Share

Bab 3

Penulis: RENA ARIANA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Udah nggak ada harapan lagi buat aku balik sama, Mas Tama." Aku terus mengusap air mata yang terus berjatuhan membasahi pipi. Sakit, benci dan marah bercampur jadi satu. Secepat itu dia melupakan aku yang pernah menemaninya dari titik terendah. Apa iya, dia memang tak ada cinta lagi untukku? Aku memiliki buah hati kenangan bersamanya. Sebegitu mudah melupakan jika sudah dapat seorang pengganti. Sedangkan aku? Aku disini menyembunyikan rasa sakit yang teramat. Hanya mampu memandangi foto pernikahan dan mengingat setiap perlakuan manisnya. Ah, sakit kalau mengingatnya. 

 

 

Harus bagaimana aku sekarang? Melupakan tidak semudah membalikan telapak tangan. Tapi aku juga harus bangkit. Anak-anak butuh aku, dan Ibu …. Sekarang aku harus terbiasa bekerja keras menghidupi keluargaku. Ayah sudah tiada, di desa pun tak ada keluarga. Terpaksa aku harus bertahan di kota Jakarta. Jika di desa aku kerja apa? Aku tak bisa bercocok tanam. Ibu hanya mengajariku untuk urusan dapur saja jadi pengalaman di luar rumah aku tak tahu. 

 

 

Saat itu, berbekal ponsel yang dibelikan Mas Tama aku menjualnya. Lumayan masih laku tiga juta. Bisa untuk bertahan hidup, menyewa kontrakan dan mencari pekerjaan. Tuhan tidak pernah menguji di luar batas kemampuan hambanya. Itu yang kurasa saat itu. Ketika aku tengah berpanasan mencari pekerjaan, tertera sebuah pengumuman lowongan pekerjaan sebagai pelayan dan tukang cuci piring di restoran. Berbekal tekad dan keberanian serta ijasah SMP yang aku punya, aku pun memberanikan diri untuk masuk dan bertanya. Ternyata posisi itu tidak membutuhkan persyaratan yang rumit-rumit. Sehingga aku pun diterima untuk bekerja di tempat ini. Rasa syukur ku-ucapkan berkali-kali. 

 

 

Setelah melihat Mas Tama dengan Istri barunya tadi, rasanya aku tidak bersemangat untuk melanjutkan kerja. Yang kuinginkan saat ini adalah duduk di pojokan, menyendiri dan meratapi nasib lalu menangis sejadinya.  Seperti yang kulakukan saat ini. Duduk sendiri dipojokkan. 

Hik ...Hik … ya Tuhan, aku seperti nggak ada harganya di mata suamiku." Ku-usap air mata yang terus terjun bebas di pipi.

 

 

"Han! Hany! Kamu kenapa?" sapa Dinda menghampiri. 

 

 

"Aku sedih, Dind. Nggak ada semangat," lirihku. 

 

 

"Itu tadi siapa?" tanya Dinda. 

 

 

"Suamiku. Mantan suami." 

 

 

"Perempuan tadi?" 

 

 

"Istri barunya! Udah ah, biarin aja! Nanti juga mereka kuwalat. Aku doain nggak akan pernah bahagia. Dan semoga dia nyesel udah ninggalin aku dan anak-anak cuma demi perempuan tadi," kesalku. Tapi air mata ini tak mau berhenti. 

 

 

"Iya, bener. Jangan ditangisin, Han. Lo masih muda! Semangat! Gue yakin lo bisa dapatin orang yang lebih baik. Dan gue doain semoga setelah ini hidup lo akan selalu bahagia. Jangan larut dalam kesedihan dong! Buktiin sama mantan suami lo, lo bisa hidup tanpa dia. Jangan mengemis cinta sebagai perempuan yang udah dicampakkan. Lo harus kuat dan buktikan pada mereka yang udah nyakitin lo, kalau lo bisa bangkit! Please Hany, lupakan mantan suami lo yang nggak baik itu," ucap Dinda menggebu.

 

 

"Nggak gampang ngelupain orang yang kita cinta dan sayang, Dind. Nggak segampang itu. Butuh waktu lama untuk mengobati luka yang perih bagai tersayat pisau ini! Ngilu banget …." 

