Keesokannya Nadia telah menyiapkan sarapan. Semua masakan yang telah ia masak tersedia di atas meja.Adam keluar dari kamar dengan penampilan yang sudah sangat rapi dan langsung menghampiri Nadia."Wah, Mama masak enak, ya?" tanya Adam sembari menarik kursi miliknya."Iya, Mama masak enak pagi ini," jawab Nadia yang masih sibuk menata masakannya di atas meja."Oh iya Tasya belum keluar dari kamar, ya Ma? Biar aku panggil deh," ucap Adam menghampiri Tasya yang masih ada di dalam kamarnya."Tasya, Tasya sudah bangun? Yuk kita sarapan sama Oma," ajak Adam pada Tasya yang masih duduk di atas ranjang sembari bermain boneka.Tiba Tasya menggelengkan kepalanya pada Adam. "Nggak, Yah. Tasya nggak lapar. Tasya cuma mau makan masakan ibu Farida saja," jelas Tasya."Tapi Tasya, ibu Farida kan nggak ada di sini. Kalau Tasya nggak makan masakan Oma terus Tasya mau makan apa? Masa Tasya nggak mau makan," ucap Adam membujuk."Taysa tetap nggak mau makan, Yah." Tasya menutup mulutnya dengan telapak t
Adam termenung sembari menatap para pekerja yang tengah sibuk memetik teh.Pikiran Adam terus teringat akan perkataan Nadia padanya. Rasanya ingin sekali Adam tak ingin menikah dengan orang lain selain Farida."Nggak! Aku nggak bisa gini terus. Aku harus tahu keputusan Farida yang sejujurnya. Apa dia benar-benar tidak ingin kembali lagi denganku," ucap Adam.Tanpa ragu, ia pun langsung bangkit dan pergi meninggalkan perkebunan. Padahal Adam baru setengah jam duduk mengamati para pekerja di perkebunan.Adam kemudian berjalan meninggalkan pohon lindung tempatnya berteduh dari teriknya panas matahari. Adam langsung menuju ke rumah Farida.Tanpa ragu, Adam langsung mengetuk pintu rumah Farida dan keluarlah Farida untuk membukakan pintu."K-kamu! Mau apa lagi kamu ke sini," ucap Farida dengan nada ketus dan wajah yang ia palingkan dari tatapan mata Adam."Ada yang ingin aku katakan padamu, Farida," ucap Adam."Tidak perlu, Mas. Tidak ada lagi yang perlu kamu katakan padaku. Aku sudah cuku
Dengan tubuh yang masih basah kuyup karena hujan yang mengguyurnya. Nadia menarik tangan Adam hingga mendekati seorang gadis cantik yang terlihat masih sangat muda.Tatapan Adam seketika itu menyipit menatap gadis itu tanpa gairah sedikitpun meskipun ia terlihat sangat cantik dan manis.Tak lama, Adam memutarkan bola matanya malas dan membuang wajahnya dari tatapan gadis di depannya."Dam, kenalkan ini namanya Gladis. Dia anak teman Mama," ucap Nadia menjelaskan. Namun Adam meresponnya dengan datar dan tak bersemangat."Ya sudah Adam mau ke kamar dulu, ya. Mau ganti baju," ucap adam yang seketika itu juga meninggalkan Nadia bersama dengan gadis itu.Adam melangkahkan kakinya dengan lemas dan langsung menuju ke dalam kamarnya."Anak itu benar-benar tidak sopan. Dia tidak tahu apa, siapa Gladis," batin Nadia menggerutu. Telapak tangannya menegrtaj kuat menahan rasa marah pada Adam saat itu."Emmmm Gladis, maaf ya. Sepertinya Adam sedang capek karena baru pulang kerja. Maafkan sikapnya y
