Vanessa terbaring lemah di pembaringan. Akan tetapi ia bisa melihat siapa yang datang ke ruangannya. Ia bisa melihat Ovan berada di ruangan tersebut."Ovan, kamu datang melihatku?" lirih Vanessa, dan gadis itu berusaha melihat Ovan sementara pandangannya sering kabur."Hmm, aku di sini, Vanessa. Aku melihatmu sekarang.""Bisakah kamu lebih dekat di wajahku?" kata Vanessa lagi. Ia ingin meraba wajah Ovan sekarang ini.Dan setelah Ovan mendekatkan wajahnya, Jemari Vanessa meraba permukaan wajah Ovan dengan lembut, membuat hati Barbara mencelos melihatnya. "Tapi, apa kamu bersama seseorang?" tanya Vanessa karena melihat Barbara berdiri mematung melihat mereka berdua."Ya, aku bersama Barbara."Vanessa terkejut, ia membeku lalu berkata, "Bar-bara...dia...kakak perempuanku bukan?"Suasana sedikit tegang, Ovan belum bercerita tentang siapa Vanessa ini sebenarnya."Hmm," jawab Ovan lemah, nyaris tak terdengar. Sementara Barbara belum mengerti apapu
Barbara menatap lekat manik mata Vanessa yang redup.Gadis itu terlihat lemah dan menyedihkan. Kulitnya pucat tak bercahaya. Ia membayangkan penderitaan gadis yang jauh lebih muda darinya ini. Memiliki penderitaan, kesakitan dan mungkin hatinya juga sangat terluka.Hanya saja, senyuman gadis ini membuatnya terkagum seketika, bahkan ia berusaha memahami perasaannya?"Apa maksudmu dengan pergi, Vanessa?" lirih Barbara mencoba memahami."Aku...aku merasa tak akan lagi hidup di dunia ini. Lihatlah, dokter tidak mampu melakukan yang lebih dari kehendak Tuhan, aku tahu ini hanya menunda usiaku untuk bertemu denganmu. Aku senang, aku bahagia karenanya...aku tak akan menyesal lagi.""Tidak, jangan katakan itu, kamu harus sehat dan memiliki kehidupan. Sudah cukup bagiku untuk melihatmu seperti ini, bagaimana mungkin aku membiarkan kamu pergi. Ayolah, kamu harus bersamaku, jangan katakan bahwa kamu akan pergi dari kami. Tidak mungkin!" Barbara memeluk Vanessa. Ucapan
"Barbara, kamu sudah keterlaluan. Bagaimanapun dia adalah ibumu," kata Ovan membela Nyonya Veina."Dan kamu? Kamu adalah lelaki yang dibayar mahal untuk membuatku hancur. Sekarang ini aku benar-benar hancur olehmu, apalagi yang bisa aku lakukan?" cecar Barbara. "Aku ditipu dengan cinta dan pernikahan, dan aku ditolak mentah-mentah karena kebodohanku, apakah aku harus bertahan? Tidak, tentu saja itu tidak mungkin bagiku."Mereka semua terdiam, hingga dikejutkan seorang perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh."Nyonya, Vanessa kritis," kata perawat itu yang membuat mereka berlarian ke tempat ruangan Vanessa yang sedang dilakukan perawatan darurat.Wajah cemas terukir di wajah Nyonya Vein, Ovan dan juga Barbara. Sampai sepuluh menit lamanya akan tetapi tak kunjung membaik. Hingga akhirnya pada menit ke tujuh belas Vanessa sadarkan diri.Barbara dan juga Nyonya Vein bernapas lega. Mereka masuk menemui Vanessa."Ibu... terimakasih telah menemukanku, terimak
Ovan memutuskan untuk kembali ke Indonesia mengantar kepulangan Barbara.Bagaimanapun ia telah melakukan banyak sekali kesalahan pada wanita itu, ia sadar Barbara pasti terluka karenanya.Sementara itu hati Barbara berdebar-debar mengingat Ovan berniat untuk kembali dan tidak mau bertahan di sisinya. Ia terluka, merasa tak pantas dicintai, merasa kehilangan percaya diri.Barbara melepaskan kalung safir ungu milik Ovan yang masih ia kenakan."Ini adalah milikmu, dan aku mengembalikannya kepadamu," kata Barbara pelan. Ia menyerahkan kalung tersebut di tangan Ovan."Jangan, aku memberikan ini untukmu, Barbara. Kalung ini sangat cocok untukmu. Aku tidak akan mengambilnya, selama-lamanya.""Tidak, ini adalah kalung peninggalan ibumu. Kalung ini sangat berharga untukmu, aku tidak akan mengambil apa yang bukan milikku.""Ah, kenapa kamu menolak pemberianku? Aku memberikan kepada orang yang paling penting dalam hidupku."Hati Barbara tiba-tiba menghangat
