Pagi harinya Farida merasa tak enak badan karena semalam hujan-hujanan saat pulang dari rumah Nadia.Tiba-tiba Nani masuk ke dalam kamar Farida dengan membawakannya teh hangat. Ia lalu duduk di samping ranjang sembari menatap Farida."Seharusnya, Bu Nadia tidak sejahat ini padamu. Bisa-bisanya dia mengusir mu meski di luar sedang hujan. Kan, kamu jadi sakit begini," ucap Nani sedikit menggerutu."Sudahlah, Bu, tidak apa-apa kok. Lagipula mana mungkin dia mengizinkan aku untuk menginap di rumahnya," jawab Farida.Farida pun bercerita kejadian Adam dan Santi semalam. Menurutnya ada sesuatu yang aneh diantara mereka berdua.Ternyata Nani pun memiliki perasaan yang sama dengannya. Keduanya curiga bahwa mereka sudah tak saling cinta."Jangan-jangan itu alasannya nak Adam mendekatimu lagi. Dia ingin menjadikanmu pelampiasan bukan ingin kembali karena dia masih mencintaimu," ucap Nani melontarkan kecurigaan di dalam hatinya."Kalau itu aku nggak tahu, Bu tapi yang pasti aku merasa kalau kedu
Nadia pulang dengan membawa map cokelat di tangannya. Seketika kedua matanya tertuju pada Adam yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. Tangannya sesekali menyomot cemilan di atas meja dan memakannya."Oh rupanya kamu di sini." Nadia berjalan menghampiri Adam dengan kedua mata membulat sempurna."M-mama ... Mama sudah pulang." Adam langsung bangkit dari duduknya dan mematikan ponselnya."Aku dari tadi menunggumu di perkebunan, kamu malah enak-enakan di sini.""A-aku tadi ada urusan, Ma.""Urusan apa?" sela Nadia penuh amarah."Aku kan sudah bilang padamu kalau usaha kita ini sedang pailit jadi kamu harus bekerja, kenapa kamu malah malas-malasan begini." Nadia menumpahkan semua rasa kesal dan marahnya pada Adam.Sementara di tengah percekcokan yang terjadi antara Adam dan Nadira, diam-diam Tasya mengintip keduanya dari pintu kamarnya."Kamu lihat ini! Aku dan bapak sudah resmi bercerai dan sekarang usaha kita juga sedang tidak baik-baik saja. Apa kamu masih mau seperti in
Pagi ini Adam sudah bangun dan langsung bersiap-siap untuk pergi ke perkebunan. Ia pun langsung menuju ke meja makan tapi ia tercengang melihat meja yang masih kosong."Loh kok belum ada makanan, sih," batin Adam.Ia melirik ke kanan dan ke kiri hingga terlihatlah Nadia yang baru saja keluar dari dalam kamar sembari membenahi sanggul yang dipakainya."Bagaimana? Kamu sudah siap?" tanya Nadia."Iya Ma," jawab Nadia pelan."Nah kalau gini kan enak dilihat. Pagi-pagi sudah rapi dan siap berangkat kerja. Ya sudah kalau begitu kamu berangkat sekarang," ucap Nadia."T-tapi, Ma. Apa tidak ada sarapan?" tanya Adam mengernyitkan keningnya.Nadia pun melirik sekilas ke atas meja yang masih tampak kosong. Tak lama ia tertawa kecil kepada Adam membuatnya keheranan."Oh ini ... Ya sudahlah nggak apa-apa. Nggak sarapan sehari nggak apa-apa, kan? Tadi Mama bangun kesiangan jadi nggak sempat mau masak," ucap Nadia."Terus nanti Tasya makan apa, Ma?" tanya Adam."Nanti biar Mama belikan saja makanan u
