Tiba saatnya, Ovan berada di suatu keadaan untuk ia bisa menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik. Akan tetapi Barbara yang selalu berada di sampingnya membuat tangannya berkeringat luar biasa. Barbara cukup cerdas untuk tidak membiarkan Ovan bekerja tanpa ia awasi."Ovan, kau terlihat letih. Besok kita akan lanjutkan lagi pekerjaan ini. Ayo kita pulang dan pergi ke suatu tempat," pinta Barbara kemudian.Karena Ovan tak punya jalan lain selain menerima tawaran Barbara, iapun tak bisa berbuat banyak selain setuju dan mengakhiri rencananya untuk sementara waktu."Ke suatu tempat?""Benar, sudah lama aku tidak berlatih di arena tembak."Ovan mengernyit. Ia bahkan tak pernah mendapatkan informasi hobi Barbara yang satu ini."Kau melakukan hobi semacam itu?""Kebanyakan anak konglomerat melakukannya untuk melindungi diri mereka. Kurasa aku butuh juga meskipun bukan putri konglomerat. Aku semakin lemah dengan kondisi kakiku ini, jadi mungkin ini sedikit memberiku kekuatan."Tiba-tiba Barbara
Barbara mengenakan atribut menembak dengan cepat. Berbeda dengan Ovan yang masih bingung mengenakannya dan apalagi memasukkan peluru ke dalam pistol. Seorang pemandu membantunya dan mengajari teknik menembak pada sebuah objek yang tidak terlalu jauh. Beberapa kali tembakan, Ovan memang sedikit memahami cara memakainya dan mulai mencoba teknik membidik agar tepat sasaran.Setelah pemandu itu pergi, Ovan mencobanya sendiri.Duarr! Duarr!Satu kena di batas tengah dan satunya lagi meleset lebih jauh.Lalu iapun melihat Barbara yang membidik dengan serius pada setiap sasaran tembak yang berganti. Beberapa kali tembakan tak ada satupun yang meleset. Gadis itu sangat menikmati permainannya.Seseorang dari arah lain mendekati Barbara, pria itu juga membidik sasaran tak kalah hebatnya dengan Barbara. Karena itu membuat Barbara jadi penasaran.Setelah pria itu benar benar berhenti, pria itu membuka penutup wajahnya."Barbie, skormu masih sama dengan yang dulu. Kau masih di skor 70 dan aku masi
"Tunggu, aku harus bicara."Leo membalikkan badannya, melihat ke arah suara."Hmm, sepertinya kau penasaran.""Tidak, samasekali tidak. Aku justru ingin mengatakan kepadamu bahwa kau tak perlu merasa kuatir tentang apapun yang terjadi pada kami. Begitu juga bagaimanapun keadaan Ovan, itu bukanlah urusanmu. Itu saja!"Lalu Barbara membalikkan rodanya, setelah menegaskan kalimat tersebut."Bagaimana kalau ternyata dia seorang mucikari. Aku sungguh bisa membuktikan kepadamu, Barbara"Barbara berhenti sejenak, tapi kemudian melanjutkan untuk kembali ke mobilnya dimana Ovan telah menunggu.Ovan dan Barbara saling diam, hingga Ovan memulai percakapan."Kau terlihat meragukan aku, Barbara.""Untuk apa aku harus meragukan suamiku sendiri? Andai kau memiliki masa lalu, maka aku juga memiliki masa lalu. Seburuk apapun masa lalumu maka aku akan menerima keadaanmu apa adanya. Aku hanya merasa marah, kenapa kau tak sedikitpun membuka diri untuk bercerita tentang masa lalumu kepadaku, wanita yang t
Setelah Ovan pergi, Barbara menghubungi Michael, temannya yang berada di Bandung. Michael adalah seorang temannya di sebuah Klub motor gede yang juga memiliki beberapa usaha bar dan karaoke. Ia sedikit penasaran, dengan apa yang dikatakan Leo kepadanya."Halo nona Bar bar, sudah lama sekali kau tak menghubungi aku. Kau tenggelam dimana?""Sial, kenapa kau bilang aku Bar bar, hah. Kalau aku bar bar, akan kusita satu klub kamu buat nutup utang kamu yang udah berbunga jutaan dolar itu," seloroh Barbara menyinggung utang dua puluh ribu di warung es karena dompet Michael hilang dicopet orang. "Ya ampun, utangku cuma utang es teh, kenapa jadi jutaan dolar? Ha ha ha...bener bener kau pejuang bar bar," gelak tawa Michael menggelegar. "Jadi, gimana caraku melunasi hutangku?" "Bantu aku mencari informasi tentang seseorang yang akan aku kirimkan fotonya. Kalau perlu, sewa beberapa orang untuk menggali informasi ini. Akan tetapi rahasiakan dengan baik masalah ini.""Wah wah wah, kau berlagak j