 

 

"Nyatanya aku masih cinta dan ingin kembali sama, Tama," lirihku.

 

 

"Please, Hany! Jangan bodoh! Ayollah bangkit, lo harus bisa lupain, Tama itu! Titik!" 

 

 

"Bantu aku." Kuulurkan kelingkingku.

 

 

"Pasti, Hany! Ya udah sekarang kita kerja lagi. Semangat." Dinda pun mengulurkan kelingkingnya. 

 

Demi Ibu, Reva dan Ravi aku harus semangat. Demi tukang asuh Reva dan Ravi juga. Sebab, aku tidak mungkin menitipkan pada Ibu yang sedang sakit. 

 

 

Beruntung aku mendapat sift pagi sampai sore. Gaji di restoran kudengar awal tiga juta. Dari jam sepuluh pagi hingga jam 18.00. Pulang, lalu tidur sebentar. Pukul 22.00 aku harus bekerja di sebuah Klub malam hingga pukul 05.00 pagi. Hah, lelahnya aku … tapi tidak boleh mengeluh. Demi memenuhi kebutuhan gizi anak-anak.

 

 

"Suamiku kaya kepincut sahabatnya!" Kasian amat si gue!" 

 

 

"Idih ngomong sendiri!" celetuk Danang. 

 

 

"Hahhaha … kesel gue!"

 

 

****

 

 

Waktu sudah menandakan jam pulang kerja. Dan semua kerjaanku sudah beres. Waktunya untuk pulang. Kuambil tas dan bersiap melangkahkan kaki. 

 

 

"Han, mau kemana?" tanya Danang. 

 

 

"Mau pulang, istirahat dan malam kerja lagi," jawabku. 

 

 

"Nggak nunggu gajian? Sebentar lagi gajian dibagi lo," ucap Danang. 

 

 

"Owh iya, udah sebulan ternyata gue kerja di sini."

 

 

"Bisa gituh! Lupa sama gaji. Hahahaha," sambung Dinda.

 

 

 Tak lama, pak Manajer datang dan menyerahkan amplop kami masing-masing. Aku pun langsung pulang membawa gajiku. Iya, ini adalah gaji pertama yang kudapatkan dari hasil jerih payah sendiri. Dan rasanya itu sangat berbeda dengan uang yang dikasih oleh Mas Tama. Kemana uang itu habis tidak lagi dipertanyakan. Huhuhuhu senangnya hatiku dan langsung melipir ke minimarket. Membeli susu juga diapers untuk anak-anak.

 

 

Saat keluar dengan beberapa teng-teng belanjaan, aku asyik memeriksanya. Sehingga tak melihat seseorang dengan sengaja memanjangkan kakinya supaya aku terjatuh. Semua belanjaanku berceceran. Dan saat kulihat ternyata Tama dan Istrinya. Apes banget kenapa harus kembali bertemu dengan mereka.

 

 

"Widih belanja!" celetuk Mas Tama.

 

 

"Iya, belanja kebutuhan anak-anak karena Ayahnya sudah mati," jawabku sambil tersenyum. 

 

 

"Tak berotak kamu, Mas! Lupa sama aku juga lupa sama anak-anak. Kuwalat kamu nanti!" ucapku sambil berlalu. Kesal aku melihat mereka. Apes banget hari ini harus ketemu sama orang nyebelin lagi. 

'Emang dasar nggak punya otak!' 

 

 

Bruk!

 

 

Aku menabrak seseorang saat aku berjalan sambil menggerundel.

 

"Aw!" pekiknya.

 

 

"Aduh, maaf, Mas! Saya sedang terburu-buru." Langsung saja aku minta maaf karena merasa tak enak. Memang aku bersalah di sini telah menabrakny karena tak memperhatikan jalan.

 

 

"Iya, nggak apa-apa. Lain kali, jalan pake mata ya? Jangan pake dengkul. Dan kalau jalan baiknya fokus melihat ke depan. Bukan ke arah lain. Untung kamu nabrak saya, bukan ditabrak mobil. Jangan dibiasakan seperti ini, bahaya," ucapnya panjang kali lebar. 'Sok banget, orang udah minta maaf juga. Eh, tapi ada benarnya juga sih.' 