Ratna dan Feri pun membawa Farida ke rumah mereka. Dengan penuh kesabaran, Feri menjaga Farida hingga ia terbangun."Akh, aku ada dimana ini?" tanya Farida sembari memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing. Matanya sesekali terpejam merasakan pusing yang teramat sangat."Kamu ada di rumahku, Farida. Tadi kamu pingsan jadi aku bawa saja ke sini," jawab Feri.Perlahan Farida pun bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk. Tak lama masuklah Ratna menemui keduanya. Tangannya tampak membawa sesuatu."Kamu sudah sadar, Farida?" tanya Ratna. Kali ini nada suara Ratna terdengar sedikit lembut dari sebelumnya."Iya sudah, Bu," jawab Farida pelan."Ini ibu buatkan kamu teh hangat. Diminum dulu ya supaya kamu bisa lebih enakan." Ratna memberikan segelas teh hangat yang ia bawa.Farida pun menerima teh hangat yang dibuat oleh Ratna untuknya."Terima kasih banyak, ya, Bu. Maaf aku jadi merepotkan ibu," ucap Farida."Kamu nggak ngerepotin ibu kok," ucap Ratna sembari menatap Farida yang tengah
Farida pun meminta Tasya untuk masuk ke dalam rumah agar tak mendengar percakapannya dengan Adam dan juga Feri.Tasya yang menurut pun langsung berlari ke dalam rumah dan disambut oleh Nani."Jadi tadi kamu sudah ke sini, Mas?" tanya Farida."Iya. Tadi aku ke sini karena aku ingin bertemu denganmu tapi kamu tidak ada dan ternyata kamu sedang bersama laki-laki ini," ucap Adam melirik ke arah Feri.Feri masih membungkam mulutnya dan tak mengatakan sepatah kata apapun untuk menjawab ucapan Adam padanya."Iya, Mas. Aku memang menemui mas Feri tadi. Ada hal yang harus aku katakan padanya," jawab Farida."Kamu ngapain sih, Farida. Masih aja mau deket sama laki-laki ini! Apa kamu nggak ingat bagaimana ibunya memperlakukan kamu kemarin malam." Adam mencoba mengingatkan Farida akan kejadian malam itu."I-itu hanya kesalahpahaman saja, Mas. Sekarang aku dan mas Feri sudah baik-baik saja kok," jelas Farida.Adam semakin tak terima mendengar perkataan dari Farida. Dalam hatinya merasa sangat tak
Setelah menyerahkan Tasya pada Farida, kini saatnya Adam pulang kembali ke rumah.Sepanjang perjalanan Adam terus menciumi tangannya yang terlah bersentuhan dengan Farida.Dengan perlahan, Adam menekan kenop pintu dan mendorong pintu untuk masuk ke dalam rumah.Betapa terkejutnya ia karena melihat Nadia yang tengah duduk di atas sofa sembari memainkan ujung jarinya."Duh, Mama udah pulang, lagi. Aku harus jawab apa ya kalau sampai dia bertanya tentang Tasya," batin Adam bingung.Adam pun memberanikan dirinya untuk melangkahkan kakinya masuk dan mendekati Nadia yang masih bungkam tak bersuara."M-mama sudah pulang?" tanya Adam basa basi."Mana Tasya?" tanya Nadia tanpa ekspresi."Oh emmm T-tasya ....""Kamu memberikan Tasya pada wanita itu?" tanya Nadia lagi dengan nada suara datar."Duh gimana ini. Kayaknya Mama marah banget deh sama aku," batin Adam melirik ke arah Nadia yang masih menekuk wajahnya."Jawab aku, Adam!" Teriak Nadia tiba-tiba.Adam pun terkejut mendengar teriak Nadia y
"Ibu tolong Tasya," teriak Tasya sembari menangis terisak."Bu tolong tahan, Mas Adam! Jangan biarkan dia membawa pergi Tasya," ucap Farida pada Nani.Nani pun kang berdiri dan hendak merebut Tasya dari Adam tapi tubuhnya yang sudah tua sangat mudah disingkirkan oleh tangan kekar Adam.Brukkkkk.Tubuh Nani pun seketika ambruk di lantai tak tahu dari Farida. "Ibu!!!!!" teriak Farida keras saat kedua matanya melihat Nani ambruk ke lantai tepat di depan matanya."Kamu jahat, Mas! Bisa-bisanya kamu melakukan ini pada kami," ucap Farida berusaha menggapai tubuh Nani."Maafkan aku, Farida. Aku terpaksa melakukan ini semua. Sekali lagi aku minta maaf," ucap Adam lalu pergi meninggalkan Farida dan Nani dengan membawa Tasya secara paksa."Tasya!!!!" Farida hanya bisa berteriak keras memanggil namanya saat Adam telah membawa Tasya pergi darinya.Suara tangisan Tasya bahkan masih terdengar jelas di telinganya tapi Farida tak bisa berbuat apapun untuk mengambil alih Tasya satu tangan Adam saat i
