Seakan suara itu tak asing di telinga Ovan. Ia segera terfokus dengan wajah cantik Barbara dengan riasan tipis dan balutan pakaian petugas. Sangat terkejut, tapi ia hanya bisa menahan dirinya."Ternyata kau...""Aku sedang bertugas, setidaknya mengambil alih tugas seseorang malam ini. Apa ini membuatmu terkejut?" tanya Barbara dan tersenyum."Tidak mungkin, aku nggak gampang kaget setelah apa yang terjadi di Belanda. Kamu memang sanggup melakukan apapun yang kamu mau," jawabnya santai. "Uang memang sangat luar biasa."Wajah Barbara cemberut."Kamu memang tidak pernah menghargai seluruh perjuangan yang kulakukan. Aku tahu ini cukup memalukan, tapi aku harus bagaimana?" balas Barbara. "Aku merasa kesal dan frustasi, dan sekarang Leo mendapatkan perhatian dari Papa."Mendengar nama Leo, hati Ovan serasa mendidih. Bagaimanapun diantara Barbara dengan Leo, diantara mereka pernah terjalin perasan cinta yang mendalam. Bisa saja Barbara masih marah dan suatu saat hatinya kembali dalam cinta d
Anton Bagaskara dikejutkan dengan sebuah berita rahasia yang baru saja Leo bawa. Ia melotot tajam melihat sebuah foto yang didapatkan Leo berkenaan dengan siapa saja yang berada dibalik Ovan dengan penyelidikan khusus oleh sebuah badan intelejen. Ia sangat heran karena pelaku itu adalah seorang wanita yang sangat ia kenal dan bahkan sangat ia cintai."Maaf, Pak. Foto ini masih belum bisa dilihat dengan jelas karena sulit sekali untuk mengambilnya," kata Leo meminta maaf.Sementara itu Anton Bagaskara terfokus pada foto itu tanpa bergeming. Meskipun itu sedikit tidak fokus, ia bisa mengenali dengan mudah wanita itu."Saya akan meminta lagi untuk gambar yang lebih jelas," katanya lagi sementara Anton masih diam. "Saya juga mendapatkan informasi bahwa wanita ini memiliki tujuan ke Indonesia. Jadi sangat mungkin dia adalah orang Indonesia."Anton masih diam. Ia harus tau apa tujuan Veina datang ke Indonesia sekarang ini. Bisa saja ia.menjadi penolong Ovan sehingga mempersingkat masa penah
Barbara tidak bisa membongkar siapa jati diri wanita di dalam foto tersebut di hadapan Leo. Wanita itu adalah ibunya, dan merupakan masa lalu pahit ayahnya. Rahasia itu mungkin saja tetap tersimpan atau bakal terbongkar dalam waktu cepat, ia tak bisa menjamin. Hanya saja, ia lebih suka menyimpannya saat ini."Kamu juga mengenal wanita ini?" tiba-tiba Leo membuatnya terkesiap."Aku? Ehm... tidak, tapi aku tahu siapa dia.""Baguslah kalau begitu. Bukankah itu lebih memudahkan untuk menangkapnya? Aku akan memakai banyak cara yang akan menggiring wanita ini segera kembali ke Indonesia dan akan lebih mudah melakukan penangkapan di tempat ini. Gimana, kamu setuju?"Lagi-lagi Leo membuat Barbara terkejut. Apa yang harus ia setujui jika itu akan membuat Ovan dan ibunya celaka?"Leo, aku merasa malas membahas soal pekerjaan Ayahku. Apa tidak bisa kita bicara hal lain?" ujarnya dengan wajah kesal. "Aku mau tidur saja kalau tidak ada yang akan kamu bicarakan, ini masalah pekerjaanmu dengan ayahk
Leo bertekad untuk membuat Barbara kembali menyukainya, tak perduli dengan status yang Barbara sandang saat ini."Aku tidak boleh melewatkan kesempatan lagi dan menyesal di kemudian hari," tekadnya.Untuk sementara waktu, ia akan menuruti kemauan Barbara menemui Ovan, akan tetapi semua tidak akan bisa terulang lagi.Kekecewaan terhadap pengkhianatan Selen membuatnya kembali menyukai Barbara. Ia sungguh membenci Selen yang membuat hubungan mereka hancur. Bahkan ia berharap kehidupan Selen lebih sengsara karena mengandung anak orang lain saat menikah dulu."Kamu selama ini koma dan hanya tidur di kamar ICU, kamu tidak ingat apapun soal hubungan kita?" kata Selen meyakinkan bahwa bayi di dalam perutnya yang membesar itu adalah anak mereka berdua."Tidak, Selen. Aku tidak lupa dengan semua penipuan yang kamu lakukan padaku selama ini. Kamu menjebakku dengan cara bodoh, Selen. Tapi sayangnya aku tidak akan tertipu.""Tapi Leo, ini adalah anak kita, bagaimana bisa kamu mengelak? Toh kita ad
Leo berdehem dengan ujaran wanita itu dan berpura-pura tidak mendengar apapun.Mata Selen menatap tajam pada bayi merah di tangan ibunya. Leo bisa merasakan tatapan kebencian Selen pada anak itu.Terdorong rasa kemanusiaan, Leo mendekati sang ibu dan mengambil bayi itu."Wah, bayi ini sungguh tak mirip denganku. Aku merasa kalian pasti punya keturunan bule dari kakek moyang kalian. Baiklah, anggap saja dapat bonus, ya nggak Selen?" sindir Leo.Ibu Selen mengernyit, ia juga merasa kejanggalan itu dan segera memahami situasinya. Bagaimanapun ia harus menyelamatkan harga diri putrinya."Aah, benar juga. Kita memang punya keluarga besar yang mereka adalah keturunan Jerman. Aku rasa, tetesan darah mereka juga jatuh di anak keturunan kalian," jawab sang Ibu.Berjalannya waktu, Leo akhirnya memutuskan untuk bercerai dari Selen dan bekerja pada Anton Bagaskara, yang merupakan ayah Barbara. Ia sangat berharap bisa bertemu Barbara lagi. Akan tetapi ternyata Barbara sangat sulit untuk didekati.