 

 

"Iya, Maaf. Saya nggak sengaja." Aku pun segera berlalu dan langsung naik angkutan umum seperti biasa. Pria yang barusan kutabrak masih memandang ke arahku. Namun, aku tak dapat melihatnya lagi setelah angkot sudah berjalan beberapa meter. 

 

 

*****

 

 

"Asalamualaikum." Aku mengucap salam sesampainya di rumah. 

 

 

"Walaikumsalam. Baru pulang?" Ibu bertanya. Kulihat anak-anak sudah tidur. Tidur menggunakan kasur lantai. Anak yang pintar dan tidak rewel. Padahal dulu waktu tinggal bersama Ayahnya, mereka sering menangis. 

 

 

'Mas, apa iya kamu tak ingat anakmu sama sekali? Sekalipun tak pernah mencari kami. Dan saat bertemu, kamu pun tak bertanya bagaimana kabar mereka.' Ternyata sakit yang mendalam bukanlah saat kamu menceraikanku, tetapi saat kamu tidak mengingat anak-anakmu. Apa kamu tidak menyayangi mereka? Apa yang dia kasih sama kamu, Mas?' Menetes air mata ketika aku terus teringat tentangmu. Iya, kamu di sana hidup enak bergelimang harta. Sedangkan anakmu hanya tidur beralasan kasur lantai yang tipis. Mereka biasa bermain di rumah yang besar. Berlarian kesana ke sini. Sedang di sini, mereka tidak bisa bermain sesuka hati. Dapatkah kamu merasakan ketika mereka memanggil namamu? Apa kamu tak merasakannya? 

 

"Papa …" Saat nama itu keluar dari bibir mungilnya, hatiku seperti tertusuk belati yang tajam. Sakit … sekali.

 

 

"Han, Hany! Kamu nggak apa-apa?" tanya Ibu membuatku kaget. "Asih mau pulang. Sekarang waktunya gajian," ucap Ibu. 

 

 

"Eh iya, maaf, Mbak Asih. Hany lupa. Ini." Kuserahkan sepuluh lembar uang ratusan. Dan setelah itu, aku memberikannya pada Ibu. Satu juta kuambil untuk menebus obat Ibu. Itulah sebabnya aku harus bekerja lagi di malam hari. Untuk memenuhi kebutuhan perut kami.

 

 

"Saya, Pamit. Mbak. Besok pagi saya balik lagi seperti biasa," pamit Mbak Asih. 

 

 

"Iya, Mbak. Terima kasih." 

 

 

"Bu, nanti tolong bangunkan Hany, jam sembilan ya. Takut kebablasan. 

 

 

"Iya, Han," ucap Ibu. 

 

Kubaringkan tubuh di samping anak-anak. Aku sengaja memiringkan posisi tidur membelakangi mereka. Agar terutama Ibu tidak bisa melihat air mataku. Sampai di rumah aku masih terbayang Mas Tama. Aku mencintainya dan masih berharap untuk bisa bersama dengannya. Namun, itu hanyalah harapan karena aku tak mungkin merebut dia dari istrinya. Menangis? Hanya itu yang mampu kulakukan. Larut dalam kesedihan yang mendalam. 

 

 

Kalau memang alasan dia menceraikanku karena penampilan ataupun karena aku lebih mengutamakan Ibu, aku menyesali itu. Aku mengaku salah. Seharian suamiku menjadi prioritas utamaku. Ibu juga salah saat memperkeruh suasana. Ah, tapi aku tidak mungkin menyalahkan Ibu. Itu akan melukai hatinya. Atau mungkin ini memang sudah takdir? Semakin aku memikirkannya, perasaan itu semakin dalam. Dan semakin aku mencoba melupakannya, semakin membuatku sakit. Hidupku seperti tidak ada artinya. Aku ingin dia menyesali perbuatannya. Aku ingin selalu berada didekatnya. Aku ingin dia melihat kebahagiaanku lepas darinya. Tapi, bagaimana caranya. Mungkin itu hanya akan menjadi sebuah angan.

