"Tidak mungkin, rasanya aku sudah memastikan bahwa semua file itu terhapus. Akan tetapi apakah ada sebuah eror sistem sehingga tidak bisa menghapus?" lirih Dave bermonolog."Dave? Ngapain pagi -pagi sudah bengong begitu? Apa semalam kamu bertemu bidadari?" suara Barbara membuatnya menoleh ke asal suara. Bertemu bidadari katanya? Ah, yang benar saja, yang ada dia baru saja dikerjain Maid pemarah itu, batinnya."Eh, begitulah, Barbara. Sayangnya bidadari yang kutemui sangatlah menjengkelkan. Coba saja kalau ketemu lagi, apa yang paling cocok untuk kulakukan?"Barbara mengernyit, apa maksud Dave sebenarnya?"Kamu harus hati-hati kalau begitu, Dave. Bisa jadi itulah bidadari yang sebenarnya.""Hei, apa maksudmu?""Loh, aku yang seharusnya bertanya apa maksudmu!""Sudah, jangan ribut. Ayo sayang, mari kita ke pengadilan untuk menyerahkan barang bukti ini. Setidaknya aku ingin mereka mendapatkan hukuman yang setimpal. Hmm?"Barbara tak menjawab, ia hanya menatap Ovan bergantian dengan melih
Setelah sadar, Ceila melihat Selen menangis tersedu di sampingnya, sementara beberapa orang tetangga dan perawat juga ada di sana. Wanita itu terlihat sedih bahkan Ceila tahu bahwa tangisan Selen hanya tangisan berpura-pura."Kenapa aku harus terbangun dan menjadi beban semua orang di sini?" kata Ceila dengan sedikit lantang dan menatap lurus ke depan.Perbuatan itu membuat semua yang ada di sana saling melihat."Ceila, pelankan suaramu, kenapa kamu membuat ucapan omong kosong? Kamu cari perhatian?" desis Selen kesal dengan putrinya. Jangan sampai semua orang tahu dengan pertengkaran mereka, itu bisa menjatuhkan harga dirinya. "Kamu sedang shock, Ceila. Kembalilah berbaring dan jangan terlalu banyak berbicara," kata Selen dan membantu Ceila untuk berbaring. Selen takut kalau ucapan Selen bisa dimengerti oleh beberapa orang di sana. Karena salah satu tetangganya berasal dari Malaysia dan juga Indonesia, mereka bisa saja mengerti ucapan Ceila.Ceila hanya diam dan membiarkan Selen memba
Risa bingung, sikap Dave tidak seperti perbuatannya yang berusaha menggodanya. Apa maksudnya sebenarnya?"Pak, tolong lepaskan. Baiklah kalau tidak bisa, maka kita selesaikan urusan ini," kata Risa berharap kepastian.Tak disangka, Dave melepaskan dirinya, ia sangat bersyukur Dave tidak melakukan apapun kepadanya. Ia tahu telah berbuat salah, akan tetapi tidak seharusnya Dave melecehkan dirinya. Ia hanya bernapas lega dan melihat Dave takut -takut.Sementara itu tiba-tiba Ceila muncul dari arah pintu."Mom Risa, aku sangat lapar sekali. Aku ingin makan omelette kentang ditaburi keju seperti kemarin. Ayolah, aku sudah sangat lapar," kata Ceila dan tangan kecilnya menyeret tangan Risa.Risa menjadi sangat ragu karena ia mendengar kalau Dave tadi mengatakan tidak akan lagi mempekerjakan dirinya. Akan tetapi hatinya sangat menyayangi Ceila yang selalu bermanja-manja dengannya. Bagaimana kalau gadis itu tahu? Ah tidak, Risa tidak bisa membayangkannya."Mom?""Ah, sebentar. Ya sudah, ayo ki
"Lihat aku, Risa. Kenapa kamu mengemasi pakaianmu? Apa yang terjadi?" kini Dave menyentuh kedua sisi tubuh Risa.Risa menatap Dave keheranan."Pak, bukannya saya harus berhenti sekarang juga? Saya sedang mengemas pakaian dan hendak pergi kembali ke rumah orang tua saya. Maaf karena telah mengecewakan bapak," kata Risa pelan dan sedih. Dan iapun tidak bisa lagi menahan tetesan air matanya yang memaksa untuk keluar."Kamu? Mau pulang? Kenapa? Apakah karena apa yang kuucapkan tadi?"Risa mengangguk pelan. Ia melakukannya memang karena ucapan Dave tadi yang tidak mau lagi mempekerjakan dirinya."Risa... maafkan aku. Maafkan kalau aku mungkin terlalu terburu-buru dalam mengatakannya. Aku tidak bermaksud memaksamu untuk....uhmm... tunggu. Bukankah aku belum menyatakan perasaanku?""Maksudnya?" Risa malah bingung, sama bingungnya dengan Dave."Risa... kata-kata mana yang aku katakan sehingga kamu mengemas pakaianmu?" tanya Dave, ia merasa telah terjadi salah faham di sini."Bukankah tadi Pak
