"Yah, Tasya mau ketemu sama ibu," ucao Tasya lirih pada Adam."Apa! Ibu?" Adam termenung sejenak. Ia melirik ke arah Nadia seakan meminta persetujuan darinya.Nadia yang seperti mengerti kode yang diberikan oleh Adam pun langsung menganggukkan kepalanya tanpa berlama-lama.Setelah mendapat persetujuan dari Nadia, Adam pun segera bangkit dari posisinya."Baiklah kalau Tasya mai bertemu dengan itu. Ayah akan bawa ibu ke sini. Tasya tunggu sebentar, ya," ucap Adam pada Tasya.Tasya yang masih terbaring di ranjang hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan dengan wajah yang tampak sangat pucat dan lemas.Adam beegegas pergi meninggalkan rumah sakit dan langsung menuju ke rumah Farida.Ada perasaan memggebu di dalam hatinya untuk segera menemui Farida dan membawanya ke hasian Tasya.Adam tak ingin lagi membuat Tasya kecewa. Rasa bersalah yang Adam rasakan membuatnya cukup tersiksa dan ingin sekali,menebusnya."Bagaimanapun caranya, aku akan membuat Tasya bahagia. Aku tidak akan mengabaikannya
"Sepertinya keadaan Tasya sudah sedikit membai bu, pak, jadi bisa pulang dan menjalani rawat jalan," ucap sangat dokter.Nadia dan Adam pun tersenyum bungah melihat Tasya yang sudah membaik setelah beberapa hari di rumah sakit."Terima kasih banyak, ya, dok," ucap Adam sembari tersenyum lebar. "Sama-sama Pak Adam. Tapi nanti tolong kondisi Tasya lebih diperhatikan lagi ya, pak. Kalau nanti tiba-tiba sakitnya kambuh bisa langsung dibawa ke rumah sakit. Jangan menunda-nunda," ucap sang dokter."Baik dok. Saya akan usahakan memperhatikan n kesehatan Tasya dan tidak akan lalai lagi seperti kemarin." Adam.bwekata dengan penuh percaya diri."Baik kalau begitu. Saya permisi dulu," ucap sang dokter yang kemudian pergi meninggalkan Adam dan Nadia.Keduanya pun lantas bersiap-siap membawa Tasya pulang. Semua baju dan barang-barang mereka mulai dikemasi.***Akhirnya Adam dan Nadia pun sampai di rumah. Keduanya menidurkan Tasya di kamarnya dan,kemudian keluar untuk membiarkannya beristirahat."
Setelah makan siang, Farida langsung membereskan meja makan yang sedikit berantakan.Tiba-tiba Ratna menghampiri Farida yang sedang mencuci piring di dapur."Farida, kamu antar makan siang untuk Feri, ya. Dia pasti seneng banget kalau makan siang masakan kamu. Yah biasanya sih dia selalu makan siang di luar tapi kalau kamu anterin makan siang dia pasti akan sangat senang sekali," ucap Ratna.Farida pun menghentikan aktivitasnya mencuci piring. Meski sesikut malu-malu tapi akhirnya Farida mengiyakan perintah dari Ratna.Setelah Ratna pergi meninggalkannya, ia segera menyiapkan makanan yang akan dia bawakan untuk Feri. Dari mulai nasi, sayur dan,lauk, semuanya ia tata dengan rapi.Tak lama datanglah Nani yang sedikio penasaran melihat Farida menata makanan."Loh itu makanan buat siapa, Farida? Apa makan siang untuk nak Feri?" tanya Nani."Iya bu, tadi bu Ratna menyuruhku untuk mengantarkan makan siang untuk mas Feri." Farida yang sedang sibuk menata makanan sampai tak menoleh ke arah Na
"Dia siapa Farida?" tanya Feri sembari melirik ke arah pria yang tak lain adalah Hardi.Farida yang masih sangat ketakutan tak bisa membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan dari Feri. Sementara Feri yang tak suka Hardi memegang tangan Farida langsung memisahkannya."Emmm perkenalkan, namaku Hardi. Aku adalah mantan bapak mertua Farida," ucap Hardi mengulurkan tangannya pada Feri.Degup jantung Farida masih belum stabil. Ia masih bernapas dengan tak teratur."Lalu kenapa bapak menahan Farida?" tanya Feri to the poin.Feri sendiri sudah merasa sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada keduanya. Mengapa Farida terlihat sangat takut."Sebenarnya sudah lama aku mencari kamu Farida, asa sesuatu hal yang ingin aku katakan padamu. Apa aku bisa bicara denganmu sebentar saja," pinta Hardi.Tatapan mata Hardi saat itu berbeda dengan tatapan matanya dulu yang selalu menatap Farida dengan penuh nafsu. Sekarang Hardi terlihat sedikit lebih tenang dan lembut."Tidak bisa!" jawab Farida tegas.
