Hari demi hari terus berganti. Gladis merasa sedikit gugup mendekati hari pernikahannya.Saat Gladis tengah duduk di ruangannya di butik sembari memandangi gaun pengantin yang akan ia kenakan di hari pernikahannya, Tiba-tiba Adam datang menghampirinya."Sayang, ini aku bawa cincin pernikahan kita yang kita pesan beberapa hari yang lalu." Adam menunjukkan sepasang cincin di dalam wadah berbentuk love.Gladis menerima cincin yang diberikan Adam dan mencoba di jari manisnya."Wah pas, bagus ya mas," ucap Gladis menunjukkan cincin yang telah mereka pesan beberapa hari yang lalu."Iya bagus. Sangat cocok di jari tanganmu," ucap Adam memuji. Gladis pun tampak salah tingkah saat mendapatkan pujian dari Adam."Ah kamu bisa saja, Mas," jawab Gladis malu-malu."Tapi sebenarnya aku merasa tak enak padamu karena semua biaya pernikahan kita, keluarga kamu yang menanggung. Seharusnya kan aku juga ikut membantu," ucap Adam lirih."Nggak apa-apa, Mas. Nggak usah dipikirkan, aku dan keluarga ku nggak
Adam saat itu langsung bergegas menghampiri Nadia dan berbisik padanya."Sudah, Ma, tahan emosi Mama. Farida datang ke sini untuk Tasya, jadi tolong Mama jangan seperti ini pada Farida.""Tapi, Dam...." Nadia tak bisa menyembunyikan rasa bencinya pada Farida."Aku mohon, Ma. Ini semua demi Tasya," ucap Adam lagi semnati berbisik."Baiklah kalau begitu. Aku akan melakukan apa yang kamu katakan tapi ini semua semata-mata karena Tasya," ucap Nadia.Adam pun langsung menganggukkan kepalanya begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Nadia.Setidaknya Nadia tak melukai hati Farida dan membuat hubungan keduanya semakin renggang, begitulah Adam.Adam lalu menoleh ke arah Farida yang saat itu berada di belakangnya."Kamu tunggu di sini sebentar, ya. Aku akan masuk ke dalam dulu dan memberitahu Tasya kalau kamu datang," ucap Adam."Kenapa aku tidak langsung ikut saja, Mas." Farida yang sudah sangat rindu pada Tasya merasa tak tahan lagi untuk tak segera bertemu dengannya."Kamu itu nggak tau
Farida berjalan keluar dari kamar Tasya sembari menggenggam erat kedua tangannya.Tampak di pelupuk matanya, Adam yang tengah duduk di sofa ruang tamu sembari menyilangkan kakinya dan memainkan ponsel di tangannya.Saat itu tak ada Nadia yang mendampingi Adam. Dengan bergegas Farida berjalan menghampiri Adam dengan amarahnya yang sudah tak dapat dibendung lagi.Plak.Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipi kiri Adam hingga membuatnya memalingkan wajahnya. Adam yang saat itu tak bisa menghindari tamparan satu telapak tangan Farida, hanya bisa membiarkan sebelah pipinya menjadi memar.Adam pun langsung bangkit dari duduknya dan menatap nanar kepada Farida."Kamu ini apa-apaan sih! Datang-datang langsung nampar aku begini," ucap Adam dengan amarahnya yang ikut terpancing."Apa yang sudah kamu lakukan pada anakku, Hah! Apa kamu sudah memukulinya," tuduh Farida pada Adam.Adam yang tak mengerti maksud Farida hanya bisa mengernyitkan dahinya hingga menampakkan tiga garis vertikal t
Pagi-pagi sekali Adam sudah rapi dan melangkah keluar dari dalam kamarnya.Nadia yang melihat kedatangan Adam langsung mempersilahkannya duduk dan menyiapkan sarapan untuknya."Ma, hari ini aku nggak berangkat ke perkebunan, ya," ucap Adam."Loh kenapa kok kamu nggak ke perkebunan? Lalu kamu mau kemana pagi-pagi begini sudah rapi?" tanya Nadia."Aku mau ke rumah Gladis untuk meminta pernikahan kita yang akan dilakukan 3 hari lagi untuk dipercepat. Aku ingin besok bisa menikah dengannya."Wajah semringah Nadia langsung terlihat begitu jelas. Bibirnya tersenyum sangat lebar dan ia langsung berjalan menghampiri Adam yang tengah duduk di sebelahnya.Nadia mengambil posisi di samping Adam. Tangannya diletakkan di pundak Adam."Wah kalau ini Mama setuju sekali, Dam. Nggak apa-apa kamu nggak perlu ke perkebunan. Mama nggak marah kamu nggak ke perkebunan," ucap Nadia."Mau Mama temani kamu ke rumah Gladis?" tawar Nadia lagi."Oh nggak perlu, Ma. Aku bisa ke sana sendiri," jawab Adam sembari m
