Mendengar ucapan Aditama, Vania langsung mendelik untuk yang kedua kali ke arah sang suami. "Tama ... hentikan omong kosongmu itu!" Vania berseru kesal. Aditama menatap Vania dengan serius, "Van, aku mohon, tolong, percaya padaku. Aku sungguh akan menanggung semua biaya operasi Kakek ... dan ... aku juga akan memindahkan Kakek ke rumah sakit Siola dibawah Gandara Group, supaya aku dan kamu tidak disalahkan oleh keluargamu lagi setelah ini." ucap Aditama tegas sambil memegangi kedua lengan Vania yang membuat Vania terdiam."Mungkin ini terdengar konyol di telingamu, Van. Tapi, ijinkan aku membuktikan ucapanku ini." Kata Aditama lagi penuh keyakinan. Vania balik menatap Aditama, mencerna perkataan sang suami dalam sepersekian detik.Akan tetapi, ia malah menghela napas berat sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.Pasalnya, sungguh berat untuk percaya dengan suaminya. Hal tersebut rasa-rasanya sangat mustahil!Sementara itu, Bastian dan Susan sedang tertawa keras karena mendengar uca
Bastian, Susan dan Bella langsung saling pandang satu sama lain mendengar hal itu, seakan tengah menyamakan frequensi atas perkataan Aditama barusan. Bertanya-bertanya, kenapa ... Aditama begitu percaya diri?Bastian dan Susan pun geleng-geleng kepala, menganggap Aditama memang benar-benar sudah setres. Apa dia sedang berkhayal jadi orang kaya?Hal tersebut tak elak membuat keduanya jadi semakin tambah geregetan dan jijik dengan menantu tidak berguna itu. Gayanya ... sudah seperti seorang Boss Besar saja! Sungguh memuakan! Sementara Vania yang sejak tadi terdiam, langsung menatap sang suami.Akan tetapi, Vania kembali merasakan kehangatan atas sikap yang sedang Aditama tunjukan itu.Walau sebenarnya ia juga tidak percaya dengan sang suami. Selagi Vania terdiam menatap Aditama, Bastian menggertakan gigi dan mendengus dingin. Lalu, ia melangkah maju dan berdiri tepat di hadapan Aditama seraya menatapnya tajam. "Oke. Kalau kamu bisa membuktikan khayalanmu ini ... omong kosongmu i
Vania dan Bella tampak sedang duduk di kursi lorong rumah sakit depan ruang inap sang Kakek. Tentu saja, Vania tidak berani ikut masuk ke dalam untuk menjenguk sang Kakek kalau ia tidak ingin mendapat dampratan. Bukan apa-apa, ia sudah diusir dari mulut sang Kakek secara langsung tadi. Akan tetapi, Vania masih ingin berada di situ. Ia berpikir, kalau seandainya terjadi sesuatu dengan Kakeknya, ia bisa langsung mengetahuinya saat itu juga. Meskipun ia harus menahan perkataan anggota keluarganya yang dilayangkan kepadanya yang sungguh menyakitkan. Namun, hal tersebut tak dipedulikan oleh Vania. Sedangkan Bella yang merasa kasihan dengan sang sepupu, memilih menemani sambil menunggu Aditama kembali. Selagi Vania dan Bella tengah mengobrol, tiba-tiba Aditama muncul dari balik lorong, tampak sedang berjalan ke arah mereka berdua.Melihat kedatangan Aditama, Vania langsung bangkit dari duduknya. "Habis dari mana kamu, Tam?" Tanya Vania dengan alis bertaut begitu Aditama tiba di hadap
"Silahkan salah satu dari kalian bisa menuju ke bagian administrasi sekarang untuk membayar biaya rawat inap Tuan Hermanto selama Tuan Hermanto dirawat di sini." Kata dokter itu sembari menyunggingkan senyum. Mendengar itu, semua orang mengernyitkan dahi, seketika saling pandang satu sama lain. Bertanya-tanya. Kenapa sang dokter tiba-tiba datang dan menyuruh mereka untuk melakukan hal demikian? Padahal ... mereka belum berniat membawa Hermanto pulang.Mereka merasa jadi seperti ... diusir! Selagi semua orang tengah kebingungan, dokter itu lanjut berkata sembari menunjuk beberapa petugas rumah sakit yang berada di belakangnya. "Dan ... mereka-mereka yang bersama saya ini adalah petugas dari rumah sakit Siola yang akan menjemput Tuan Hermanto untuk melakukan operasi di sana." Pandangan dokter itu lalu pindah menatap Hermanto seraya tersenyum. "Semoga operasinya berjalan dengan lancar di sana ya, Tuan Hermanto dan sudah tidak diragukan lagi, tingkat keberhasilan dan kesembuhan di rum
