Aroma kopi memenuhi dapur. Segelas kopi hitam tanpa gula untuk Arman sudah tersedia di meja. Melissa lanjut menyiapkan sandwich dengan irisan daging dan beberapa lembar selada. Dua tumpuk sandwich untuk Arman. Done!
Mengintip sebentar ke arah kamar yang pintunya sudah terbuka lebar sejak Melissa bangun. Ranjangnya sudah kosong. Artinya Arman sudah bersiap di kamar mandi. Ia lekas mengambil buah dan sayuran dari kulkas. Ia ingin mengawali hari dengan segelas smoothies lezat.
'Hari ini pengen malas-malasan di spa, ah.'
Arman datang tepat saat segelas smoothies-nya telah bergabung di meja makan.
"You look so pretty, baby" puji Arman menarik tubuh mungil Melissa ke pelukannya. Bibir Melissa tak luput dari perhatiannya. Sebuah ciuman penuh gairah dan basah.
"I love you, Daddy" erang Melissa hampir kehabisan nafas. Menjatuhkan bobotnya dipelukan Arman.
Keduanya lalu mulai sarapan setelah Arman duduk dengan Melis
"Halo, mas" sahut suara yang familiar di telinga Roy."Lala! Lama sekali angkat teleponnya!"Terdorong oleh rasa panik bercampur kesal, Roy secara sadar membentak Lala. Padahal ia sempat menarik nafas lega saat melihat layar ponsel menampilkan detik percakapan dimulai."Mas, ini kan hari liburku, lagipula aku punya kesibukan lain. Mas juga tahu, kan?" jawab Lala ikut kesal."Belanja dengan kakek tua di swalayan, itu yang kamu maksud dengan kesibukan? Siapa nama pria yang memapah kakek tua itu?" cecar Roy terdengar semakin keki. Langsung ke inti saja, ia tidak ingin buang waktu."Mas ke swalayan tadi? Jadi, sudah belanja?" tanya Lala ingin tahu lalu berakhir dengan tawa kecil. Mungkin membayangkan Roy memilih barang di swalayan."Iya dan aku lihat kamu dengan dua orang pria. Si kakek tua itu majikanmu, kan? Lalu, pria satunya lagi siapa?""Iya, kakek. Setiap minggu harus sarapan di sana. Sekali
Pukul 06.00, Selena sudah sibuk di dapur. Menyiapkan sarapan dan bekal makan siang. Sesekali mempertajam pendengaran ke arah kamar, jaga-jaga kalau Cheryl bangun. Untunglah istirahat mereka nyenyak sepanjang malam. Cheryl pun hanya terbangun saat kehausan.Kesibukan di dapur selesai tepat saat Cheryl muncul di dapur."Cheryl, sudah bangun?" Selena terkejut melihat puterinya berdiri dengan wajah mengantuk."Sudah pede turun sendiri dari tempat tidur, nih!" goda Selena yang sudah membawa Cheryl dalam pangkuan. Mengendus leher dan dada puterinya, lalu membawanya ke kamar mandi.Dalam setengah jam keduanya sudah duduk bersebelahan di meja makan. Selena menyantap sarapan sekaligus membantu Cheryl makan."Duh, mama senang sekali Cheryl semakin pintar pakai sendok. Makannya juga lahap" puji Selena sambil mengelus pipi gembul Cheryl.Seperti paham pujian dari mamanya, Cheryl tersenyum memamerkan deretan gigi kelin
"Karina, tawaranku soal PH sudah kamu pikirkan? Gimana? Suamimu?" tanya Indra yang memandangi Karina dengan intens. Mereka berdua duduk bersisian di ruang ganti yang disiapkan khusus untuk Karina."Apa sebenarnya rencanamu, Dra?" Karina menghentikan gerakan tangannya membuka semua aksesoris yang dipakaikan oleh tim wardrobe. Sedikitpun ia tak berniat menoleh ke Indra."Rencana?" balas Indra terkekeh. Entah bagaimana wanita di sebelahnya selalu bisa menggugah selera humornya. Ia telah mengenal Karina dengan baik. Kebersamaan mereka sejak titik nol Karina hingga saat ini. Tak satupun momen yang dilewatkan oleh Indra. Rasa kagum akan talenta yang dimiliki wanita muda ini berubah menjadi sekedar peduli. Indra ingin memiliki sepenuhnya.Karina bergeming."Aku bermimpi menjadi orang yang menyaksikan pencapaian karirmu, puncak karirmu, Karina. Maka, aku gak mau melewatkan setiap kesempatan yang aku tahu pasti bisa kamu taklukan. Itu aja" terang Indra