 

 

 

 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
muak baca cerita yg g jelas kayak gini.
goodnovel comment avatar
Anggra
masih ngarep balik ma suami yg GK tau diri..mnding jadi babu..ubah prnampilan..dan jodoh akan datang sendirinya..DRI oda ngarep buat rujuk ma suami brenzekk..pa lgi kan dah di talak tilu
goodnovel comment avatar
Sssst
Lagian udah talak 3 mana bs balik gt aja Hany.. kamu hrs kawin sm yg lain dl
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 4

    "Kamu nangis, Han? Katanya mau tidur?" Ibu mengelus kepalaku. Sebenarnya sedikit kesa pada Ibu. Tapi aku begitu menyayanginya. Masa gara-gara dicerai sama Mas Tama aku harus menyalahkan Ibu. Seperti yang Dewi bilang."Eh, engg … enggak kok, Bu." Aku berusaha mengusap air mata. Namun, suara berdengung dan hidung yang menjadi tersumbat tak mampu menyembunyikan kebohongan."Jangan bohong sama Ibu. Kamu nangisin, Tama? Untuk apa Hany? Untuk apa menangisi suami yang hanya bisa menuntut! Jangan bodoh! Memang belagu si Tama! Dulu nikah sama kamu cuma modal dengkul dan uang dua juta. Sekarang udah sukses malah lupa daratan! Udah biarin aja nggak usah ditangisin! Nanti juga bakal nyesel sendiri kok!" ucap Ibu terdengar gemas.Aku bangun dari posisi tidur dan menghadap pada Ibu. Begitupun dengan Ibu langsung bangun

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 5

    Deg!Jantungku berdebar, pikiranku larut pada bayangan Mas Tama. Saat Reyhan menyanyikan lagu Vagetoz yang berjudul Saat kau pergi. Aku merasa lagu itu sangat tepat untuk mewakili perasaanku saat ini.Reyhan menyanyikannya penuh penghayatan. Seakan dialah yang mengalami itu. Ternyata sebuah lagu pun mampu mewakili perasaan yang dirasa seseorang."Han, Hany! Kenapa bengong?" tanya Reyhan."Lagunya sangat mewakili perasaanku, Rey," jawabku."Iyakah? Memang kamu ditinggal pergi?"tanyanya sambil menyalakan sebatang rokok."Iya. Pas lagi sayang-sayangnya. Persis sekali dengan lagu yang kamu bawain tadi." Jawabanku semakin membuatnya kepo."Jadi? Jadi? Jadi ….?" Dia ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 6

    Pukul lima pagi setelah shalat subuh, aku bersiap. Hanya tidur dua jam. Kalau orang lain, mungkin akan lemas. Tapi kalau aku sudah terbiasa. Entah di kantor Reyhan nanti, aku akan mengantuk atau tidak? Sepertinya si mengantuk.Sungguh, dihari pertama akan bekerja dengan Reyhan, perasaanku sangat senang dan begitu nervous."Bu, masa iya aku kerjanya cuma nemenin, Reyhan aja sih," keluhku pada Ibu."Siapa tahu kamu diajarin sesuatu. Kan kita nggak tahu," ucap Ibu."Tapi kok rasanya deg-degan gini ya, Bu?""Biasa itu, Han. Namanya juga hari pertama masuk kantor," ucap Ibu sambil membuat sereal yang dibelikan oleh Reyhan semalam.****

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 7

    POV Author"Kan aku udah bilang nggak bisa! Kamu ngeyelan banget sih dibilangin. Kalau kaya gini kan kasihan kamunya repot, Rey," ucap Hany sambil mengernyitkan kening. Semua pekerjaan tidak ada yang beres satu pun. Membuat Hany merasa tidak enak. Disuruh mencari berkas penting, tapi dia tidak mengerti berkas seperti apa. Rasanya Hany sungguh ingin menyerah."Rey, mendingan kasih kerjaan lain aja deh! Jadi tukang ngepel apa jadi tukang kopi. Apa namanya? OB kalau nggak salah. Aku bisa kalau itu. Kalau ini, otakku nggak nyampe, pusing. Aku nggak bisa, Rey," protesnya dengan bibir monyong lima cm. Terlihat putus asa dan hampir menyerah."Pelan-pelan pasti bisa! Nggak ada yang langsung bisa, semua bertahap, Hany! Kan aku ajarin. Kamu belajar dari Linda. Mulai besok, ya. Kamu belajar deh apa-apa aja yang harus kamu pelajari dari Linda. Ini nggak sehoro