Esok harinya, Anton Bagaskara mengadakan rapat darurat. Permasalah keamanan menjadi sorotan utama dalam rapat ini. Mau tidak mau, Barbara juga hadir dalam rapat tersebut dan juga Ovan yang berstatus sebagai suami Barbara dan juga staf Barbara."Seperti yang kalian ketahui, ada peristiwa penting yang harus saya sampaikan pagi ini. Pembobolan akun milik perusahaan adalah kejahatan yang tidak bisa kita abaikan. Semua data penting perusahaan harus dijaga dengan baik sehingga perusahaan tetap bisa beroperasi dengan sebagaimana mestinya."Lalu pria itu melihat ke arah Ovan."Begitu juga Anda, sebagai karyawan baru harus melaporkan jika ada sesuatu yang mencurigakan.""Baik, Pak," kata Ovan sembari berdiri dengan singkat."Untuk itu, tolong perketat kembali penjagaan, dan ubah setiap detil keamanan baik password dan juga perangkat pendukung lainnya."Setelah rapat tersebut, Ovan pergi ke toilet dan di sana sudah ada seorang pria yang merupakan pegawai perusahaan tersebut. Pria itu tersenyum
Di ruangan Anton Bagaskara, Ovan dipersilahkan duduk menghadap.Pria itu melihat Ovan dengan pandangan tegas dan penuh wibawa. Hati Ovan menciut, mengingat bagaimana dirinya telah melakukan kejahatan dalam perusahaan tersebut."Duduklah, kita akan mengobrol sedikit tentang pekerjaan."Ovan duduk seperti yang Anton maukan."Aku senang kau bekerja cukup baik. Barbara bahkan memuji kinerja yang kau miliki. Aku senang, jika Barbara merasa senang hidup bersamamu dan juga bekerja bersamamu. Barbara adalah putriku semata wayang, aku hanya selalu berharap dia hidup bahagia."Ovan tertunduk sambil sesekali menatap wajah Anton Bagaskara."Setelah ibunya pergi dariku dengan meninggalkan putrinya begitu saja, tanpa pesan, tanpa kesan apapun. Aku tak tahu harus bagaimana merawat gadisku dengan baik, untuk itulah, aku segera menikahi Lena yang sebenarnya Lena adalah sahabat Veina, istriku sendiri. Akan tetapi, hal itulah yang membuat Barbara berfikir aku berselingkuh, dan Lena telah merebutku dari
Di suatu tempat, Leo bertengkar hebat dengan Selen."Kau harus tanggung jawab, Leo! Aku hamil!" Selen berteriak histeris karena Leo baru akan beranjak pergi.Mendengar perkataan Selen, langkahnya terhenti. Telapak tangannya mengepalkan tinjunya."Hamil? Bagaimana mungkin, Selen? Kau an aku melakukannya padamu?""Kau...kau mana mungkin ingat. Malam itu kau mabuk berat, dan melecehkan aku," ujarnya sambil terisak-isak.Leo memicingkan matanya. Awalnya mereka berbicara soal pernikahan, Selen meminta untuk bisa segera menikah, sedangkan kondisi ayah Leo sedang koma di rumah sakit. Ia tak ingin menikahi Selen dengan cepat hingga setidaknya kondisi keluarganya sedikit tenang.Akan tetapi ternyata Selen mendesak Leo dan tak mau perduli dengan kondisi keluarga Leo yang sedang kesusahan. Hal itu membuat mereka bertengkar hebat."Selen...kamu nggak salah ngomong 'kan? Benarkah aku melakukan hal yang tak senonoh kepadamu?""Leo, mana mungkin aku melakukannya dengan pria lain? Aku kekasihmu, dan
Dokter Lusi mematung, mencoba mencerna kalimat yang baru saja ia dengar dari Leo. Melihat mata pria itu seperti orang bingung dan penuh keraguan."Apa maksudmu, Leo?""Begini... masalahnya aku tak pernah merasa melakukan sesuatu kepadanya. Dia bilang, aku melakukannya saat mabuk tempo hari, tapi aku tak merasa aku melakukannya, tidak mungkin!""Bisakah kau mengingat, kapan kau mabuk berat waktu itu? Ini sangat penting untuk menjadi bukti."Leo mengingat kejadian dimana malam itu adalah malam ketika ayahnya pertama kali tidak sadarkan diri koma di rumah sakit."Kurasa dua bulan lalu, Dokter."Dokter tersenyum, sepertinya tidak cocok dengan kehamilan Selen."Aku tidak yakin, tetapi sepertinya tidak cocok dengan usia kehamilan Selen, karena Selen sudah hamil dua belas pekan yang artinya selisih satu bulan dengan kehamilan dan kejadian malam itu."Leo mengepalkan tangannya, merasa kesal karena dibodohi gadis itu. "Jadi apa yang akan kau lakukan, Leo?""Entahlah, aku sudah berjanji untuk