"Roy, makasih banyak, ya. Kamu sudah banyak bantuin aku sejak pertama kali bergabung di kantor. Entah gimana jadinya aku kalau kamu gak ada." Melissa mengusap dada bidang Roy. Sudah satu jam mereka berdua duduk di sofa sambil menonton serial detektif kesukaan Roy."Sama-sama, Mel." Roy balas memeluk tubuh Melissa semakin erat. Ia tak ingin Melissa tahu rasa curiga yang semakin menjadi sejak perbincangannya dengan Pak Fendy tadi siang. Itu sebabnya ia tak menolak saat Melissa menawari mampir ke apartemen."Kamu masih lapar? Mau aku masakin sesuatu?" tawar Melissa dengan tangan mengelus perut Roy."Enggak, udah kenyang. Porsinya banyak ternyata, ya, Mel" aku Roy menunjuk wadah makanan yang sudah kosong di meja. Melissa sudah memesan makan malam dari restoran Arjuna dengan aplikasi pesan antar.Selain karena sudah kenyang, Roy khawatir ditambahkan zat berbahaya pada makanan karena Melissa menginginkan sesuatu darinya. Bisa jadi tentan
"Anak kakek hanya ada dua laki-laki. Kedua menantu semuanya akur, pak. Kalaupun ada yang punya selingkuhan di luar, itu biasanya untuk urusan bisnis, pak. Kayak Pak Arman. Punya banyak teman wanita supaya bisnisnya berkembang. Semuanya dikenalin juga ke istrinya." Meski sedang membilas piring, kucuran air kran, jawaban Lala terdengar jelas di telinga Roy. "Maksudnya, si Arman, udah bau tanah gitu doyan buang sperma ke wanita lain demi bisnis? Apa-apaan itu?" ejek Roy tak bisa membayangkan sekuat apa stamina Arman. 'Apa sanggup dia muasin si Melissa?' Seringai semakin jelas di wajah Roy. "Buang sperma? Emangnya Pak Arman doyan nge*e? Dia itu sibuk, mas. Urusan bisnisnya makin banyak, anak-anaknya juga sama kek bapaknya." Lala sudah selesai mengeringkan bak cuci piring juga meja makan. "Jadi, maksud kamu banyak teman wanita apaan? Arman merayu cewe-cewe biar apa? Trus semua ditiduri gitu ama dia?" Roy
Roy masih melangkah pelan mengikuti mobil sedan yang sudah meninggalkan area parkir restoran. Langkahnya terhenti di plang penunjuk arah parkiran."Kenapa, pak? " Tanya petugas parkir yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya."Bapak lihat mobil sedan yang baru saja keluar itu? Siapa yang punya, pak? Pelanggan di sini juga, kan?" Roy yakin petugas parkir kenal dengan Arman."Sedan yang mana, pak? Sejak tadi banyak mobil sejenis yang masuk. Makumlah pengunjung restoran ini semakin malam semakin beragam" jawab petugas parkir dengan santai."Sedan yang keluar barusan, loh, pak. Baru banget!" Roy yakin juru parkir tak mungkin dengan mudah lupa."Duh, gak ingat saya, pak. Gak hapal juga saya" sahutnya lekas meninggalkan Roy karena ada mobil yang baru masuk.Roy berdecak kesal. Ia gak habis pikir kenapa si juru parkir terkesan menyepelekan dirinya. Malas ribut, Roy memilih masuk ke restoran. Berharap Arjuna bisa dimintai k