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 8

    [Sudah kusiapkan tempat khusus buat kamu belajar sama Linda. Ingat, jangan banyak mengeluh, jangan crewet dan ikutin Linda! Semoga berhasil!][Nanti pukul 07.00 akan ada mobil khusus yang jemput kamu. Kamu ikut saja sama dia. Sekarang bangun dan bersiap.] Hany tersenyum melihat pesan dari Reyhan. Serasa minum susu coklat di pagi hari, sangat terasa segar dan menghangatkan perut."Hihihihi, Reyhan baik banget sih! Semoga sehat dan lancar selalu," lirihnya sambil bergagas ke kamar mandi."Han! Mandinya pelan-pelan dong. Airnya nyipret keluar ini. Semangat banget kamu ini," ucap Ibunya dari luar."Hany buru-buru, Bu. Mau sekolah lagi. Tadi abis subuh tidur lagi, eh jadi ketiduran," jawabnya sambil terus mengguyurkan air.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 9

    "Asalamualaikum." Hany mengucap salam. Dengan semangat 45, Bu Evi menjawab salam anaknya dan segera keluar. Namun, alangkah kagetnya ketika Hany datang bersama laki-laki yang sangat ia benci."Bu," sapa Tama. Bu Evi melirik sinis pada anaknya. Matanya menyimpan tanya untuk apa dia membawa laki-laki ini ke rumah. Hany mengetahui arti tatapan mata Ibunya. Namun, dia berusaha tak mengerti dengan sikap acuh ibunya. Tidak ada keramah tamahan dari Bu Evi. Yang ada hanya rasa benci di dalam hatinya."Ya ampun! Astagfirullah, ngapain, Hany sama Tama?" batin Bu Evi dalam hati."Masuk, Mas," ucap Hany. Dengan cepat, Tama pun masuk ke dalam kontrakan kecil yang ditinggali kedua anaknya."Sayang! Papa datang, Nak," ucap Tama. Kedua anaknya langsung menghambur memeluknya. T

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 10

    "Kita mau kemana? Kok tumben?" tanya Hany penasaran. 'Iyakah ada pekerjaan? Karena Reyhan tidak membawa pakaian sama sekali. Mobil ini berjalan lurus dan jalannya, aku seperti mengetahuinya.' Dia terus membatin dalam hati."Kita mau ke rumah Linda! Pelatihan tambahan. Kali ini, gurunya bertambah satu," ucap Reyhan menahan tawa."Jadi kamu bohong sama aku dan Ibu?" Hany menuntut penjelasan."Oh, jangan bilang aku bohong. Aku bilang, ada pekerjaan. Jadi, ya ini pekerjaan aku. Melatih kamu! Pelatihan tambahan, supaya cepat bisa. Membutuhkan kamu, bukan?" Reyhan melirik Hany yang terlihat kaget mendengar pengakuannya."Rey?! Hahhahaha!" Dia tertawa melihat kelakuan Reyhan. "Berasa muda aku begini," lanjutnya."Memang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 11

    POV ReyhanSetelah pulang dari kantor, aku sengaja mampir ke rumah Linda. Menjemput Hany, sekaligus meminta tolong. Mama dan Papa terlalu berlebihan kalau menurutku. Sebenarnya, mereka hanya ingin rumah menjadi rame. Karena, di rumah sebesar itu hanya ditinggali kami bertiga.Tepat pukul 16.30 aku sampai juga di rumah Linda. Dengan wajah sedikit lesu, kulangkahkan kaki ke dalam."Rey, tumben kesini?" tanya Linda."Mau jemput, Hany. Jangan pura-pura pikun deh," ucapku. "Hany mana?" Mataku celingukan mencari keberadaannya."Udah pulang setengah jam yang lalu. Dijemput sama Tama. Makanya aku nanya kok tumben," ucapnya.Aku duduk di sofa sebentar. Meraih