Akan tetapi, ekspresi wajah Bastian tiba-tiba berubah sendu dan kemudian keningnya berkerut. Ia menjadi bertanya-tanya.Bagimana Aditama melakukan hal tersebut?Padahal, dia hanya pergi sebentar saja tadi. Bastian sendiri juga tidak tahu ke mana perginya dan apa yang dilakukannya. Jadi, mana mungkin jika dia pergi ke rumah sakit Siola. Kalau pun Aditama menghubungi pihak rumah sakit Siola lewat panggilan telefon ... hal tersebut sangat lah mustahil! Lagi pula, mana mungkin pihak rumah sakit akan mempercayainya?Bastian mendecakan lidahnya, berpikir dengan keras. Lalu, siapa yang mungkin melakukan hal itu dari salah satu anggota keluarga Hermanto?Mendadak, kepala Bastian terasa begitu berat tatkala memikirkan hal itu. Pasalnya, kedatangan petugas dari rumah sakit Siola itu, berselang tidak lama setelah Aditama menyinggung hal tersebut. Jadi, sungguh aneh, bukan? Apakah ... hal tersebut hanya sebuah kebetulan saja? Pikir Bastian lagi. Bastian buru-buru menggeleng, mendongak dan
"Iya ... bukan Aditama 'kan?!" Sambung Stephanie yang ikutan berjalan mendekat. "Apa kata pihak rumah sakit ini, Pa?" Bella ikutan bertanya dengan alis tertaut. Dia kemudian menambahkan. "Tapi, siapa kira-kira anggota keluarga kita yang telah membayarnya kalau bukan Aditama? Kita semua kan tahu ... jika kita semua ada di rumah sakit tempat Kakek dirawat sebelumnya ... dan kalau pun ada salah satu diantara kita yang telah membayarnya ... pasti akan memberitahukannya, tidak mungkin akan diam-diam an seperti ini, 'kan?!" Mendengar hal tersebut, semua orang langsung menatap Bella, mencerna perkataan Bella dalam sepersekian detik. Lalu, mereka menganggukan kepala setuju. Benar apa yang dikatakan Bella! Sementara Vania tampak sedang mengigit bibirnya kuat-kuat, tak ikut berkomentar, memilih menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mendapati sang istri bersikap demikian, Aditama segera menarik tubuhnya ke dalam dekapannya, bermaksud ingin menenangkan.Vania tidak protes dengan apa
"Pak Fernando ... direktur rumah sakit ini," ucap Aditama dengan senyum penuh kemenangan.Secara spontan, Aditama menyebutkan nama tersebut kala tiba-tiba terlintas di benaknya.Mendengar itu, seketika Bastian melebarkan matanya, mencerna nama yang baru saja disebutkan oleh Aditama itu dalam sepersekian detik, diikuti tatapan keterkejutan dari anggota keluarga Hermanto yang lain setelahnya. Semua orang pun menjadi tak habis pikir dengan Aditama yang masih saja berkhayal tinggi. "Tama! Hentikan omong kosongmu itu!" "Cukup ya berhalusinasinya!" "Kuli bangunan sepertimu itu mana mungkin mempunyai kenalan orang-orang penting ... apalagi direktur rumah sakit elit seperti Siola Hospital yang baru saja kau katakan itu!""Mau aku datangkan Pak Fernando saja ke ruangan ini? Supaya kalian semua percaya?" Sambar Aditama tegas yang membuat semua orang terdiam dan seketika menatap Aditama tajam. Begitu pula dengan Vania. Selagi semua orang tengah melayangkan tatapan mematikan ke arahnya, Ad
Fernando masih bergeming di hadapan semua orang yang ada di situ tanpa mempedulikan keterkejutan di wajah-wajah para anggota keluarga Hermanto untuk beberapa saat. Lalu, ia menyisir wajah orang-orang yang ada di sana lebih dulu sebelum kemudian pandangannya jatuh pada sosok Aditama.Namun, seketika pria itu terbeliak, menatap Aditama untuk beberapa saat seraya menelan ludah.'Tuan Muda Gandara ...' Pikir Fernando. Mendapati Fernando bersikap demikian, Aditama pun menyunggingkan senyum kecil, ia paham kenapa direktur rumah sakit itu begitu kaget saat melihat dirinya.Namun, ia buru-buru memberikan kode kepadanya. Sama seperti kejadian sebelumnya, jangan sampai Fernando keceplosan membocorkan identitas dirinya yang sebenarnya kepada anggota keluarga Hermanto. Menangkap kode yang diberikan Aditama, Fernando pun buru-buru menguasai diri. Di saat itu, ia juga langsung teringat dengan pesan Panji yang menuyuruhnya untuk bersikap selayaknya seorang teman terhadap Aditama."P-ak Fernando