Barbara mematut dirinya di cermin. Menatap sendu pada sebuah kalung safir ungu yang dikenakannya. Terlihat kuno memang, tapi ia sungguh menyukainya."Bagaimana bisa, kamu hanya melihat indah pada apa yang kamu cintai?" lirih Barbara bahkan merasa heran dengan dirinya sendiri, lalu ia tersenyum tipis karena merasa miris.Pria itu bahkan hanya menganggap dirinya korban, tapi bagi Barbara Ovan adalah cinta mati!Ia berencana menemui Ovan di penjara. Sudah dua hari, dan ia sangat rindu pada pria itu.Iapun turun untuk mendapatkan sedikit sarapan, dan ternyata di meja makan ibu tirinya sudah mulai sarapan dengan ayahnya."Barbara, makanlah yang banyak. Aku melihatmu lebih kurus setelah perjalanan berlibur dengan teman-temanmu di pegunungan Alpen. Apakah begitu berat perjalanannya?"'Ah, aku hampir lupa, bahwa aku pergi ke pegunungan Alpen,' lirih batin Barbara."Uhm, benar Papa, aku merasa perjalanan ini lebih berat dari biasanya. Akan tetapi aku sangat b
"Jadi apa yang harus kulakukan? Aku tidak akan bisa mengelak hukumanku. Selain itu, Leo pasti juga sudah menemukan siapa orang yang mengutusku. Kamu juga telah tahu, dengan siapa aku bekerja. Hanya saja ibumu tidak mungkin meringkuk di penjara seperti aku dikarenakan kekuatan uang yang dia miliki.""Kalau begitu, kalau memang uang bisa menolongmu, maka aku bisa membantumu. Aku akan berupaya untuk kamu keluar dari penjara."Ovan tersenyum tipis, ia tahu Barbara juga punya uang yang bisa membuatnya terbebas dari hukuman tersebut. Akan tetapi ia merasa lebih baik bisa membayar kesalahannya dengan caranya sendiri."Aku ini, sangat rendahan bukan? Aku sudah kehilangan Vanessa, maka aku hanya akan membalas kebaikanmu selama ini. Percayalah, hidup di penjara ini membuatku merasa lebih baik," katanya pelan dan menggenggam tangan Barbara."Mari kita bercerai, Barbara. Mari kita akhiri seperti yang ayahmu inginkan. Setelah aku bebas nanti, mari kita bertemu untuk bercerit
Barbara menatap sendu ibu tirinya yang membelainya dengan lembut. Wanita yang selama ini selalu ia hindari. Akan tetapi ia bisa melihat kasih sayang Lena begitu menyentuh hatinya."Apa yang harus aku lakukan? Papa sangatlah membenci Ovan, dan Ovan juga menolakku. Aku tidak berharap hubunganku dengannya berakhir, Bu. Aku masih berharap Ovan kembali, dan aku tidak perduli bahwa dia dalam masa hukumannya sekarang ini.""Aku mengerti, aku juga bisa merasakannya. Akan tetapi mungkin ku harus membiarkan dulu keadaan sedikit tenang. Kamu bisa diam atau mengatakan kepadanya bahwa kamu akan menerima saja keputusannya.. Setidaknya biarkan dia memikirkan kembali apa yang sebenarnya ada di hatinya," ujarnya dengan lembut.Barbara cukup lama merenungi ucapan Lena, akan tetapi akhirnya ia menuruti saja keputusan Lena.Sementara itu di lokasi penjara, Ovan berkali-kali melongok keluar pagar. Sudah beberapa hari ia tidak melihat kehadiran Barbara. Bahkan ia memastikan untuk ber
"Baiklah, tapi beneran ya cuma tiga menit. Kalau tidak saya tidak akan pernah memaafkan lagi," kata sipir tersebut."Tentu saja, sudah cukup cuma tiga menit."Barbara melihat Ovan dari kejauhan. Senyumnya seketika terbit saat melihat pria itu baik-baik saja. Penampilan Ovan memang berantakan, bahkan dengan pakaian kriminal tersebut Barbara tidak merasa terganggu samasekali.Dia hanya memandang dengan tenang apapun yang Ovan lakukan, hingga tiga menit tak terasa telah berlalu."Kalau begitu setia sama lelaki begitu, kenapa nggak ikut dipenjara sekalian?" Tegur sipir penjara tersebut."Memangnya bisa?" Barbara tak kalah konyol menjawabnya."Ya bisa aja, asal kejahatannya dilakukan bersama-sama.""Dia itu merampok ayahku, bagaimana bisa kami dipenjara bersama."Sipir tersebut mengernyit, pengakuan Barbara cukup aneh, tapi itu bisa dimengerti karena Barbara memang seperti wanita yang tergila-gila."Kalau dia merampok ayahmu, kenapa kamu masih juga menyukainya? Cari saja pria lain yang mem