Langkah lebar ku percepat. Firasat semakin tak enak. Tak pernah sejarahnya Pak Direktur memanggilnya sepagi ini. Tergesa mengetuk pintu ruangan si bos."Bapak cari saya?" Roy mengatur nafasnya sejenak."Roy, Melissa baru saja email surat resign ke saya." Tak jauh berbeda dengan Roy, air muka bosnya pun terlihat tegang."Resign? Jam berapa emailnya, pak? Hari terakhir aktif kerja ditulis kapan, pak?" Lidah Roy yang awalnya kelu bisa juga berkata-kata."Kamu coba baca. Saya rasa ambigu isi suratnya" Pak bos menyuruhnya duduk. Layar laptop diputar ke arah Roy.Membaca dengan cepat surat pengunduran diri Melissa yang terdiri dari empat paragraf. Tertulis hari terakhir aktif kerja Sabtu, minggu lalu."Sisa cuti Melissa masih banyak, pak?" Roy mengangkat wajah sejenak dan kembali menekuni isi surat."Waduh, saya lupa lagi simpan file update sisa cuti di mana. Coba kamu tanya ke HR Dept."Roy juga punya
Nyaris tak terpejam hingga dini hari. Berulang kali menunggu centang satu abu pesannya untuk Lala. Jam 03.30, tanda centang berubah menjadi dua berwarna biru. Semakin emosi karena tak melihat tanda-tanda Lala mengetik. Hampir ingin menekan tombol panggilan di room chat.'Jangan Roy, ini dini hari!' Jemarinya menjambak rambut kasar.Berharap Lala membalas sebelum jam 06.00. Menutup paksa kelopak matanya, ia harus istirahat. Meski pikirannya masih dipenuhi dengan tanya tentang Melissa, pesan terkirim untuk Lala sedikit membuatnya tenang.Alarm di ponselnya berbunyi. Mata Roy masih sangat mengantuk. Tangannya sudah menggenggam ponsel, berniat mematikan alarm. Namun nama Lala yang terlihat di layar membuat kesadarannya cepat terkumpul.[Nama lengkap kakek Philip Chen. Anaknya Arman Chen dan Andreas Chen. Kenapa emang, mas?]'Philip Chen? Pemilik bisnis properti itu? Arman anaknya?'Nama Philip Chen sangat familiar untuknya namu
Selena berulang kali membaca hasil putusan pengadilan yang baru saja ia terima hari ini. Tangannya bergetar memegang kertas. Gemuruh di dada semakin mengguncang pundaknya. Air matanya tak ayal tumpah. Sakit.Tak pernah membayangkan akan menjalani usia pernikahan yang singkat. Kalah dengan usia pernikahan orang tuanya. Pun tidak pernah menyangka akan menjadi janda diusia menjelang 30. Dengan satu balita.Kalau ada yang harus disesalkan, tak lain adalah komunikasi yang buruk dengan suaminya. Ketidak mampuan mereka dalam hal menyamakan persepsi tentang persiapan memiliki bayi. Kebanyakan pasangan kurang pemahaman dan pengetahuan tentang kehamilan dan mengasuh anak. Peran istri dan suami sama pentingnya dalam setiap fase. Sama-sama merasakan lelah dan bahagia menanti sang buang hati. Ayah dan ibu ada pada setiap tumbuh kembang janin bahkan hingga lahir ke dunia.Namun waktu tak lagi diulang. Tak guna juga berlama-lama dalam penyesalan. Toh, ia pun sudah berusa
POV SelenaLangkahku sedikit kaku menuju ruang kerja direktur keuangan. Pagi tadi, intercom di mejaku berbunyi sesaat setelah meletakkan bokong di kursi."Bu Selena, ada pesan dari direktur keuangan. Ditunggu jam 10 di ruangannya. Terima kasih."Intercom ditutup begitu saja. Dari nomor yang tertera di layar pesawat telepon, panggilan dari resepsionis. Entah apa yang membuat mereka sesinis itu denganku. Mengucap salam pagi pun tidak saat memulai pembicaraan.Aku tak bisa menebak apa topik pembicaraan kali ini. Ku ingat-ingat lagi seluruh list KPI-ku sebagai asisten manajer. Rasanya tidak ada yang meleset dari target. Tunjangan jabatan dan insentif tidak akan cair jika pencapainku kurang dari 75%.Perihal ijin dan kasus persidanganku, juga tidak mungkin. Sidang terakhir pun tidak ku ikuti. Semua urusan administrasi ku percayakan ke Aldo. Roy tak pernah lagi mampir dan membuat keributan.Apa berurusan dengan internal birokrasi kantor yang tidak tertulis? S
