Leo bertekad untuk membuat Barbara kembali menyukainya, tak perduli dengan status yang Barbara sandang saat ini."Aku tidak boleh melewatkan kesempatan lagi dan menyesal di kemudian hari," tekadnya.Untuk sementara waktu, ia akan menuruti kemauan Barbara menemui Ovan, akan tetapi semua tidak akan bisa terulang lagi.Kekecewaan terhadap pengkhianatan Selen membuatnya kembali menyukai Barbara. Ia sungguh membenci Selen yang membuat hubungan mereka hancur. Bahkan ia berharap kehidupan Selen lebih sengsara karena mengandung anak orang lain saat menikah dulu."Kamu selama ini koma dan hanya tidur di kamar ICU, kamu tidak ingat apapun soal hubungan kita?" kata Selen meyakinkan bahwa bayi di dalam perutnya yang membesar itu adalah anak mereka berdua."Tidak, Selen. Aku tidak lupa dengan semua penipuan yang kamu lakukan padaku selama ini. Kamu menjebakku dengan cara bodoh, Selen. Tapi sayangnya aku tidak akan tertipu.""Tapi Leo, ini adalah anak kita, bagaimana bisa kamu mengelak? Toh kita ad
Leo berdehem dengan ujaran wanita itu dan berpura-pura tidak mendengar apapun.Mata Selen menatap tajam pada bayi merah di tangan ibunya. Leo bisa merasakan tatapan kebencian Selen pada anak itu.Terdorong rasa kemanusiaan, Leo mendekati sang ibu dan mengambil bayi itu."Wah, bayi ini sungguh tak mirip denganku. Aku merasa kalian pasti punya keturunan bule dari kakek moyang kalian. Baiklah, anggap saja dapat bonus, ya nggak Selen?" sindir Leo.Ibu Selen mengernyit, ia juga merasa kejanggalan itu dan segera memahami situasinya. Bagaimanapun ia harus menyelamatkan harga diri putrinya."Aah, benar juga. Kita memang punya keluarga besar yang mereka adalah keturunan Jerman. Aku rasa, tetesan darah mereka juga jatuh di anak keturunan kalian," jawab sang Ibu.Berjalannya waktu, Leo akhirnya memutuskan untuk bercerai dari Selen dan bekerja pada Anton Bagaskara, yang merupakan ayah Barbara. Ia sangat berharap bisa bertemu Barbara lagi. Akan tetapi ternyata Barbara sangat sulit untuk didekati.
Sesampainya di area pengunjung untuk menunggu orang-orang yang hendak mereka temui, Barbara menunggu dengan gelisah. Biasanya Ovan akan menolak bertemu jika tahu dirinya yang datang berkunjung. Untuk itu ia memakai nama Leo untuk membuat Ovan mau menemui. Rasa frustasi itu datang begitu saja saat duapuluh menit berlalu Ovan tak kunjung menemuinya.Setelah sekian lama, Ovan baru muncul dengan pakaian khas penjara. Pria itu langsung menemui Leo yang sudah menunggunya. Ovan tak menyadarai bahwa Barbara juga sedang menunggunya."Leo, apa aku nggak salah mengenali seseorang?" cibir Ovan saat menemui Leo sementara Leo hanya menanggapi dengan senyuman."Kurasa kamu benar. Tidak seharusnya aku berempati pada kriminal sepertimu. Tapi bagaimana lagi, kekasihku masih merindukan kamu," ujarnya."Kekasih kamu?" Ovan mendelik dengan pengakuan Leo."Aku bukan kekasih kamu, Leo. Aku masih istri sah Ovan, jadi tidak mungkin aku menjadi kekasihmu," Barbara segera datang menyangkal ucapan Leo."Dia cuma
"Kamu sedang mempermainkan seseorang, Barbara?" Ovan terlihat memicingkan matanya menatap tajam wanita cantik yang mencurigakan itu. Apa rencana Barbara sebenarnya? Terkadang ia merasa Barbara selalu melebihi ekspetasinya. Apapun selalu bisa Barbara lalui, bahkan meskipun ia pergi menjauh dari wanita ini sampai ke eropa atau kemanapun, dan kini bahkan saat dirinya berada di penjara, wanita ini selalu tak kurang akal."Aku tidak mempermainkan seseorang, Ovan. Kamulah yang mempermainkan hatiku selama ini. Andai saja kamu menyerah dengan cintaku, mungkin saja aku tak akan segila ini."Ovan mengatupkan mulutnya rapat menahan gejolak jiwanya saat ini. Cinta memang indah diucapkan. Bahkan bersama Vanessa ia masih bisa mengucapkan cinta meskipun saat menatap Vanessa yang selalu menderita sebab penyakitnya hatinya justru terluka saat mengatakan kata-kata cinta itu.Kalaupun sebenarnya ia sangat mencintai Barbara, ia tak sampai hati untuk mengatakannya karena hubungan itu tak ubahnya seperti
"Tempat apa ini? Untuk apa kita datang ke tempat ini?" tanya Ovan sembari mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan rumah minimalis yang baru saja mereka masuki itu."Ini rumah kita, ehmm, maksudku, ini adalah tempat untuk kita bisa bertemu dengan leluasa. Meskipun tidak terlalu bagus, aku merasa kamu pastilah sangat menyukainya."Ovan menatap Barbara sejenak. Sekali lagi ia terbelenggu dalam perasaan tak ingin menolak apapun itu dari Barbara."Ini terlalu bagus jika dibandingkan dengan penjara yang aku tempati. Akan tetapi, sebenarnya ini sangat tidak perlu, Barbara.""Kenapa? Apakah kau sungguh tak pernah merindukanku sedikitpun?" lirihnya kecewa. Barbara menatap jauh keluar jendela di hadapannya. "Kau mencintai Vanessa adikku, dan kau tidak pernah berpaling dari mencintainya meskipun aku telah berusaha sebisaku. Apa tidak mungkin bagiku menjadi bayangan Vanessa sekalipun, aku sungguh rela melakukannya, Ovan."Barbara terus menatap jauh, hatinnya terluka saat mengatakannya.