"Kamu serius mau pergi dari rumah ini? Tapi kita mau tinggal dimana, Farida?" tanya Nani bingung."Aku juga nggak tahu, Bu. Tapi yang jelas aku ingin pergi dari sini. Aku nggak mau diganggu terus sama mas Adam. Dia pasti berbuat seenaknya seperti itu padaku karena merasa bahwa dia sudah banyak membantu kita. Jadi aku putuskan untuk berhenti menerima bantuan apapun dan lebih fokus ke diriku sendiri sekarang." Farida mengehentikan tangannya yang sedari tadi memasukkan baju-bajunya ke dalam tas.Tatapan Farida seketika sedikit sendu menatap Nani yang juga tengah menatap kepadanya."Ibu mau kan ikut denganku?" tanya Farida dengan lekuk bibir yang menurun.Dengan cepat Nani menganggukkan kepalanya. "Pasti, Farida! Ibu pasti ikut denganmu. Kemanapun kamu pergi, ibu akan selalu ikut denganmu," ucap Nani tegas.Tak lama Nani pun keluar meninggalkan kamar Farida dan mengemasi pakaiannya sendiri.Hari sudah semakin larut dan mereka masih sibuk mengemasi pakaian mereka hingga masuk semua ke dala
Gladis keluar dari kamar mandi sembari mengusap ujung bibirnya. Adam yang tengah menunggunya di depan pintu pun langsung menghampirinya."K-kamu nggak apa-apa, kan? Apa kamu sedang sakit? Mau ke rumah sakit?" tanya Adam menawarkan.Gladis dengan cepat menggelengkan kepalanya. " Emmm n-nggak, Mas, nggak perlu. Sepertinya aku lagi kurang enak badan saja makanya muntah-muntah. Nanti kalau sudah istirahat sebentar juga pasti enakan," jawab Gladis yang kemudian berjalan lagi ke arah sofa dan duduk di sana.Adam pun ikut berjalan di belakang Gladis. Raut wajah panik Adam masih terlihat sangat jelas saat menatap wajah Gladis yang tampak sedikit pucat."Kamu yakin nggak perlu ke rumah sakit?" tanya Adam memastikan."Nggak, Mas," jawab Gladis sembari menutup lagi sup tulang yang masih ada di dalam rantang.Adam yang melihat Gladis menutup sup tulang di depannya pun menjadi sedikit penasaran. "Kenapa ditutup, ya. Kan dia katanya lagi pengen banget dan dia juga baru nyicipin kuahnya aja tadi,"
Malam harinya, Feri pulang ke rumah dengan wajah lesu karena lelah. Ia melangkahkan kakinya masuk menemui Ratna yang sudah duduk di meja makan."Kamu sudah pulang, Fer?" tanya Ratna dengan senyum lebar di bibirnya. Ia bangkit dan menghampiri Feri yang baru saja pulang."Iya, Bu,* jawab Feri sembari mencium punggung tangan Ratna. Kedua matanya terfokus pada makanan di atas meja yang cukup banyak.Ratna yang menyadari keheranan Feri saat itu pun sedikit tersenyum."I-ini ada apa, Bu? Kok tumben ibu masak banyak banget gini? Apa hari ini adalah hari spesial?" tanya Feri sembari menarik kursi meja makan."Iya. Hari ini memang hari yang sangat istimewa," jawab Ratna tersenyum."Hari istimewa apa? Bukannya ulang tahu ibu sudah lewat dan ulang tahunku pun masih lama." Feri masih tampak bingung."Ya memang hari ini bukan hari ulang tahun ibu ataupun kamu." Ratna tersenyum tipis."Lalu kenapa ibu masak sebanyak ini? Apa ibu nggak capek masak sebanyak ini sendirian," ucap Feri menatap kepada Ra
Adam meninggalkan rumah dengan perasaan yang masih sulit dijelaskan. Rasanya begitu sulit untuk mengikhlaskan Farida bersama dengan pria lain. Asam menghentikan langkah kakinya sejenak dan menatap jalan menuju ke rumah Farida. "Nggak, aku nggak boleh seperti ini. Dia jelas-jelas sudah menolak ku," batin Adam yang langsung mengurungkan niatnya untuk menemui Farida. Ia pun akhirnya melanjutkan langkah kakinya menuju ke perkebunan namun seketika langkah kakinya terhenti melihat sosok yang jauh di depannya. "Bapak,,, kok dia sama perempuan, ya. Apa itu istri barunya," tebak Adam dalam hatinya. Ia pun segera menghampiri Hardi yang sedang bersama seorang wanita. "Bapak," ucap Adam menghampiri Hardi. Hardi pun terkesiap melihat Adam yang tiba-tiba menghampirinya. Kedua matanya sedikit melotot ke arah Adam. "Adam, kamu kok ada di sini? " tanya Hardi terbata. "Aku mau ke perkebunan. Bapak sendiri ngapain di sini dan dia siapa?" tanya Adam menujuk ke arah wanita di samping Hardi. Har