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Akhir yang Indah

    Extra part 1POV HanySetelah acara makan malam usai dan semua orang sudah pulang, aku dan Mas Reyhan langsung masuk ke kamar. Takut-takut aku pun memberi tahu pada Mas Reyhan tentang siklus menstruasiku yang tidak lancar. Mendengar pengakuanku, Mas Reyhan terlihat panik dan memintaku untuk segera memeriksakannya ke dokter."Sekarang kamu istirahat, Sayang. Besok pagi aku temani ke dokter. Jangan panik," ucap Mas Reyhan seraya membenamkan wajahku ke dadanya."Iya, Mas." Karena merasa sangat lelah, kami pun langsung beranjak ke tempat tidur. Mas Reyhan mematikan lampu kemudian menarik tubuhku sehingga kami pun terbaring bersamaan."Sudah tidur! Pejamkan matanya!" perintah Mas Reyhan. Aku mengangguk dan langsung memeluk tubuhnya. Ku-letakan kepala di atas dadanya hingga kemudian aku pun memejamkan m

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Ending yang luar biasa

    (Semua mendapat kebahagiaannyaSejak pernikahan dua pasang pengantin yakini, Shela dan Tama, serta Riska dan Rangga, seminggu setelahnya, resmi juga pasangan Hana dan Ridho sebagai sepasang suami istri yang sah. Kini tidak terasa pernikahan mereka sudah hampir berjalan satu bulan. Pernikahan Ridho dan Hana cukup sederhana dan hanya mengundang karabat terdekat. Ini semua pun atas permintaan Hana, dan setelah menikah, Ridho tinggal di rumah orang tua Hana. Sebab, Ridho sendiri sudah tidak memiliki orang tua dan hanya tinggal bersama Paman dan bibinya yang tak lain kakak dari Ayah Tama.Kini setelah menikah, Ridho kembali disibukkan dengan menjalankan bisnis tour and travel-nya yang semakin rame semenjak menikah dengan Hana. Sebab, tour and travel milik Ridho, dibantu promo khusus oleh keluarga besar Reyhan. Bahkan agar melihat bisnis Ridho semakin maju, mereka tidak segan-segan menyumbang sebuah ide yang membuat bisnisnya sem

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 52

    Sebelumnya….Derrrtttt …!Ponsel Shela berdering. Shela pun mengangkatnya."Apa?!" ucap Shela tersentak saat mengangkat panggilan itu. Matanya mendelik tajam, giginya menyatu sehingga mengeluarkan bunyi gemeretak. Sebelah bibirnya pun menyungging sinis seakan penuh kepuasan. Sedangkan semua orang menatap aneh sambil menunggu penjelasannya….🌟🌟🌟🌟"Ada apa, Shel? Siapa yang telepon?" tanya Tomo."Mas Tama, Om," jawab Shela. "Manusia laknat yang membuat Mama meninggal, ditangkap pol

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 51

    Lamaran 3Semua keluarga besar Reyhan akan kembali disibukkan dengan persiapan acara lamaran Rangga esok pagi. Setelah Shela dan Tama, menyusul Rangga dan Riska. Semua orang juga masih berada di rumah Jaya Utomo, termasuk Septa yang masih setia di sisi Hana. Sedangkan Riska, sudah pulang membantu Ibunya bersiap untuk menyambut kedatangan mereka.Dari sore hari setelah kepulangan keluarga Tama sampai hampir masuk waktu maghrib, semua orang masih asyik bergurau. Hingga pada akhirnya terdengar suara azan maghrib yang membuat mereka segera bergegas untuk melaksanakan shalat Maghrib berjamaah.⭐⭐⭐Selesai melaksanakan shalat Maghrib, mereka menunggu waktu shalat isya. Setelah itu, baru semua orang menikmati makan malam bersama. Hanya ada satu perempuan yang ti

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 50

    Berbagai macam hidangan kue-kue sudah tertata rapi di meja ruang tamu untuk menyambut kehadiran Tama dan keluarga besarnya. Shela tidak bisa duduk dengan tenang. Hatinya sangat gelisah, tidak menyangka kalau dia akan menikah dengan Tama. Betul-betul tidak pernah terpikir oleh Shela sebelumnya. Mengapa dia bisa mencintai duda tampan ber-anak dua itu, dan yang paling parah, duda itu mantan suami istri sepupunya. Terkadang, ia ingin sekali tertawa bila mengingatnya. Sama seperti Shela, Tama pun merasakan hal yang sama. Meski sudah dua kali menikah, dia tetap merasa deg-degan.⭐Para perjaka dan gadis di ruang tamu semuanya bersikap aneh. Mereka yang biasanya saling berbicara dan menyapa kini lebih banyak diamnya. Rangga yang sibuk memperhatikan Riska, membuat gadis itu tertunduk malu."Aduh, Kak Rangga n