Dengan sedikit berlari, Feri menghampiri Farida dan Ratna yang tengah berdiri di ruangan Nani."Bagaimana keadaan bu Nani, Farida?" tanya Feri pada Farida.Namun, Farida yang tak menyangka akan kedatangan Feri hanya bisa tercengang menatapnya cukup dalam."K-kamu kok bisa tahu aku di sini, Mas?" tanya Farida yang tak tahu jika Ratna telah memberitahu Feri."Iya tadi ibu telepon aku dan ngasih tau kalau bu Nani masuk rumah sakit makanya aku langsung ke sini," ucap Feri."Aku juga masih belum tahu keadaan ibu bagaimana, Mas. Tadi kata dokter perlu dilakukan rontgen untuk memastikan sakitnya ibu," ucap Farida.***"Apa, Mas! Kamu minta besok kita menikah?" Gladis membulatkan kedua matanya mendengar apa yang dikatakan oleh Adam.Bukan hanya Gladis yang terkejut dengan ucapan Adam yang tiba-tiba tapi kedua orang tua Gladis yang tengah duduk bersama mereka di ruang tamu pun ikut terkejut.Namun, tak lama mereka menanggapi ucapan Adam dengan senyum semringah di wajah mereka."Wah itu bagus s
"Sah."Kalimat dari penghulu yang menikahkan Adam dan Gladis saat itu dapat didengar oleh semua saksi dan tamu undangan yang ada di dalam ruangan tempat akad Adam dan Gladis dilaksanakan."Sah," jawab para saksi dan para tamu yang hadir hampir bersamaan.Setelah seminggu berkenalan dengan Gladis, akhirnya Adam sudah sah menikahinya."Alhamdulillah," ucap Adam sembari mengusap kedua telapak tangannya ke wajahnya.Sama dengan apa yang Adam lakukan, Gladis pun melakukan hal yang sama. Tak lama Gladis menoleh ke arah Adam sembari tersenyum dan ia mengalami tangan Adam yang kini telah berstatus sebagai suaminya.Semua orang pun menyalami Adam dan Gladis untuk memberinya selamat. Tak terkecuali Nadia dan kedua orang tua Gladis yang ikut menyalami keduanya.Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan untuk Adam dan juga Gladis karena keduanya telah sah menjadi suami istri.Sampai sore hari akhirnya acara pernikahan Adam dan Gladis telah selesai dan para tamu pun telah pulang."Dam, Gladis
"Alhamdulilah ya, Mas. Akhirnya ibu sudah boleh pulang hari ini," ucap Farida menoleh ke arah Feri yang masih berjalan bersamanya."Iya, Farida," jawab Feri sembari tersenyum.Keduanya pun lalu masuk ke dalam sebuah ruangan. Dari kejauhan Adam masih mengamati keduanya."Oh ternyata mereka tidak ke ruangan Tasya. Tapi itu ruangan siapa, ya. Siapa yang sakit," ucap Adam lirih pada dirinya sendiri."Ah sudahlah, ngapain juga aku mikirin siapa yang ada di ruangan itu. Lebih baik sekarang aku fokus pada kesembuhan Tasya saja," ucap Adam lagi. Ia pun lalu pergi meninggalkan tempatnya dan kembali ke ruangan Tasya.***Pagi harinya Farida sudah bangun dan sudah menyiapkan sarapan di atas meja.Feri yang baru saja keluar dari dalam kamarnya, langsung menghampiri Farida."Farida, kamu nggak perlu masak begini. Kamu kan pasti capek dari kemarin ngurusin ibu sampai kurang tidur," ucap Feri."Oh nggak, kok, Mas. Alhamdulilah keadaan ibu sudah lebih baik jadi aku bisa meninggalkan ibu untuk melakuk
Dengan perasaan sedih yang bercampur aduk dengan kebencian pada orang-orang yang telah memisahkannya dengan putri semata wayangnya.Langkah kaki Farida sedikit terhuyung. Matanya yang sembab dan berkaca-kaca membuat pandangannya tanoak sedikit buyar. Ia bahkan harus berhenti sejenak di depan teras rumah sebelum akhirnya ia masuk ke dalam rumah."Farida, kamu kenapa kok lemes gitu?" tanya Ratna yang saat itu baru kembali pulang ke rumah dan langsung melihat Farida yang tampak lemas tak berdaya.Sebelah tangan Farida memegang dinding untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya."B-bu ...." Belum selesai Farida menyelesaikan kalimatnya, air matanya telah lebih dulu jatuh. Ratna pun sontak langsung memeluk erat tubuhnya."Ada apa Farida? Apa yang telah terjadi sampai-sampai kamu seperti ini?" tanya Ratna dengan suara yang mulai parau."Tasya, Bu. Dia dibawa pergi entah kemana oleh mantan suamiku," ucap Farida dengan terbata."A-apa! Tasya dibawa pergi." Ratna ikut syok mendengar apa yang d