Malam harinya, Feri pulang ke rumah dengan wajah lesu karena lelah. Ia melangkahkan kakinya masuk menemui Ratna yang sudah duduk di meja makan."Kamu sudah pulang, Fer?" tanya Ratna dengan senyum lebar di bibirnya. Ia bangkit dan menghampiri Feri yang baru saja pulang."Iya, Bu,* jawab Feri sembari mencium punggung tangan Ratna. Kedua matanya terfokus pada makanan di atas meja yang cukup banyak.Ratna yang menyadari keheranan Feri saat itu pun sedikit tersenyum."I-ini ada apa, Bu? Kok tumben ibu masak banyak banget gini? Apa hari ini adalah hari spesial?" tanya Feri sembari menarik kursi meja makan."Iya. Hari ini memang hari yang sangat istimewa," jawab Ratna tersenyum."Hari istimewa apa? Bukannya ulang tahu ibu sudah lewat dan ulang tahunku pun masih lama." Feri masih tampak bingung."Ya memang hari ini bukan hari ulang tahun ibu ataupun kamu." Ratna tersenyum tipis."Lalu kenapa ibu masak sebanyak ini? Apa ibu nggak capek masak sebanyak ini sendirian," ucap Feri menatap kepada Ra
Adam meninggalkan rumah dengan perasaan yang masih sulit dijelaskan. Rasanya begitu sulit untuk mengikhlaskan Farida bersama dengan pria lain. Asam menghentikan langkah kakinya sejenak dan menatap jalan menuju ke rumah Farida. "Nggak, aku nggak boleh seperti ini. Dia jelas-jelas sudah menolak ku," batin Adam yang langsung mengurungkan niatnya untuk menemui Farida. Ia pun akhirnya melanjutkan langkah kakinya menuju ke perkebunan namun seketika langkah kakinya terhenti melihat sosok yang jauh di depannya. "Bapak,,, kok dia sama perempuan, ya. Apa itu istri barunya," tebak Adam dalam hatinya. Ia pun segera menghampiri Hardi yang sedang bersama seorang wanita. "Bapak," ucap Adam menghampiri Hardi. Hardi pun terkesiap melihat Adam yang tiba-tiba menghampirinya. Kedua matanya sedikit melotot ke arah Adam. "Adam, kamu kok ada di sini? " tanya Hardi terbata. "Aku mau ke perkebunan. Bapak sendiri ngapain di sini dan dia siapa?" tanya Adam menujuk ke arah wanita di samping Hardi. Har
Dengan tergopoh-gopoh Adam berjalan memaauki rumah sakit bersama dngan Gladis yang ikut berjalan di sampingnya.Keduanya melewati lorong demi lorong hingga akhirnya tatapan mata ada terhenti pada sosok Nadia yang tengah duduk di kursi tunggu."Ma, gimana keadaan Tasya?" tanya Adam yang saat itu melihat Nadia yang sedikit sendu."Mama juga masih belum tahu, Dam. Tadi kata dokter ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan lebih dalam untuk memastikan apakah dugaan mereka itu benar atau tidak.""Maksud Mama, apa? Dugaan apa, Ma?" Adam menaikkan nada suaranya."Dokter mengatakan tadi kemungkinan bahwa Tasya terkena kanker tulang sum-sum tapi mereka perlu memastikan apakah itu benar atau tidak makanya sekarang mereka sedang memeriksa Tasya lebih dalam," Jelas Nadia.Gladis yang melihat Nadia sedih pun langsung segera menghiburnya. Ia berjalan mendekati Nadia dan menggenggam lembut tangannya."Tante yang tenang, ya. Kita berdoa saja semoga apa yang dokter katakan itu tidak benar dan peme
"Yah, Tasya mau ketemu sama ibu," ucao Tasya lirih pada Adam."Apa! Ibu?" Adam termenung sejenak. Ia melirik ke arah Nadia seakan meminta persetujuan darinya.Nadia yang seperti mengerti kode yang diberikan oleh Adam pun langsung menganggukkan kepalanya tanpa berlama-lama.Setelah mendapat persetujuan dari Nadia, Adam pun segera bangkit dari posisinya."Baiklah kalau Tasya mai bertemu dengan itu. Ayah akan bawa ibu ke sini. Tasya tunggu sebentar, ya," ucap Adam pada Tasya.Tasya yang masih terbaring di ranjang hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan dengan wajah yang tampak sangat pucat dan lemas.Adam beegegas pergi meninggalkan rumah sakit dan langsung menuju ke rumah Farida.Ada perasaan memggebu di dalam hatinya untuk segera menemui Farida dan membawanya ke hasian Tasya.Adam tak ingin lagi membuat Tasya kecewa. Rasa bersalah yang Adam rasakan membuatnya cukup tersiksa dan ingin sekali,menebusnya."Bagaimanapun caranya, aku akan membuat Tasya bahagia. Aku tidak akan mengabaikannya
"Sepertinya keadaan Tasya sudah sedikit membai bu, pak, jadi bisa pulang dan menjalani rawat jalan," ucap sangat dokter.Nadia dan Adam pun tersenyum bungah melihat Tasya yang sudah membaik setelah beberapa hari di rumah sakit."Terima kasih banyak, ya, dok," ucap Adam sembari tersenyum lebar. "Sama-sama Pak Adam. Tapi nanti tolong kondisi Tasya lebih diperhatikan lagi ya, pak. Kalau nanti tiba-tiba sakitnya kambuh bisa langsung dibawa ke rumah sakit. Jangan menunda-nunda," ucap sang dokter."Baik dok. Saya akan usahakan memperhatikan n kesehatan Tasya dan tidak akan lalai lagi seperti kemarin." Adam.bwekata dengan penuh percaya diri."Baik kalau begitu. Saya permisi dulu," ucap sang dokter yang kemudian pergi meninggalkan Adam dan Nadia.Keduanya pun lantas bersiap-siap membawa Tasya pulang. Semua baju dan barang-barang mereka mulai dikemasi.***Akhirnya Adam dan Nadia pun sampai di rumah. Keduanya menidurkan Tasya di kamarnya dan,kemudian keluar untuk membiarkannya beristirahat."