Dengan tergopoh-gopoh Adam berjalan memaauki rumah sakit bersama dngan Gladis yang ikut berjalan di sampingnya.Keduanya melewati lorong demi lorong hingga akhirnya tatapan mata ada terhenti pada sosok Nadia yang tengah duduk di kursi tunggu."Ma, gimana keadaan Tasya?" tanya Adam yang saat itu melihat Nadia yang sedikit sendu."Mama juga masih belum tahu, Dam. Tadi kata dokter ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan lebih dalam untuk memastikan apakah dugaan mereka itu benar atau tidak.""Maksud Mama, apa? Dugaan apa, Ma?" Adam menaikkan nada suaranya."Dokter mengatakan tadi kemungkinan bahwa Tasya terkena kanker tulang sum-sum tapi mereka perlu memastikan apakah itu benar atau tidak makanya sekarang mereka sedang memeriksa Tasya lebih dalam," Jelas Nadia.Gladis yang melihat Nadia sedih pun langsung segera menghiburnya. Ia berjalan mendekati Nadia dan menggenggam lembut tangannya."Tante yang tenang, ya. Kita berdoa saja semoga apa yang dokter katakan itu tidak benar dan peme
Dua bulan kemudian.Sudah 2 bulan semenjak kepergian Farida, keadaan Tasya semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus dan pucat bahkan Tasya sering kesulitan untuk menekan makanan membuatnya semakin tamoak kurus."Ma, bagaimana ini. Keadaan Tasya semakin memburuk. Kita harus bagaimana sekarang?" tanya Adam yang saat itu tengah duduk di samping Nadia."Sudahlah, Dam! Kamu jangan bikin Mama jadi tambah bingung. Sekarang kita udah nggak punya apa-apa lagi.!perkebunan juga udah kita jual dan rumah juga sudah digadai. Semua habis untuk biaya pengobatan Tasya yang sampai sekarang nggak sembuh-sembuh juga. Kita udah nggak punya apa-apa, Dam," ucap Nadia."Berikan saja Tasya pada Farida, biar dia yang mengurusnya," ucap Nadia ketus."Tapi kan kita nggak tahu keberadaan Farida sekarang, Ma.""Kamu benar, juga. Pokoknya kamu harus cari saja dia sampai ketemu dan berikan Tasya padanya. Biar dia yang gantian mengurus Tasya," ucap Nadia yang wajahnya tampak sangat kusut.Setelah obrolan keduanya, Na
Sudah dia hati Farida dan Feri mencari Tasya dan Adam namun mereka masih belum menemukannya."Mas, bagaimana ini? Besok aku sudah harus berangkat tapi sampai sekarang kita masih belum menemukan Tasya. Aku takut benar-benar tidak bisa bertemu dengan Tasya sebelum aku berangkat," ucap Farida sembari terisak.Sementara langkah kaki keduanya masih terus menyusuri jalanan yang tampak lengang karena mendung."Apa kamu benar-benar harus pergi, Farida? Kamu bisa tetap tinggal di sini kalau kamu mau," ucap Feri."Tapi aku ingin mengambil Tasya dari mas Adam suatu saat, Mas. Aku yakin jika aku sudah punya banyak uang dan bisa menghidupi Tasya, pasti mas Adam tidak punya alasan lagi untuk menahan Tasya dariku.""Kamu kan punya aku, Farida. Aku bisa menghidupi kamu dan juga Tasya saat kita sudah menikah nanti.""Tidak, Mas. Aku tidak ingin merepotkan kamu. Kamu adalah orang baru yang tidak seharusnya merasakan semua itu. Aku yakin bisa membuktikan pada semua orang bahwa aku bisa menghidupi Tasya
