengangkat wajah dan menarik sudut bibirnya. Ia tak ingin membiarkan suaminya berlama-lama memikirkan perempuan yang segera menjadi janda dalam dua bulan ke depan. Calon janda dan anaknya itu bisa menjadi ancaman terbesar dalam rumah tangganya."Mas, aku cariin kamu di kitchen, eh taunya di ruang kerja" ujar Karina membuka lebar daun pintu. Ia menunggu Arjuna tiba di tempatnya berdiri."Sayang, aku b
Aroma kopi memenuhi dapur. Segelas kopi hitam tanpa gula untuk Arman sudah tersedia di meja. Melissa lanjut menyiapkan sandwich dengan irisan daging dan beberapa lembar selada. Dua tumpuk sandwich untuk Arman. Done!Mengintip sebentar ke arah kamar yang pintunya sudah terbuka lebar sejak Melissa bangun. Ranjangnya sudah kosong. Artinya Arman sudah bersiap di kamar mandi. Ia lekas mengambil buah dan sayuran dari kulkas. Ia ingin mengawali hari dengan segelas smoothies lezat.'Hari ini pengen malas-malasan di spa, ah.'Arman datang tepat saat segelas smoothies-nya telah bergabung di meja makan."You look so pretty, baby" puji Arman menarik tubuh mungil Melissa ke pelukannya. Bibir Melissa tak luput dari perhatiannya. Sebuah ciuman penuh gairah dan basah."I love you, Daddy" erang Melissa hampir kehabisan nafas. Menjatuhkan bobotnya dipelukan Arman.Keduanya lalu mulai sarapan setelah Arman duduk dengan Melis
"Halo, mas" sahut suara yang familiar di telinga Roy."Lala! Lama sekali angkat teleponnya!"Terdorong oleh rasa panik bercampur kesal, Roy secara sadar membentak Lala. Padahal ia sempat menarik nafas lega saat melihat layar ponsel menampilkan detik percakapan dimulai."Mas, ini kan hari liburku, lagipula aku punya kesibukan lain. Mas juga tahu, kan?" jawab Lala ikut kesal."Belanja dengan kakek tua di swalayan, itu yang kamu maksud dengan kesibukan? Siapa nama pria yang memapah kakek tua itu?" cecar Roy terdengar semakin keki. Langsung ke inti saja, ia tidak ingin buang waktu."Mas ke swalayan tadi? Jadi, sudah belanja?" tanya Lala ingin tahu lalu berakhir dengan tawa kecil. Mungkin membayangkan Roy memilih barang di swalayan."Iya dan aku lihat kamu dengan dua orang pria. Si kakek tua itu majikanmu, kan? Lalu, pria satunya lagi siapa?""Iya, kakek. Setiap minggu harus sarapan di sana. Sekali
Pukul 06.00, Selena sudah sibuk di dapur. Menyiapkan sarapan dan bekal makan siang. Sesekali mempertajam pendengaran ke arah kamar, jaga-jaga kalau Cheryl bangun. Untunglah istirahat mereka nyenyak sepanjang malam. Cheryl pun hanya terbangun saat kehausan.Kesibukan di dapur selesai tepat saat Cheryl muncul di dapur."Cheryl, sudah bangun?" Selena terkejut melihat puterinya berdiri dengan wajah mengantuk."Sudah pede turun sendiri dari tempat tidur, nih!" goda Selena yang sudah membawa Cheryl dalam pangkuan. Mengendus leher dan dada puterinya, lalu membawanya ke kamar mandi.Dalam setengah jam keduanya sudah duduk bersebelahan di meja makan. Selena menyantap sarapan sekaligus membantu Cheryl makan."Duh, mama senang sekali Cheryl semakin pintar pakai sendok. Makannya juga lahap" puji Selena sambil mengelus pipi gembul Cheryl.Seperti paham pujian dari mamanya, Cheryl tersenyum memamerkan deretan gigi kelin