Hari demi hari terus berganti. Gladis merasa sedikit gugup mendekati hari pernikahannya.Saat Gladis tengah duduk di ruangannya di butik sembari memandangi gaun pengantin yang akan ia kenakan di hari pernikahannya, Tiba-tiba Adam datang menghampirinya."Sayang, ini aku bawa cincin pernikahan kita yang kita pesan beberapa hari yang lalu." Adam menunjukkan sepasang cincin di dalam wadah berbentuk love.Gladis menerima cincin yang diberikan Adam dan mencoba di jari manisnya."Wah pas, bagus ya mas," ucap Gladis menunjukkan cincin yang telah mereka pesan beberapa hari yang lalu."Iya bagus. Sangat cocok di jari tanganmu," ucap Adam memuji. Gladis pun tampak salah tingkah saat mendapatkan pujian dari Adam."Ah kamu bisa saja, Mas," jawab Gladis malu-malu."Tapi sebenarnya aku merasa tak enak padamu karena semua biaya pernikahan kita, keluarga kamu yang menanggung. Seharusnya kan aku juga ikut membantu," ucap Adam lirih."Nggak apa-apa, Mas. Nggak usah dipikirkan, aku dan keluarga ku nggak
Adam saat itu langsung bergegas menghampiri Nadia dan berbisik padanya."Sudah, Ma, tahan emosi Mama. Farida datang ke sini untuk Tasya, jadi tolong Mama jangan seperti ini pada Farida.""Tapi, Dam...." Nadia tak bisa menyembunyikan rasa bencinya pada Farida."Aku mohon, Ma. Ini semua demi Tasya," ucap Adam lagi semnati berbisik."Baiklah kalau begitu. Aku akan melakukan apa yang kamu katakan tapi ini semua semata-mata karena Tasya," ucap Nadia.Adam pun langsung menganggukkan kepalanya begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Nadia.Setidaknya Nadia tak melukai hati Farida dan membuat hubungan keduanya semakin renggang, begitulah Adam.Adam lalu menoleh ke arah Farida yang saat itu berada di belakangnya."Kamu tunggu di sini sebentar, ya. Aku akan masuk ke dalam dulu dan memberitahu Tasya kalau kamu datang," ucap Adam."Kenapa aku tidak langsung ikut saja, Mas." Farida yang sudah sangat rindu pada Tasya merasa tak tahan lagi untuk tak segera bertemu dengannya."Kamu itu nggak tau
Farida berjalan keluar dari kamar Tasya sembari menggenggam erat kedua tangannya.Tampak di pelupuk matanya, Adam yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari menyilangkan kakinya dan memainkan ponsel di tangannya.Saat itu tak ada Nadia yang mendampingi Adam. Dengan bergegas Farida berjalan menghampiri Adam dengan amarahnya yang sudah tak dapat dibendung lagi.Plak.Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipi kiri Adam hingga membuatnya memalingkan wajahnya. Adam yang saat itu tak bisa menghindari tamparan satu telapak tangan Farida, hanya bisa membiarkan sebelah pipinya menjadi memar.Adam pun langsung bangkit dari duduknya dan menatap nanar kepada Farida."Kamu ini apa-apaan sih! Datang-datang langsung nampar aku begini," ucap Adam dengan amarahnya yang ikut terpancing."Apa yang sudah kamu lakukan pada anakku, Hah! Apa kamu sudah memukulinya," tuduh Farida pada Adam.Adam yang tak mengerti maksud Farida hanya bisa mengernyitkan dahinya hingga menampakkan tiga garis vertikal t
Pagi-pagi sekali Adam sudah rapi dan melangkah keluar dari dalam kamarnya.Nadia yang melihat kedatangan Adam langsung mempersilahkannya duduk dan menyiapkan sarapan untuknya."Ma, hari ini aku nggak berangkat ke perkebunan, ya," ucap Adam."Loh kenapa kok kamu nggak ke perkebunan? Lalu kamu mau kemana pagi-pagi begini sudah rapi?" tanya Nadia."Aku mau ke rumah Gladis untuk meminta pernikahan kita yang akan dilakukan 3 hari lagi untuk dipercepat. Aku ingin besok bisa menikah dengannya."Wajah semringah Nadia langsung terlihat begitu jelas. Bibirnya tersenyum sangat lebar dan ia langsung berjalan menghampiri Adam yang tengah duduk di sebelahnya.Nadia mengambil posisi di samping Adam. Tangannya diletakkan di pundak Adam."Wah kalau ini Mama setuju sekali, Dam. Nggak apa-apa kamu nggak perlu ke perkebunan. Mama nggak marah kamu nggak ke perkebunan," ucap Nadia."Mau Mama temani kamu ke rumah Gladis?" tawar Nadia lagi."Oh nggak perlu, Ma. Aku bisa ke sana sendiri," jawab Adam sembari m