Tok... Tok... Tok.Suara gedoran pintu yang cukup keras dari arah luar membuat Nadia yang sudah tidur harus tebangun.Dengan sedikit malas Nadia berjalan keluar dari kamar dan menghampiri pintu."Siapa sih malam-malam begini bertamu. Nggak punya sopan santun banget," umpat Nadia sembari berjalan menghampiri pintu.Saat pintu dibuka, Nadia langsung membulatkan kedua matanya melihat anak dan cucunya yang ternyata pulang tengah malam."Loh Dam, kamu kok malam-malam begini ke sini?" tanya Nadia sembari melirik ke arah Tasya yang digendong oleh Adam sementara kedua tangannya menjunjung taa besar.Seketika perasaan Nadia pun mulai tak enak dan menerka-nerka penyebab kedatangan Adam yang tiba-tiba.Nadia pun mempersilahkan Adam masuk. Setelah menidurkan Tasya di kamarnya, Adam kembali keluar menhampiri Nadia yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari meminum air putih yang ia pegang di tangan kanannya."Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu kembali ke rumah ini?" tanya Nadia tanpa basa-
Tiba-tiba saja Gladis bersimpuh di kaki Adam membuatnya semakin bingung."Maafkan aku, Mas. Aku minta maaf," ucap Gladis sembari menangis sesenggukan.Adam yang merasa belum puas dengan jawaban dari Gladis, segera meminta penjelasan yang lebih akurat."Hentikan nak Adam! Tespek itu memang milik Gladis," ucap Erna. Akhirnya Erna memberanikan diri angkat bicara mewakili Gladis yang saat itu hanya bisa menangis sesenggukan."Itu memang milik Gladis dan saat ini dia sedang hamil," ucap Erna lagi sembari melangkah kakinya menghampiri Gladis dan membangunkannya.Adam mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Apa! H-hamil? Bagaimana bisa Gladis hamil sementara aku sendiri belum menyentuhnya," ucap Adam masih tak mengerti. Namun, dalam hatinya mulai berpikir yang tidak baik mengenai Gladis dan keluarganya.Hendaryo pun akhirnya menjelaskan semuanya pada Adam selagi Erna membawa Gladis kembali ke sisi mereka dan menenangkannya."Apa! Jadi kalian sudah menipu ku!" Adam tampak sangat marah setelah m
Setelah makan malam, Adam dan Gladis masuk ke dalam kamar dan duduk di pinggiran ranjang. Adam tampak ragu-ragu untuk mulai membahas apa yang dikatakan Nadia tadi di telpon."Emmm Gladis, Mas mau bicara sesuatu, " ucap Adam ragu-ragu.Gladis menatap ke arah Adam. "Ada apa, Mas? Mas mau bicara apa? Apa Ada sesuatu?" tanya Gladis.Adam terdiam sejenak memikirkan tentang apa yang akan ia katakan pada Gladis saat itu. Ia menimbang-nimbang dalam hatinya."Mas mau bicara apa? Bicara saja, tidak apa-apa kok," ucap Gladis meyakinkan.Adam yang tersadar mendengar kata-kata Gladis, langsung menoleh ke arahnya."Emmm b-begini, Gladis. Sebenarnya aku ingin menanyakan tentang dana yang akan keluarga kamu berikan untuk membantu perkebunan ku yang sedang memburuk," ucap Adam sedikit terbata.Gladis mengernyitkan keningnya mendengar apa yang dikatakan Adam saat itu."Mas, kamu ini bagaimana, sih. Sekarang kan Tasya sedang sakit tapi kok kamu memikirkan perkebunan! Seharusnya kamu memikirkan kesembuha
Hari-hari terus berlalu. Gladis dengan setia menemani Adam menjaga Tasya yang sakitnya semakin parah.Tasya membutuhkan pendonor namun masih belum mereka dapatkan sehingga sakitnya Tasya semakin parah.Gladis dan Adam bahkan belum melakukan malam pertama karena sibuk mengurus Tasya yang kondisinya terus memburuk.Dengan penuh kasih sayang, Gladis menyeka tubuh Tasya dengan air hangat yang ia siapkan sendiri."Terima kasih ya, Gladis. Aku benar-benar tidak menyangka kamu akan sesayang ini sama Tasya," ucap Adam mengusap lembut pundak Gladis lalu mengecupnya sekilas.Gladis pun menghentikan tangannya yang tengah menyapu tubuh Tasya. Ia menoleh ke arah Adam yang berdiri di sampingnya."Iya, Mas, sama-sama. Aku senang bisa melakukan ini semua," jawab Gladis lembut."Maaf ya karena sampai saat ini aku masih belum melakukan kewajiban ku sebagai seorang suami.""Nggak apa-apa, Mas. Aku mengerti kondisi kamu sekarang. Ya sudah katanya kamu mau pergi ke apotek untuk memberi obat. Lebih baik ka
