Dermaga Selatan...Malam yang hening. Beberapa utusan Nyonya Vein duduk di sebuah sampan kecil dengan tenang.Cahaya bulan mengagumkan saat menembus gumpalan mendung lalu menimpa ruak gelombang yang bergerak lambat.Mereka memanfaatkan untuk menikmati momen itu dengan bersantai dan menghirup beberapa minuman kaleng."Apa menurutmu kalung ini bernilai mahal?" tanya salah seorang dari mereka dan menunjukkan kalung berliontin ungu itu pada temannya.Sang teman mengambil dan mencermati batu indah itu sangat serius. Sepertinya ia cukup mengerti nilai kalung tersebut."Waah... darimana kau mendapatkan ini?""Aku menemukannya.""Dimana?""Itu bukan urusanmu."Sang teman masih terlihat mencermati kalung itu dengan ekspresi kagum."Kenapa? Apa kalung itu mahal?""Entahlah, tapi aku tahu ini adalah safir terbaik dan bernilai tinggi. Aku tak percaya barang ini terjatuh di tempat yang sembarangan. Bahkan seseorang yang memilikinya seharusnya
"Sungguh menakjubkan, pada akhirnya aku bisa bertemu denganmu dalam kondisi ini. Aku bertanya tanya, Vanessa sungguh tak tahu siapa engkau bukan? Seorang ibu yang melakukan pekerjaan kotor, dan hidupnya makin sekarat adalah karena karma darimu.""Tutup mulutmu! Kau tak tahu apa-apa, jadi tak perlu menggurui aku. Lepaskan Vanessa, karena kau sudah menikahi Barbara. Aku tidak mungkin menjadikan dua putriku sebagai istrimu, kau mengerti?!" kata Nyonya Veina marah. Kenyataannya, apa yang ia lakukan demi menghancurkan perusahaan Anton Bagaskara berbuah menikahkan Ovan dengan Barbara yang Ovan adalah kekasih Vanessa. Kebetulan yang benar-benar tidak masuk akal baginya. Ovan menyeringai."Aku menceraikan Barbara, untuk mendapatkan Vanessa. Apa yang harus kumengerti? Aku harus bersama Vanessa.""Tidak, aku tidak bisa! Vanessa adalah milikku, kau tak berhak mengganggunya!"Setelah mengatakan hal itu, Nyonya Veina melangkah pergi."Aku sungguh tak mengerti, kau t
Ovan memeriksa semua barang yang mereka pesan."Sungguh beruntung, barang barang bagus ini dijual sangat murah," gumamnya. Sedikit banyak ia tahu jenis tersebut memiliki harga yang sangat tinggi.Felix tersenyum mendengarnya. Ia tahu kali ini menjual barang dengan harga tak biasa. Akan tetapi itu atas permintaan Medy yang notabene paling berhak untuk menentukan harganya. Baginya itu juga menguntungkan karena kondisinya yang sedang pailit sebenarnya tidak mampu memenuhi permintaan langganannya."Kami memiliki supplier yang sangat murah hati sekarang ini, dan juga akan menjadi partnerku seumur hidup."Ovan mendengar dengan tersenyum tipis."Aku dengar kau paling benci dengan partner bisnis. Tapi sekarang kau malah mempunyai partner yang berlaku seumur hidup?""Ah, itu cuma rumor. Selain itu, partner yang aku maksudkan adalah seorang wanita yang sangat cantik. Dia akan menjadi partner yang paling mengagumkan," celotehan penuh khayalan.Tentu saja ia mas
Barbara tak mengerti, apa arti Ovan sebenarnya di dalam hidupnya. Pria itu membuatnya melakukan segalanya. Terbang ke luar negeri, berhadapan dengan mafia dan sekarang ia harus menyelam ke dasar lautan. Apakah itu Cinta? Atau hanya sebuah obsesi?Yang jelas, ia mengikuti kata hatinya yang masih melindungi harga dirinya. Ia menikah bahkan suaminya tak berniat untuk menyentuh tubuhnya sedikitpun. Bukankah itu memalukan dan melukai harga dirinya?Barbara mengerahkan kekuatan jiwanya, juga uangnya untuk semuanya ini. Apakah ini petualangan yang berguna? Sial! Sial!Batin Barbara menjerit, tapi ia tak berdaya untuk membiarkan begitu saja tanpa jawaban pasti.Saat ia mulai marah pada dirinya sendiri, sebuah kilau berwarna ungu memancarkan spektrum warna dari sela karang tak jauh darinya. Barbara begitu bersemangat sampai sampai ia lupa sudah waktunya ia mengumpulkan oksigen ke permukaan.Ia tak berhasil mengambilnya, dan sangat payah untuk mencapai permukaan air.