"Karina, tawaranku soal PH sudah kamu pikirkan? Gimana? Suamimu?" tanya Indra yang memandangi Karina dengan intens. Mereka berdua duduk bersisian di ruang ganti yang disiapkan khusus untuk Karina."Apa sebenarnya rencanamu, Dra?" Karina menghentikan gerakan tangannya membuka semua aksesoris yang dipakaikan oleh tim wardrobe. Sedikitpun ia tak berniat menoleh ke Indra."Rencana?" balas Indra terkekeh. Entah bagaimana wanita di sebelahnya selalu bisa menggugah selera humornya. Ia telah mengenal Karina dengan baik. Kebersamaan mereka sejak titik nol Karina hingga saat ini. Tak satupun momen yang dilewatkan oleh Indra. Rasa kagum akan talenta yang dimiliki wanita muda ini berubah menjadi sekedar peduli. Indra ingin memiliki sepenuhnya.Karina bergeming."Aku bermimpi menjadi orang yang menyaksikan pencapaian karirmu, puncak karirmu, Karina. Maka, aku gak mau melewatkan setiap kesempatan yang aku tahu pasti bisa kamu taklukan. Itu aja" terang Indra
Selena berulang kali membaca hasil putusan pengadilan yang baru saja ia terima hari ini. Tangannya bergetar memegang kertas. Gemuruh di dada semakin mengguncang pundaknya. Air matanya tak ayal tumpah. Sakit.Tak pernah membayangkan akan menjalani usia pernikahan yang singkat. Kalah dengan usia pernikahan orang tuanya. Pun tidak pernah menyangka akan menjadi janda diusia menjelang 30. Dengan satu balita.Kalau ada yang harus disesalkan, tak lain adalah komunikasi yang buruk dengan suaminya. Ketidak mampuan mereka dalam hal menyamakan persepsi tentang persiapan memiliki bayi. Kebanyakan pasangan kurang pemahaman dan pengetahuan tentang kehamilan dan mengasuh anak. Peran istri dan suami sama pentingnya dalam setiap fase. Sama-sama merasakan lelah dan bahagia menanti sang buang hati. Ayah dan ibu ada pada setiap tumbuh kembang janin bahkan hingga lahir ke dunia.Namun waktu tak lagi diulang. Tak guna juga berlama-lama dalam penyesalan. Toh, ia pun sudah berusa
POV SelenaLangkahku sedikit kaku menuju ruang kerja direktur keuangan. Pagi tadi, intercom di mejaku berbunyi sesaat setelah meletakkan bokong di kursi."Bu Selena, ada pesan dari direktur keuangan. Ditunggu jam 10 di ruangannya. Terima kasih."Intercom ditutup begitu saja. Dari nomor yang tertera di layar pesawat telepon, panggilan dari resepsionis. Entah apa yang membuat mereka sesinis itu denganku. Mengucap salam pagi pun tidak saat memulai pembicaraan.Aku tak bisa menebak apa topik pembicaraan kali ini. Ku ingat-ingat lagi seluruh list KPI-ku sebagai asisten manajer. Rasanya tidak ada yang meleset dari target. Tunjangan jabatan dan insentif tidak akan cair jika pencapainku kurang dari 75%.Perihal ijin dan kasus persidanganku, juga tidak mungkin. Sidang terakhir pun tidak ku ikuti. Semua urusan administrasi ku percayakan ke Aldo. Roy tak pernah lagi mampir dan membuat keributan.Apa berurusan dengan internal birokrasi kantor yang tidak tertulis? S