Dengan perasaan sedih yang bercampur aduk dengan kebencian pada orang-orang yang telah memisahkannya dengan putri semata wayangnya.Langkah kaki Farida sedikit terhuyung. Matanya yang sembab dan berkaca-kaca membuat pandangannya tanoak sedikit buyar. Ia bahkan harus berhenti sejenak di depan teras rumah sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah."Farida, kamu kenapa kok lemes gitu?" tanya Ratna yang saat itu baru kembali pulang ke rumah dan langsung melihat Farida yang tampak lemas tak berdaya.Sebelah tangan Farida memegang dinding untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya."B-bu ...." Belum selesai Farida menyelesaikan kalimatnya, air matanya telah lebih dulu jatuh. Ratna pun sontak langsung memeluk erat tubuhnya."Ada apa Farida? Apa yang telah terjadi sampai-sampai kamu seperti ini?" tanya Ratna dengan suara yang mulai parau."Tasya, Bu. Dia dibawa pergi entah kemana oleh mantan suamiku," ucap Farida dengan terbata."A-apa! Tasya dibawa pergi." Ratna ikut syok mendengar apa yang d
"Alhamdulilah ya, Mas. Akhirnya ibu sudah boleh pulang hari ini," ucap Farida menoleh ke arah Feri yang masih berjalan bersamanya."Iya, Farida," jawab Feri sembari tersenyum.Keduanya pun lalu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dari kejauhan Adam masih mengamati keduanya."Oh ternyata mereka tidak ke ruangan Tasya. Tapi itu ruangan siapa, ya. Siapa yang sakit," ucap Adam lirih pada dirinya sendiri."Ah sudahlah, ngapain juga aku mikirin siapa yang ada di ruangan itu. Lebih baik sekarang aku fokus pada kesembuhan Tasya saja," ucap Adam lagi. Ia pun lalu pergi meninggalkan tempatnya dan kembali ke ruangan Tasya.***Pagi harinya Farida sudah bangun dan sudah menyiapkan sarapan di atas meja.Feri yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, langsung menghampiri Farida."Farida, kamu nggak perlu masak begini. Kamu kan pasti capek dari kemarin ngurusin ibu sampai kurang tidur," ucap Feri."Oh nggak, kok, Mas. Alhamdulilah keadaan ibu sudah lebih baik jadi aku bisa meninggalkan ibu untuk melakuk
"Sah."Kalimat dari penghulu yang menikahkan Adam dan Gladis saat itu dapat didengar oleh semua saksi dan tamu undangan yang ada di dalam ruangan tempat akad Adam dan Gladis dilaksanakan."Sah," jawab para saksi dan para tamu yang hadir hampir bersamaan.Setelah seminggu berkenalan dengan Gladis, akhirnya Adam sudah sah menikahinya."Alhamdulillah," ucap Adam sembari mengusap kedua telapak tangannya ke wajahnya.Sama dengan apa yang Adam lakukan, Gladis pun melakukan hal yang sama. Tak lama Gladis menoleh ke arah Adam sembari tersenyum dan ia mengalami tangan Adam yang kini telah berstatus sebagai suaminya.Semua orang pun menyalami Adam dan Gladis untuk memberinya selamat. Tak terkecuali Nadia dan kedua orang tua Gladis yang ikut menyalami keduanya.Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk Adam dan juga Gladis karena keduanya telah sah menjadi suami istri.Sampai sore hari akhirnya acara pernikahan Adam dan Gladis telah selesai dan para tamu pun telah pulang."Dam, Gladis