"Del, mau makan ke mana? Jangan jauh-jauh. Jam 1 sudah harus di kantor lagi." Sungkan menolak ajakan Delia dan Aldo, tapi ia juga tak ingin membuat masalah baru. Jangankan si resepsionis, tembok gedung kantor pun bisa membuat laporan ke direktur."Cafe dekat sini aja, Len. Yuk!" sahut Delia dengan mata teduh seolah menenangkan sahabatnya.Tak membantah, Selena masuk ke kursi penumpang, tepat di belakang Aldo. Mobil melaju dengan perlahan dan berhenti pada sebuah cafe yang jaraknya tak lebih 500 meter dari kantor."Roy benar-benar sentimen ke Arjuna, Len. Untung aja si Juna lagi waras tadi, kalo gak, beuhh!" Delia membuka percakapan setelah memesan menu untuknya dan Aldo."Sampai Aldo kehabisan kata dengan kepercayaan diri si Roy. Ha-ha-ha. Iya, gak, Al?" sikut Delia ke Aldo yang masih sibuk dengan ponselnya sejak turun dari mobil."Hm ... mungkin, dia baru ngerasa salah langkah sudah mengusir Selena dari rumah." imbuh Aldo sambil memastikan
"Mas, aku sudah bikin janji dengan dokter, hari ini hari pertama haidku." Karina membuka mulut, memasukkan sepotong sandwich berisi irisan alpukat dan telur."Oh, ya? Jadwalnya jam 11, kan?" Arjuna terlihat kaget. Tangannya yang sedang memotong roti terhenti sejenak."Aku berangkat sendiri saja, mas. Kamu nyusul." Karina tak membalas tatapan rasa bersalah Arjuna. Ia tahu suaminya harus hadir sebagai saksi di sidang perceraian Selena. Keputusan Arjuna yang tidak bisa diterimanya hingga sekarang. Jangankan menjadi saksi, mencarikan pengacara saja sudah sangat membuat Karina cemburu."Sayang, maaf, aku tidak menyangka akan jadi sulit begini. Jadwal sidang jam 10.00." sesal Arjuna menarik jemari istrinya ke sisi mejanya."Gimana kalau nanti pas kamu konsul, video call denganku, di ruangan si dokternya." pinta Arjuna sambil membujuk Karina.'Sudahlah, mas! Kamu dengan sadar memberi perhatian untuk perempuan lain.'Anggukan ringan kepa
POV MelissaHari ini lelahnya maksimal. Sejak pagi, jam 08.00 hingga pukul 09.00 malam berkutat dengan banyak data dan memandangi laptop. Aku dan Mey bersemangat membenahi sistem dan fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis start up IT Om Arman.Iya, data klien dan seluruh informasi dari perusahaan Pak Fendy, ku olah bersama Mey. Tidak meniru bulat-bulat, kami melakukan modifikasi dan membuat program menarik. Baik secara hardware dan software. Berbekal pengetahuan selama dua tahun bekerja di perusahaan Pak Fendy dan kemampuan manajemen SDM yang dikuasai Mey, kami memperkuat pilar-pilar bisnis baru Om Arman.Hari ini finishing, tahap terakhir, setelah hampir 3 minggu menjalani puluhan rapat direksi, beberapa kali briefing dengan konsultan IT bersertifikat, dan banyak agenda lain di luar kantor. Dan, aku sangat lega. Meskipun tidak mendapat posisi dalam perusahaan rintisan Om Arman, tapi aku dan Mey punya jumlah saham yang sama. Atas pemberian Om