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 49

    "REYHANNN!!! HANY!!!!" Shela berteriak kencang membangunkan sepupu dan iparnya.Tok … Tok ….!Shela terus menggedor pintu kamar REYHAN (Rey dan Hany)"Isssh, masih pagi Shela kok teriak-teriak," grutu Hany. Dirinya dan Reyhan baru saja melaksanakan shalat subuh."Buka pintunya, Han," perintah Reyhan. Hany tak menimpali. "Buka pintunya, Sayang …." Reyhan mengulang kata-katanya."Siap, Sayang," balas Hany seraya beranjak."Dasar!" lirih Reyhan tersenyum."Kenapa, Shel? Masih pagi kok teriak-teriak?""Ini, Tama dan keluarganya

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 48

    "Kok hati gue kerasa tenang ya, habis shalat," ucap Riska. Hana dan Septa mengangguk bersamaan."Aku juga ngerasain hal yang sama. Kok aku ngerasa kayak lebih adem dan lebih baik dari sebelumnya ya? Biasanya itu, yang aku rasa hawanya panas. Kalau ini beneran adem banget," balas Septa.Mereka bertiga asyik berbincang di dalam taksi yang membawanya kembali ke Jakarta. Sementara Hana lebih banyak diam dan mendengarkan curhatan kedua sahabatnya. Hana memikirkan masa depan seperti apa yang akan menyapanya mengingat dirinya bukanlah perempuan sempurna. "Aku jijik dengan tubuhku," ucapnya dalam hati. "Kira-kira masih ada laki-laki yang mau sama aku, nggak ya?" batinnya."Han, kok kamu diam saja?" tanya Septa."Em, aku nggak apa-apa kok. Aku punya ide deh, giman

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 47

    Satria dan Karina memutuskan untuk pulang ke rumah mereka hari ini juga. Mereka tidak ingin merepotkan besannya lebih lama lagi. Setidaknya mereka sudah bertemu dengan anaknya dan tahu mereka baik-baik saja, Satria dan Karina merasa lega. Keduanya merasa bersyukur, mencari Hana, justru bisa menemukan Hany. Sebelum pulang, mereka memberikan alamat rumah pada Hany dan memintanya untuk singgah di rumahnya jika memiliki waktu luang."Mama dan Papa pulang dulu, Han," pamit Karina seraya memeluk dan menciumi pipi anaknya. "Kamu jangan lupa main ke rumah Mama," lanjutnya. Hany mengangguk dan balas memeluk erat tubuh Mamanya. "Insya Allah, Hany bakal main-main ke rumah Mama."Satria masih sibuk mengecupi kedua cucunya. Rasanya berat sekali meninggalkan mereka dan masih ingin berlama-lama. "Sebenarnya, Kakek masih ingin bermain deng

  • Suamiku Menyesal Menceraikanku   Bab 46

    SebelumnyaSejenak Hana pun terdiam …."Gimana ini? Tak mungkin aku menghancurkan, Adikku. Maafkan Kakak, Dek. Mungkin karena Kakak tertarik padanya, pemikat yang ada di diri Kakak mampu menarik perhatiannya. Tapi Kakak tidak akan merusak kebahagiaan kalian. Tidak akan," tegas Hana dalam hatinya.🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿Setelah mengetahui kalau Reyhan adalah suami Hany, Hana tak lagi mau menatap Reyhan dengan mata nakalnya. Dia lebih memilih untuk menghindar. Sebab, semakin Hana menatap mata Reyhan dan Reyhan balas menatapnya, maka Reyhan akan semakin terpengaruh oleh pesona wajah Hana yang terlihat cantik di matanya. Oleh sebab itu Hana menghindarinya. Susuk pemikat yang Hana pasang di sekitaran dahi dan alis, menambah karisma dan membuat wajahnya terlihat lebih menarik. Terutama

DMCA.com Protection Status