Setelah makan siang, Farida langsung membereskan meja makan yang sedikit berantakan.Tiba-tiba Ratna menghampiri Farida yang sedang mencuci piring di dapur."Farida, kamu antar makan siang untuk Feri, ya. Dia pasti seneng banget kalau makan siang masakan kamu. Yah biasanya sih dia selalu makan siang di luar tapi kalau kamu anterin makan siang dia pasti akan sangat senang sekali," ucap Ratna.Farida pun menghentikan aktivitasnya mencuci piring. Meski sesikut malu-malu tapi akhirnya Farida mengiyakan perintah dari Ratna.Setelah Ratna pergi meninggalkannya, ia segera menyiapkan makanan yang akan dia bawakan untuk Feri. Dari mulai nasi, sayur dan,lauk, semuanya ia tata dengan rapi.Tak lama datanglah Nani yang sedikio penasaran melihat Farida menata makanan."Loh itu makanan buat siapa, Farida? Apa makan siang untuk nak Feri?" tanya Nani."Iya bu, tadi bu Ratna menyuruhku untuk mengantarkan makan siang untuk mas Feri." Farida yang sedang sibuk menata makanan sampai tak menoleh ke arah Na
"Dia siapa Farida?" tanya Feri sembari melirik ke arah pria yang tak lain adalah Hardi.Farida yang masih sangat ketakutan tak bisa membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan dari Feri. Sementara Feri yang tak suka Hardi memegang tangan Farida langsung memisahkannya."Emmm perkenalkan, namaku Hardi. Aku adalah mantan bapak mertua Farida," ucap Hardi mengulurkan tangannya pada Feri.Degup jantung Farida masih belum stabil. Ia masih bernapas dengan tak teratur."Lalu kenapa bapak menahan Farida?" tanya Feri to the poin.Feri sendiri sudah merasa sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada keduanya. Mengapa Farida terlihat sangat takut."Sebenarnya sudah lama aku mencari kamu Farida, asa sesuatu hal yang ingin aku katakan padamu. Apa aku bisa bicara denganmu sebentar saja," pinta Hardi.Tatapan mata Hardi saat itu berbeda dengan tatapan matanya dulu yang selalu menatap Farida dengan penuh nafsu. Sekarang Hardi terlihat sedikit lebih tenang dan lembut."Tidak bisa!" jawab Farida tegas.
Hari demi hari terus berganti. Gladis merasa sedikit gugup mendekati hari pernikahannya.Saat Gladis tengah duduk di ruangannya di butik sembari memandangi gaun pengantin yang akan ia kenakan di hari pernikahannya, Tiba-tiba Adam datang menghampirinya."Sayang, ini aku bawa cincin pernikahan kita yang kita pesan beberapa hari yang lalu." Adam menunjukkan sepasang cincin di dalam wadah berbentuk love.Gladis menerima cincin yang diberikan Adam dan mencoba di jari manisnya."Wah pas, bagus ya mas," ucap Gladis menunjukkan cincin yang telah mereka pesan beberapa hari yang lalu."Iya bagus. Sangat cocok di jari tanganmu," ucap Adam memuji. Gladis pun tampak salah tingkah saat mendapatkan pujian dari Adam."Ah kamu bisa saja, Mas," jawab Gladis malu-malu."Tapi sebenarnya aku merasa tak enak padamu karena semua biaya pernikahan kita, keluarga kamu yang menanggung. Seharusnya kan aku juga ikut membantu," ucap Adam lirih."Nggak apa-apa, Mas. Nggak usah dipikirkan, aku dan keluarga ku nggak