Hari-hari berlalu terasa cepat. Sidang pertama serasa baru kemarin ia jalani, malam ini Roy menjumpai amplop coklat di pagar. Amplop yang membuat ingatannya akan kehilangan Selena dan Cheryl.Sejak ditegur oleh orang tuanya, Roy tak lagi bernyali menemui istrinya. Meski ia sangat ingin berbicara dari hati ke hati, seperti yang dulu sering mereka lakukan. Saat Cheryl belum ada.'Ah, itu sudah lama sekali. Aku baru merasa rindu sekarang. Mungkin Selena merindukannya sejak lama dan aku tidak peka.'Masuk ke rumah dengan lesu, Roy berencana langsung tidur. Ia tak ingin tidur di kamar lagi. Mendadak ia merasa kamar itu sangat sepi dan kosong. Belakangan lebih nyaman berlama-lama di sofa hingga terlelap sembari membayangkan Selena masih sibuk membersihkan dapur dan Cheryl ketiduran di karpet rasfur ditemani mainannya.Tak ia hiraukan jeritan perut yang minta diisi. Sejak pagi memang hanya diisi semangkuk mie instan. Siang tadi ia menyibukkan dir
POV RoyKepalaku berdenyut seperti dipukuli palu kecil persis di kedua pelipis. Tengkukku terasa panas dan tegang. Entah karena otakku mulai panas atau karena lapar yang ku tahan sejak siang.Aku harus makan kalau tak ingin sakit. Ku seret kaki ke dapur hendak memeriksa isi lemari. Berharap ada sisa roti setidaknya untuk pengganjal perut. Tanganku sedikit gemetar saat mengambil air minum di dispenser. Ah ... kenapa jadi konyol begini? Tak pernah terlintas dalam bayangan akan tinggal sendiri dengan kondisi mengenaskan.Ku periksa dompet, hanya ada selembar pecahan 100 ribu. Bensin belum ku isi lagi. Seingatku jarum penunjuknya sudah di garis kedua dari bawah.Tak ada stok roti. Isi kulkas kosong, bersih.Ah, kenapa gak stok mie instan dan telur, sih? Si Lala bikin stok beras gak, sih? Perutku harus diisi nasi kalau sudah begini. Container beras diletak di mana lagi.Rasanya lelah sekali mengitari dapur padahal ukuran
POV RoyAku tidak bisa menahan golak amarah melihat Selena meninggalkanku begitu saja. Dia berubah jadi pembangkang sejak ku usir dari rumah. Belum lagi temannya si Delia yang sok tahu tentang cinta. Ta* kucing!Tidak ada yang salah dengan sikap dan omonganku. Aku jelas tidak akan mencari kenikmatan dari perempuan lain kalau Selena sanggup memenuhi kebutuhanku. Istri itu, kan, memang harus sedia setiap kali suami butuh. Selena malah tidak mengakui kekurangannya. Padahal kalau dia minta maaf dan mencabut gugatan, aku siap menerimanya kembali. Meskipun dia sudah bekasnya Arjuna.Belum selesai amarah karena sikap sombong Selena, foto Bram dan Melissa di restoran Arjuna menambah tegang otot leherku. Ku lampiaskan amarah dengan meninju kaca mobil dan setir bergantian.Ku pikir aku harus melakukan sesuatu. Melissa harus tahu aku marah. Dia gak bisa pergi begitu aja dan membuatku hancur. Karir dan pendapatanku di ujung tanduk. Mengenaskan.K
Roy berulang membaca pesan terakhir Bram. Rasanya tak percaya kalau Bram kenal dengan Arjuna dan pengacara Selena. 'Selena punya pengacara? Ia mampu membayar jasa pengacara? Pasti si Arjuna yang membantunya. Sialan!'Telapak tangannya membuka, Roy menepuk meja dengan kesal. Ia tak menyangka Selena seniat itu bercerai.'Dia silau oleh harta dan kenyamanan dari Arjuna. Cih! Perempuan itu memang tak layak ku pertahankan!'Mie instannya sampai mengembang karena masih asik menggerutu. Panggilan intercom menyadarkannya, waktu sepuluh menitnya sudah berakhir."Istrimu mengajukan gugatan cerai? Apa dia tahu tentang Melissa?" tanya pak direktur terkesan mengejek. Roy terpaksa harus jujur tentang keperluan cuti mendadaknya besok. Ia bertekad hadir dan membela diri. Ia akan mengungkapkan semua kebenaran. Persetan dengan Bram, Melissa dan Arjuna!"Iya, pak. Ini hanya salah paham, itu sebabnya saya ingin meluruskan semuanya. Berdamai dan ruk