Risa benar-benar tak bisa menjawab celotehan bocah kecil itu, mengingat bagaimana dekatnya ia dengan Ceila. Berat rasanya untuk pergi dari tempat itu, namun bagaimanapun ia harus punya harga diri. Ia sangat takut Dave hanyalah melecehkan dirinya saja."Mommy, apakah Mommy harus pergi?" tanya bocah itu dan memegangi tangan Risa. "Kalau mommy pergi, maka Ceila akan ikut Mommy," kata bocah itu kemudian.Risa yang masih terpaku dalam kebingungannya, antara melanjutkan langkahnya atau meladeni ucapan bocah itu. Ia sungguh takut Ceila semakin memberatkan langkahnya untuk pergi."Mommy?" kini bocah itu mengguncang tubuh Risa, menuntut penjelasan dari Risa apakah dia bisa ikut kemanapun Risa pergi.Risa menggigit bibirnya, ia merasa kelu mendengarkan rengekan Ceila kecil, ia sangat pilu mendengarnya."Ceila, Daddy pasti akan mendapatkan mommy yang lebih baik dalam merawat Ceila, jadi Ceila nggak perlu khawatir, ya. Ceila pasti akan senang dengan Mommy baru Ceila, hmm?" kata Risa mengelus punc
Barbara dan juga Ovan saling melemparkan pandangan dengan tersenyum geli. Mereka memang belum mengabarkan perihal kehamilan dikarenakan rencana ayahnya yang ingin menikahkan Barbara dengan Leo. Terlebih lagi, kehamilan itu bisa saja membuat ayahnya semakin murka."Papa, kami baru mau mengabarkan, akan tetapi papa malah mau menikahkan aku dengan Leo. Apa papa tau, berapa terkejutnya aku dengan keadaan itu. Rasanya aku hampir putus asa mengingat bagaimana papa memaksaku seperti itu."Anton Bagaskara mengingat kejadian itu dengan jelas, dan ia tahu bahwa ia memang bersalah terhadap putrinya."Maafkan papa, Ya. Papa sungguh tidak tau lagi ia harus berbuat apa. Papa harus menjebak Leo, tapi tidak menyangka kalau kamu sedang hamil. Akan tetapi apakah bayimu baik-baik saja?""Tentu saja, Pa. Dia sangat kuat seperti ibunya."Anton Bagaskara memeluk Barbara dan sangat terharu. Merasa bahagia bersama dengan rasa bersalah. Putri semata wayang yang ia harapkan mengganti posisinya suatu hari nanti
Ia juga tahu telah banyak berkata-kata yang mungkin menyakiti perasaan Risa dahulu. Ia menyadari bahwa kesalahan itu mungkin masih terasa menyakitkan bagi Risa. Akan tetapi soal perasaannya yang memang menyukai Risa saat ini, ia juga tidak berbohong. Namun bagaimana ia memperbaiki keadaan jika sudah begini?"Aku tahu aku memang bodoh dalam bersikap. Aku tidak bisa mengendalikan diriku dan bersikap kekanak-kanakan, Risa. Itulah sebabnya kini cara pandangku kini berubah. Kenyataan bahwa cinta memang tidak memandang status sosial seseorang, sekarang sama-sama tidak bisa kita pungkiri bukan?" ujarnya kemudian.Risa diam, karena sekarang keadaan justru berbalik arah. Ia merasa memang Dave tidak memandang status sosial sekarang ini, akan tetapi justru dirinya yang perduli perihal status sosial mereka."Hmm, aku bersyukur. Setidaknya aku menjadi sedikit percaya diri. Masalah perasaanku, aku harus memastikan dulu... bolehkah?" kata Risa dengan tersenyum.***Nyonya Veina memeluk Barbara saat
"Dia adalah wanita yang sangat baik sebelum aku tahu semua kebenaran ini. Dia sangat perhatian kepadaku, tapi ternyata semua itu hanyalah kedok belaka," kata Barbara menerangkan, mengenang masa indah bersama Selen yang berakhir kehancurannya.Veina mengerti sekarang, bahwa putrinya mengahadapi banyak sekali rintangan dalam hidupnya tanpa dirinya sebagai seorang ibu. Ia bisa membayangkan bagaimana gadis seperti Barbara dikhianati lalu hendak dibunuh sahabatnya sendiri. Seharusnya, ia ada sebagai pelindung di sisi Barbara. Apa hendak dikata, semua itu telah berlalu dan menjadi sebuah sejarah kelam antara dirinya dengan putrinya sendiri. Ia sungguh menyesali semua itu, akan tetapi semua tidak akan berguna lagi.Veina ingin memeluk Barbara, akan tetapi tubuhnya terkurung dalam jeruji besi yang kokoh. Ia tak bisa memeluk putrinya yang kini sedang bersedih hati."Apakah kau ingin menangis?" tanya Veina lembut, mengulurkan tangannya menyentuh untaian rambut Barbara."Tidak, Ma. Aku tidak la