Keesokannya Nadia telah menyiapkan sarapan. Semua masakan yang telah ia masak tersedia di atas meja.Adam keluar dari kamar dengan penampilan yang sudah sangat rapi dan langsung menghampiri Nadia."Wah, Mama masak enak, ya?" tanya Adam sembari menarik kursi miliknya."Iya, Mama masak enak pagi ini," jawab Nadia yang masih sibuk menata masakannya di atas meja."Oh iya Tasya belum keluar dari kamar, ya Ma? Biar aku panggil deh," ucap Adam menghampiri Tasya yang masih ada di dalam kamarnya."Tasya, Tasya sudah bangun? Yuk kita sarapan sama Oma," ajak Adam pada Tasya yang masih duduk di atas ranjang sembari bermain boneka.Tiba Tasya menggelengkan kepalanya pada Adam. "Nggak, Yah. Tasya nggak lapar. Tasya cuma mau makan masakan ibu Farida saja," jelas Tasya."Tapi Tasya, ibu Farida kan nggak ada di sini. Kalau Tasya nggak makan masakan Oma terus Tasya mau makan apa? Masa Tasya nggak mau makan," ucap Adam membujuk."Taysa tetap nggak mau makan, Yah." Tasya menutup mulutnya dengan telapak t
Dua bulan kemudian.Sudah 2 bulan semenjak kepergian Farida, keadaan Tasya semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus dan pucat bahkan Tasya sering kesulitan untuk menekan makanan membuatnya semakin tamoak kurus."Ma, bagaimana ini. Keadaan Tasya semakin memburuk. Kita harus bagaimana sekarang?" tanya Adam yang saat itu tengah duduk di samping Nadia."Sudahlah, Dam! Kamu jangan bikin Mama jadi tambah bingung. Sekarang kita udah nggak punya apa-apa lagi.!perkebunan juga udah kita jual dan rumah juga sudah digadai. Semua habis untuk biaya pengobatan Tasya yang sampai sekarang nggak sembuh-sembuh juga. Kita udah nggak punya apa-apa, Dam," ucap Nadia."Berikan saja Tasya pada Farida, biar dia yang mengurusnya," ucap Nadia ketus."Tapi kan kita nggak tahu keberadaan Farida sekarang, Ma.""Kamu benar, juga. Pokoknya kamu harus cari saja dia sampai ketemu dan berikan Tasya padanya. Biar dia yang gantian mengurus Tasya," ucap Nadia yang wajahnya tampak sangat kusut.Setelah obrolan keduanya, Na
Sudah dia hati Farida dan Feri mencari Tasya dan Adam namun mereka masih belum menemukannya."Mas, bagaimana ini? Besok aku sudah harus berangkat tapi sampai sekarang kita masih belum menemukan Tasya. Aku takut benar-benar tidak bisa bertemu dengan Tasya sebelum aku berangkat," ucap Farida sembari terisak.Sementara langkah kaki keduanya masih terus menyusuri jalanan yang tampak lengang karena mendung."Apa kamu benar-benar harus pergi, Farida? Kamu bisa tetap tinggal di sini kalau kamu mau," ucap Feri."Tapi aku ingin mengambil Tasya dari mas Adam suatu saat, Mas. Aku yakin jika aku sudah punya banyak uang dan bisa menghidupi Tasya, pasti mas Adam tidak punya alasan lagi untuk menahan Tasya dariku.""Kamu kan punya aku, Farida. Aku bisa menghidupi kamu dan juga Tasya saat kita sudah menikah nanti.""Tidak, Mas. Aku tidak ingin merepotkan kamu. Kamu adalah orang baru yang tidak seharusnya merasakan semua itu. Aku yakin bisa membuktikan pada semua orang bahwa aku bisa menghidupi Tasya