"Del, mau makan ke mana? Jangan jauh-jauh. Jam 1 sudah harus di kantor lagi." Sungkan menolak ajakan Delia dan Aldo, tapi ia juga tak ingin membuat masalah baru. Jangankan si resepsionis, tembok gedung kantor pun bisa membuat laporan ke direktur."Cafe dekat sini aja, Len. Yuk!" sahut Delia dengan mata teduh seolah menenangkan sahabatnya.Tak membantah, Selena masuk ke kursi penumpang, tepat di belakang Aldo. Mobil melaju dengan perlahan dan berhenti pada sebuah cafe yang jaraknya tak lebih 500 meter dari kantor."Roy benar-benar sentimen ke Arjuna, Len. Untung aja si Juna lagi waras tadi, kalo gak, beuhh!" Delia membuka percakapan setelah memesan menu untuknya dan Aldo."Sampai Aldo kehabisan kata dengan kepercayaan diri si Roy. Ha-ha-ha. Iya, gak, Al?" sikut Delia ke Aldo yang masih sibuk dengan ponselnya sejak turun dari mobil."Hm ... mungkin, dia baru ngerasa salah langkah sudah mengusir Selena dari rumah." imbuh Aldo sambil memastikan
"Mas, aku sudah bikin janji dengan dokter, hari ini hari pertama haidku." Karina membuka mulut, memasukkan sepotong sandwich berisi irisan alpukat dan telur."Oh, ya? Jadwalnya jam 11, kan?" Arjuna terlihat kaget. Tangannya yang sedang memotong roti terhenti sejenak."Aku berangkat sendiri saja, mas. Kamu nyusul." Karina tak membalas tatapan rasa bersalah Arjuna. Ia tahu suaminya harus hadir sebagai saksi di sidang perceraian Selena. Keputusan Arjuna yang tidak bisa diterimanya hingga sekarang. Jangankan menjadi saksi, mencarikan pengacara saja sudah sangat membuat Karina cemburu."Sayang, maaf, aku tidak menyangka akan jadi sulit begini. Jadwal sidang jam 10.00." sesal Arjuna menarik jemari istrinya ke sisi mejanya."Gimana kalau nanti pas kamu konsul, video call denganku, di ruangan si dokternya." pinta Arjuna sambil membujuk Karina.'Sudahlah, mas! Kamu dengan sadar memberi perhatian untuk perempuan lain.'Anggukan ringan kepa
POV MelissaHari ini lelahnya maksimal. Sejak pagi, jam 08.00 hingga pukul 09.00 malam berkutat dengan banyak data dan memandangi laptop. Aku dan Mey bersemangat membenahi sistem dan fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis start up IT Om Arman.Iya, data klien dan seluruh informasi dari perusahaan Pak Fendy, ku olah bersama Mey. Tidak meniru bulat-bulat, kami melakukan modifikasi dan membuat program menarik. Baik secara hardware dan software. Berbekal pengetahuan selama dua tahun bekerja di perusahaan Pak Fendy dan kemampuan manajemen SDM yang dikuasai Mey, kami memperkuat pilar-pilar bisnis baru Om Arman.Hari ini finishing, tahap terakhir, setelah hampir 3 minggu menjalani puluhan rapat direksi, beberapa kali briefing dengan konsultan IT bersertifikat, dan banyak agenda lain di luar kantor. Dan, aku sangat lega. Meskipun tidak mendapat posisi dalam perusahaan rintisan Om Arman, tapi aku dan Mey punya jumlah saham yang sama. Atas pemberian Om
Hari-hari berlalu terasa cepat. Sidang pertama serasa baru kemarin ia jalani, malam ini Roy menjumpai amplop coklat di pagar. Amplop yang membuat ingatannya akan kehilangan Selena dan Cheryl.Sejak ditegur oleh orang tuanya, Roy tak lagi bernyali menemui istrinya. Meski ia sangat ingin berbicara dari hati ke hati, seperti yang dulu sering mereka lakukan. Saat Cheryl belum ada.'Ah, itu sudah lama sekali. Aku baru merasa rindu sekarang. Mungkin Selena merindukannya sejak lama dan aku tidak peka.'Masuk ke rumah dengan lesu, Roy berencana langsung tidur. Ia tak ingin tidur di kamar lagi. Mendadak ia merasa kamar itu sangat sepi dan kosong. Belakangan lebih nyaman berlama-lama di sofa hingga terlelap sembari membayangkan Selena masih sibuk membersihkan dapur dan Cheryl ketiduran di karpet rasfur ditemani mainannya.Tak ia hiraukan jeritan perut yang minta diisi. Sejak pagi memang hanya diisi semangkuk mie instan. Siang tadi ia menyibukkan dir