"Whowaaaa!!" Barbara menjerit sekeras-kerasnya, bukan karena melihat tampilan hantu yang tiba-tiba menyembul di hadapannya melainkan ada seekor kecoa yang melompat di kepalanya.Iapun mengibas ngibas serangga kecil itu karena merasa geli.Alih alih takut dengan berbagai macam karakter menakutkan ia malah takut dengan kecoa yang membuatnya merinding jijik."Sial! Kenapa harus menginjak kepalaku?" kesalnya luar biasa. Masih bergidik ngeri, ia melanjutkan perjalanan menyusuri rute jalan di dalam ruangan tersebut, mencari dimana letak pintu yang dimaksud anak buah Nyonya Vein.Akhirnya iapun bisa menemukan keberadaan pintu tersebut. Sebuah pintu besi dengan lampu indikator di sisi kanannya. Di bawahnya sebuah handle yang dilengkapi dengan password yang harus ia tekan.Dalam beberapa detik saja, pintu tersebut terbuka, menampilkan ruangan yang remang dengan lantunan musik yang memekakkan telinga seperti sebuah klub malam."Hallo, selamat datang," kata seorang
Lamona beach bersinar terang malam itu. Beberapa api unggun menghidangkan menu barbeque dengan berbagai macam pilihan daging. Daging sapi, kambing ataupun ayam bahkan juga kelinci ada di pesta tersebut. Barbara sibuk menyiapkan beberapa keperluan untuk merias dirinya. Ya, penyambutan dilakukan oleh para wanita cantik seperti Barbara.Tuan Ferro kerabat Nyonya Vein itu duduk bersama beberapa wanita cantik.Saat melihat Barbara berjalan dengan pakaian berwarna hitam yang membalut tubuhnya, Tuan Ferro seakan tak berhenti menatapnya."Ah, siapa wanita itu...aku sepertinya tak pernah melihatnya?""Benar, dia baru bekerja hari ini, dan dia tak tahu harus menyapa siapa di dalam pesta ini.""Tubuhnya sangat unik, sepertinya dia adalah wanita Asia seperti saudara perempuanku?""Benar, Tuan."Tuan Ferro tergelak. Lalu tanpa merasa sungkan ia mencium wanita di sebelahnya."Ajari dia untuk menyapaku. Aku dengar perempuan di sana tidak bisa menyapa pria
Sebagian wanita berteriak histeris saat melihat kemeja dan jas jutaan euro itu basah oleh red wine. Belum lagi Barbara sempat memorak porandakan meja dengan menarik alas meja dengan kuat. Pesta menjadi benar benar kacau saat itu."Dasar wanita jal*Ng! Tak pernah seorangpun menghinaku seperti ini!" katanya dan menarik lengan Barbara dengan menatapnya nyalang.Api kemarahan Tuan Ferro seakan hendak melahap Barbara malam itu."Kau bilang aku jal*Ng? Kau tahu siapa yang sebenarnya jal*Ng di sini!" bentak Barbara tak kalah sengit. Barbara melotot tajam memancing emosional tuan Ferro sehingga sebuah tamparan mendarat di pipi Barbara.Plakk! Darah sedikit keluar dari sudut bibir Barbara."Pengawal! Bawa perempuan ini ke tempat biasa!" teriak Tuan Ferro memerintahkan pengawal yang ditugaskan menjaga tempat tersebut.Ada empat orang pengawal bertubuh besar mencengkeram kuat tangan Barbara.Barbara meronta sejadinya, tapi apa daya ia hanyalah seorang wani
Barbara menghunus sebuah kayu panjang yang ia dapatkan dari samping lukisan besar di ruangan tersebut.Ia tak tahu bahwa yang datang adalah Danisa."Barbara, kau tidak apa apa bukan? Tenanglah, ini aku. Mari kita keluar dari tempat ini," kata Danisa yang sangat kuatir dengan Barbara yang ketakutan.Sementara Danisa dan Barbara berpelukan, Nyonya Vein menatap tajam pada wajah Barbara.Tiba-tiba lututnya terasa lemas dan bibirnya bergetar.'Dia sungguh Barbara, bukan? Dia adalah putriku,' gumamnya.Iapun memalingkan wajahnya dan keluar dari tempat tersebut."Bawa gadis itu ke rumah utama, beritahu Ferro, jangan sembarangan menyentuh gadis yang ada dalam tanggung jawabku," kata Nyonya Vein pada penjaga.Lalu tanpa banyak berpikir, penjaga itu masuk menemui mereka."Nona Danisa, Nyonya Vein memintaku untuk membawa Nona Barbara ke rumah utama segera," kata penjaga tersebut membuat Danisa dan Barbara melepaskan pelukannya.Meskipun Danisa sedik