Tok... Tok... Tok.Suara gedoran pintu yang cukup keras dari arah luar membuat Nadia yang sudah tidur harus tebangun.Dengan sedikit malas Nadia berjalan keluar dari kamar dan menghampiri pintu."Siapa sih malam-malam begini bertamu. Nggak punya sopan santun banget," umpat Nadia sembari berjalan menghampiri pintu.Saat pintu dibuka, Nadia langsung membulatkan kedua matanya melihat anak dan cucunya yang ternyata pulang tengah malam."Loh Dam, kamu kok malam-malam begini ke sini?" tanya Nadia sembari melirik ke arah Tasya yang digendong oleh Adam sementara kedua tangannya menjunjung taa besar.Seketika perasaan Nadia pun mulai tak enak dan menerka-nerka penyebab kedatangan Adam yang tiba-tiba.Nadia pun mempersilahkan Adam masuk. Setelah menidurkan Tasya di kamarnya, Adam kembali keluar menhampiri Nadia yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari meminum air putih yang ia pegang di tangan kanannya."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu kembali ke rumah ini?" tanya Nadia tanpa basa-
Tiba-tiba saja Gladis bersimpuh di kaki Adam membuatnya semakin bingung."Maafkan aku, Mas. Aku minta maaf," ucap Gladis sembari menangis sesenggukan.Adam yang merasa belum puas dengan jawaban dari Gladis, segera meminta penjelasan yang lebih akurat."Hentikan nak Adam! Tespek itu memang milik Gladis," ucap Erna. Akhirnya Erna memberanikan diri angkat bicara mewakili Gladis yang saat itu hanya bisa menangis sesenggukan."Itu memang milik Gladis dan saat ini dia sedang hamil," ucap Erna lagi sembari melangkah kakinya menghampiri Gladis dan membangunkannya.Adam mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Apa! H-hamil? Bagaimana bisa Gladis hamil sementara aku sendiri belum menyentuhnya," ucap Adam masih tak mengerti. Namun, dalam hatinya mulai berpikir yang tidak baik mengenai Gladis dan keluarganya.Hendaryo pun akhirnya menjelaskan semuanya pada Adam selagi Erna membawa Gladis kembali ke sisi mereka dan menenangkannya."Apa! Jadi kalian sudah menipu ku!" Adam tampak sangat marah setelah m
Setelah makan malam, Adam dan Gladis masuk ke dalam kamar dan duduk di pinggiran ranjang. Adam tampak ragu-ragu untuk mulai membahas apa yang dikatakan Nadia tadi di telpon."Emmm Gladis, Mas mau bicara sesuatu, " ucap Adam ragu-ragu.Gladis menatap ke arah Adam. "Ada apa, Mas? Mas mau bicara apa? Apa Ada sesuatu?" tanya Gladis.Adam terdiam sejenak memikirkan tentang apa yang akan ia katakan pada Gladis saat itu. Ia menimbang-nimbang dalam hatinya."Mas mau bicara apa? Bicara saja, tidak apa-apa kok," ucap Gladis meyakinkan.Adam yang tersadar mendengar kata-kata Gladis, langsung menoleh ke arahnya."Emmm b-begini, Gladis. Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang dana yang akan keluarga kamu berikan untuk membantu perkebunan ku yang sedang memburuk," ucap Adam sedikit terbata.Gladis mengernyitkan keningnya mendengar apa yang dikatakan Adam saat itu."Mas, kamu ini bagaimana, sih. Sekarang kan Tasya sedang sakit tapi kok kamu memikirkan perkebunan! Seharusnya kamu memikirkan kesembuha
Hari-hari terus berlalu. Gladis dengan setia menemani Adam menjaga Tasya yang sakitnya semakin parah.Tasya membutuhkan pendonor namun masih belum mereka dapatkan sehingga sakitnya Tasya semakin parah.Gladis dan Adam bahkan belum melakukan malam pertama karena sibuk mengurus Tasya yang kondisinya terus memburuk.Dengan penuh kasih sayang, Gladis menyeka tubuh Tasya dengan air hangat yang ia siapkan sendiri."Terima kasih ya, Gladis. Aku benar-benar tidak menyangka kamu akan sesayang ini sama Tasya," ucap Adam mengusap lembut pundak Gladis lalu mengecupnya sekilas.Gladis pun menghentikan tangannya yang tengah menyapu tubuh Tasya. Ia menoleh ke arah Adam yang berdiri di sampingnya."Iya, Mas, sama-sama. Aku senang bisa melakukan ini semua," jawab Gladis lembut."Maaf ya karena sampai saat ini aku masih belum melakukan kewajiban ku sebagai seorang suami.""Nggak apa-apa, Mas. Aku mengerti kondisi kamu sekarang. Ya sudah katanya kamu mau pergi ke apotek untuk memberi obat. Lebih baik ka