POV RoyKepalaku berdenyut seperti dipukuli palu kecil persis di kedua pelipis. Tengkukku terasa panas dan tegang. Entah karena otakku mulai panas atau karena lapar yang ku tahan sejak siang.Aku harus makan kalau tak ingin sakit. Ku seret kaki ke dapur hendak memeriksa isi lemari. Berharap ada sisa roti setidaknya untuk pengganjal perut. Tanganku sedikit gemetar saat mengambil air minum di dispenser. Ah ... kenapa jadi konyol begini? Tak pernah terlintas dalam bayangan akan tinggal sendiri dengan kondisi mengenaskan.Ku periksa dompet, hanya ada selembar pecahan 100 ribu. Bensin belum ku isi lagi. Seingatku jarum penunjuknya sudah di garis kedua dari bawah.Tak ada stok roti. Isi kulkas kosong, bersih.Ah, kenapa gak stok mie instan dan telur, sih? Si Lala bikin stok beras gak, sih? Perutku harus diisi nasi kalau sudah begini. Container beras diletak di mana lagi.Rasanya lelah sekali mengitari dapur padahal ukuran
POV RoyAku tidak bisa menahan golak amarah melihat Selena meninggalkanku begitu saja. Dia berubah jadi pembangkang sejak ku usir dari rumah. Belum lagi temannya si Delia yang sok tahu tentang cinta. Ta* kucing!Tidak ada yang salah dengan sikap dan omonganku. Aku jelas tidak akan mencari kenikmatan dari perempuan lain kalau Selena sanggup memenuhi kebutuhanku. Istri itu, kan, memang harus sedia setiap kali suami butuh. Selena malah tidak mengakui kekurangannya. Padahal kalau dia minta maaf dan mencabut gugatan, aku siap menerimanya kembali. Meskipun dia sudah bekasnya Arjuna.Belum selesai amarah karena sikap sombong Selena, foto Bram dan Melissa di restoran Arjuna menambah tegang otot leherku. Ku lampiaskan amarah dengan meninju kaca mobil dan setir bergantian.Ku pikir aku harus melakukan sesuatu. Melissa harus tahu aku marah. Dia gak bisa pergi begitu aja dan membuatku hancur. Karir dan pendapatanku di ujung tanduk. Mengenaskan.K
Roy berulang membaca pesan terakhir Bram. Rasanya tak percaya kalau Bram kenal dengan Arjuna dan pengacara Selena. 'Selena punya pengacara? Ia mampu membayar jasa pengacara? Pasti si Arjuna yang membantunya. Sialan!'Telapak tangannya membuka, Roy menepuk meja dengan kesal. Ia tak menyangka Selena seniat itu bercerai.'Dia silau oleh harta dan kenyamanan dari Arjuna. Cih! Perempuan itu memang tak layak ku pertahankan!'Mie instannya sampai mengembang karena masih asik menggerutu. Panggilan intercom menyadarkannya, waktu sepuluh menitnya sudah berakhir."Istrimu mengajukan gugatan cerai? Apa dia tahu tentang Melissa?" tanya pak direktur terkesan mengejek. Roy terpaksa harus jujur tentang keperluan cuti mendadaknya besok. Ia bertekad hadir dan membela diri. Ia akan mengungkapkan semua kebenaran. Persetan dengan Bram, Melissa dan Arjuna!"Iya, pak. Ini hanya salah paham, itu sebabnya saya ingin meluruskan semuanya. Berdamai dan ruk