Sesampainya di area pengunjung untuk menunggu orang-orang yang hendak mereka temui, Barbara menunggu dengan gelisah. Biasanya Ovan akan menolak bertemu jika tahu dirinya yang datang berkunjung. Untuk itu ia memakai nama Leo untuk membuat Ovan mau menemui. Rasa frustasi itu datang begitu saja saat duapuluh menit berlalu Ovan tak kunjung menemuinya.Setelah sekian lama, Ovan baru muncul dengan pakaian khas penjara. Pria itu langsung menemui Leo yang sudah menunggunya. Ovan tak menyadarai bahwa Barbara juga sedang menunggunya."Leo, apa aku nggak salah mengenali seseorang?" cibir Ovan saat menemui Leo sementara Leo hanya menanggapi dengan senyuman."Kurasa kamu benar. Tidak seharusnya aku berempati pada kriminal sepertimu. Tapi bagaimana lagi, kekasihku masih merindukan kamu," ujarnya."Kekasih kamu?" Ovan mendelik dengan pengakuan Leo."Aku bukan kekasih kamu, Leo. Aku masih istri sah Ovan, jadi tidak mungkin aku menjadi kekasihmu," Barbara segera datang menyangkal ucapan Leo."Dia cuma
"Kamu sedang mempermainkan seseorang, Barbara?" Ovan terlihat memicingkan matanya menatap tajam wanita cantik yang mencurigakan itu. Apa rencana Barbara sebenarnya? Terkadang ia merasa Barbara selalu melebihi ekspetasinya. Apapun selalu bisa Barbara lalui, bahkan meskipun ia pergi menjauh dari wanita ini sampai ke eropa atau kemanapun, dan kini bahkan saat dirinya berada di penjara, wanita ini selalu tak kurang akal."Aku tidak mempermainkan seseorang, Ovan. Kamulah yang mempermainkan hatiku selama ini. Andai saja kamu menyerah dengan cintaku, mungkin saja aku tak akan segila ini."Ovan mengatupkan mulutnya rapat menahan gejolak jiwanya saat ini. Cinta memang indah diucapkan. Bahkan bersama Vanessa ia masih bisa mengucapkan cinta meskipun saat menatap Vanessa yang selalu menderita sebab penyakitnya hatinya justru terluka saat mengatakan kata-kata cinta itu.Kalaupun sebenarnya ia sangat mencintai Barbara, ia tak sampai hati untuk mengatakannya karena hubungan itu tak ubahnya seperti
"Tempat apa ini? Untuk apa kita datang ke tempat ini?" tanya Ovan sembari mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan rumah minimalis yang baru saja mereka masuki itu."Ini rumah kita, ehmm, maksudku, ini adalah tempat untuk kita bisa bertemu dengan leluasa. Meskipun tidak terlalu bagus, aku merasa kamu pastilah sangat menyukainya."Ovan menatap Barbara sejenak. Sekali lagi ia terbelenggu dalam perasaan tak ingin menolak apapun itu dari Barbara."Ini terlalu bagus jika dibandingkan dengan penjara yang aku tempati. Akan tetapi, sebenarnya ini sangat tidak perlu, Barbara.""Kenapa? Apakah kau sungguh tak pernah merindukanku sedikitpun?" lirihnya kecewa. Barbara menatap jauh keluar jendela di hadapannya. "Kau mencintai Vanessa adikku, dan kau tidak pernah berpaling dari mencintainya meskipun aku telah berusaha sebisaku. Apa tidak mungkin bagiku menjadi bayangan Vanessa sekalipun, aku sungguh rela melakukannya, Ovan."Barbara terus menatap jauh, hatinnya terluka saat mengatakannya.