Dengan perasaan sedih yang bercampur aduk dengan kebencian pada orang-orang yang telah memisahkannya dengan putri semata wayangnya.Langkah kaki Farida sedikit terhuyung. Matanya yang sembab dan berkaca-kaca membuat pandangannya tanoak sedikit buyar. Ia bahkan harus berhenti sejenak di depan teras rumah sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah."Farida, kamu kenapa kok lemes gitu?" tanya Ratna yang saat itu baru kembali pulang ke rumah dan langsung melihat Farida yang tampak lemas tak berdaya.Sebelah tangan Farida memegang dinding untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya."B-bu ...." Belum selesai Farida menyelesaikan kalimatnya, air matanya telah lebih dulu jatuh. Ratna pun sontak langsung memeluk erat tubuhnya."Ada apa Farida? Apa yang telah terjadi sampai-sampai kamu seperti ini?" tanya Ratna dengan suara yang mulai parau."Tasya, Bu. Dia dibawa pergi entah kemana oleh mantan suamiku," ucap Farida dengan terbata."A-apa! Tasya dibawa pergi." Ratna ikut syok mendengar apa yang d
"Alhamdulilah ya, Mas. Akhirnya ibu sudah boleh pulang hari ini," ucap Farida menoleh ke arah Feri yang masih berjalan bersamanya."Iya, Farida," jawab Feri sembari tersenyum.Keduanya pun lalu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dari kejauhan Adam masih mengamati keduanya."Oh ternyata mereka tidak ke ruangan Tasya. Tapi itu ruangan siapa, ya. Siapa yang sakit," ucap Adam lirih pada dirinya sendiri."Ah sudahlah, ngapain juga aku mikirin siapa yang ada di ruangan itu. Lebih baik sekarang aku fokus pada kesembuhan Tasya saja," ucap Adam lagi. Ia pun lalu pergi meninggalkan tempatnya dan kembali ke ruangan Tasya.***Pagi harinya Farida sudah bangun dan sudah menyiapkan sarapan di atas meja.Feri yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, langsung menghampiri Farida."Farida, kamu nggak perlu masak begini. Kamu kan pasti capek dari kemarin ngurusin ibu sampai kurang tidur," ucap Feri."Oh nggak, kok, Mas. Alhamdulilah keadaan ibu sudah lebih baik jadi aku bisa meninggalkan ibu untuk melakuk
"Sah."Kalimat dari penghulu yang menikahkan Adam dan Gladis saat itu dapat didengar oleh semua saksi dan tamu undangan yang ada di dalam ruangan tempat akad Adam dan Gladis dilaksanakan."Sah," jawab para saksi dan para tamu yang hadir hampir bersamaan.Setelah seminggu berkenalan dengan Gladis, akhirnya Adam sudah sah menikahinya."Alhamdulillah," ucap Adam sembari mengusap kedua telapak tangannya ke wajahnya.Sama dengan apa yang Adam lakukan, Gladis pun melakukan hal yang sama. Tak lama Gladis menoleh ke arah Adam sembari tersenyum dan ia mengalami tangan Adam yang kini telah berstatus sebagai suaminya.Semua orang pun menyalami Adam dan Gladis untuk memberinya selamat. Tak terkecuali Nadia dan kedua orang tua Gladis yang ikut menyalami keduanya.Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk Adam dan juga Gladis karena keduanya telah sah menjadi suami istri.Sampai sore hari akhirnya acara pernikahan Adam dan Gladis telah selesai dan para tamu pun telah pulang."Dam, Gladis