Anton Bagaskara bisa memaklumi kemarahan Leo yang dipermainkan Barbara. Ia juga tak mengerti kenapa putrinya bertingkah konyol seperti itu."Maafkan aku. Aku tak mengerti apa sebab Barbara melakukan semua ini. Apakah dia sedang melakkukan balas dendam kepadamu, akan tetapi aku tau kalau ini sangat keterlaluan. Aku akan memberinya peringatan. Sayangnya masih bituh waktu untuk mengeluarkan kamu dari tempat ini."Leo sangat kesal. Permainan konyol Barbara ini pastilah akan menimbulkan masalah besar karena status Ovan sekarang pasti akan membuatnya diburu polisi di luaran sana."Sial! Bagaimana kalau mereka tidak kembali? Aku aknmenuntut kalian secara hukum karena bermain-main dengan nama baik orang lain.""Tenanglah, aku pasti akan menemukan mereka berdua segera."Anton Bagaskara segera menemui pegawai untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi dan menimbulkan kekacauan ini."Ini sangat berbahaya. Bagaimana bisa kalian membiarkan buron bersama putriku? Bagaimana kalau laki-laki itu me
"Oh my god. Barbara, aku harus mencari nafkah demi istriku tercinta tidak kelaparan. Haruskah kita cuma berdiri saja di sini tanpa melakukan apapun? Dan lihat, banyak makanan enak yang harus kubeli untuk istriku itu," katanya lagi sambil mengusap puncak kepala Barbara."Ehemm, tapi nggak akan lama kan? Memangnya kamu akan bekerja sama siapa? Bagaimana caramu mendapatkan pekerjaan itu? Kamu tau aku sangat kuatir, Ovan. Ini sangat ramai dan tidak seperti yang aku kira."Ovan menggelengkan kepalanya. Sebenarnya mereka hanya sedang bertualang dan bermain-main. Akan tetapi sebenarnya ia juga sangat ingin mencoba pekerjaan pria yang sangat menguras keringat itu."Kamu takut aku bekerja atau kamu takut aku tidak mendapatkan apapun untukmu? ayolah, selama manusia berusaha, pastilah Tuhan memberikan bayarannya. Hemm?"Akhirnya Barbara mengangguk demi kesepakatan yang memang sudah mereka buat. Iapun membiarkan Ovan melangkah pergi meninggalkannya.Sementara itu, Ovan melangkah menyusuri toko-to
"Tapi...ini terlalu berat untukmu. Aku takut kalau otot tubuhmu akan cedera.""Jangan kuatir, itu tak akan terjadi padaku selama kamu ada di sini."Barbara tersenyum dan tidak lagi bisa mengatakan apapun untuk melarang Ovan, "Baiklah kalau begitu, aku akan mengawasimu dari sini."Setelah waktu berlalu dan matahari mulai mengeluarkan cahaya panasnya, Ovan telah selesai mengangkut lima karung bawang.Selembar uang berwarna biru itu membuatnya tersenyum sambil berjalan menuju tempat Barbara menunggunya."Apakah uang ini cukup, istriku?"Barbara menatap kaget dengan lembaran uang tersebut. "Apa cuma ini yang kamu terima, Ovan?" desisnya."Ssst, kenapa kamu tidak bersyukur? Ini adalah keringatku yang sangat mengagumkan.""Aaah, benar juga. Ini akan cukup untuk membeli minyak gosok, suamiku."Barbara tertawa lebar, mereka membeli beberapa jenis makanan yang terihat sangat enak lalu segera membawanya pulang ke rumah kontrakan itu.Saat berada di pintu rumah tersebut Barbara menghirup udara p