Keesokan paginya, Elizabeth berangkat lebih awal ke butik lebih dahulu bersama sopir pribadinya karena ada urusan mendadak. Dan Evan kini masih bersiap-siap untuk segera pergi ke kantor. Karena hari ini anak-anaknya libur sekolah, Evan sedikit lebih tenang. Hanya saja ia harus mengantarkan Exel ke tempat latihan basket sebentar lagi. "Selamat pagi Tuan," sapa Tania yang kini berada di ruang makan bersama Pauline. "Nyonya tadi bilang pada saya, sudah menyiapkan bekal untuk Tuan." Evan mengangguk. "Ya, dia selalu membawakan bekal untuk setiap pagi," jawab Evan. Wanita itu diam dan kembali menyuapi Pauline yang duduk di atas meja. "Sayang, Papa berangkat dulu ya ... Pauline tidak boleh nakal di rumah dengan Nanny Tania, okay?" Evan mengecup kedua pipi gembil putrinya. "Papa hati-hati ya, Pa! Muahh...!" Pauline dengan lucunya dia bercium jauh dengan tangan mungilnya pada sang Papa. Evan terkekeh gemas dan ia kembali melambaikan tangannya sebelum muncul Exel dari lantai dua. "Pa, a
Setelah keributan kecil kemarin malam, Elizabeth dan Evan kembali seperti biasanya. Dan Elizabeth hari ini pulang saat hari sudah gelap karena adanya pertemuan penting dengan beberapa rekan kerjanya.Elizabeth juga sudah meminta izin pada Evan. Hingga malam ini dia sampai di rumah pukul tujuh tepat. Elizabeth berjalan masuk ke dalam rumah, langkahnya terhenti saat dia melihat Tania keluar dari ruangan kerja Evan. "Apa yang dia lakukan di ruang kerja Evan?" Elizabeth bertanya-tanya. Saat itu juga ia melangkah menuju ke ruangan kerja sang suami. Elizabeth membuka pintunya tanpa permisi, hingga Evan dan Jericho menatapnya dengan tatapan terkejut. "Sayang, kau sudah pulang? Bagaimana acaranya tadi?" tanya Evan pada sang istri, bahkan dia menutup laptopnya saat Elizabeth melangkah mendekat. Evan mengulurkan tangannya, namun Elizabeth tidak meresponnya. Justru istrinya memberikan tatapan yang penuh tanda tanya besar pada Evan. "Ada apa? Kenapa pulang-pulang kesal begini, hem?" tanya E
"Papa menyebalkan sekali! Bukannya membela Exel, Papa malah membela pengasuh jelek itu!" Exel marah-marah sembari berjalan masuk ke dalam rumah. Anak laki-laki itu memasang wajah marahnya setelah keributan dengan sang Papa. Sampai tiba Exel di depan kamar sang Mama, di sana Elizabeth mengerjapkan kedua matanya menatap Exel dengan wajah marahnya berdiri di depan sana siap mengadu. "Sayang, kenapa?" tanya Elizabeth mengulurkan tangannya. Exel berjalan mendekatinya dan langsung memeluknya. "Papa Ma, masa Papa membela Nanny Tania yang jelas-jelas lalai menjaga Pauline! Tadi Exel lihat sendiri kalau Pauline hampir keluar dari dalam gerbang rumah, terus Nanny Tania telponan di teras dan tidak menjaga Pauline! Waktu Exel aduin Papa, tapi Papa malah membela Nanny Tania!" seru Exel menjelaskan pada sang Mama. Wajah Exel yang biasanya selalu cerah ceria pun kini menghilang, anak itu menjadi cemberut kesal dan banyak marah akhir-akhir ini. "Sayang ... sudah, sudah, jangan marah dong, biar
Setelah keributan tadi, hingga malam ini Elizabeth benar-benar tidak bisa tidur dan terus memikirkan Exel. Wanita itu memeluk Pauline yang tertidur di tengah-tengahnya dan Evan. Sesekali Elizabeth mengecup pipi Pauline dan mendekapnya lagi. Hingga dia yang tidak bisa tidur, mampu diketahui oleh Evan. "Sayang, kenapa belum tidur juga? Sudah hampir pukul satu dini hari," ujar Evan menatap istrinya. "Aku tidak bisa tidur," jawab Elizabeth lirih. "Aku terus kepikiran dengan Exel sejak tadi. Dia bahkan tidak mau keluar untuk makan malam." Evan menyergah napasnya panjang. Laki-laki itu menyugar rambutnya dan dia memejamkan kedua matanya pelan sebelum terbuka kembali menatap langit-langit. "Aku juga baru pertama kalinya melihat Exel menjadi semarah ini," ujar Evan bertanya-tanya. "Padahal Tania termasuk pengasuh yang sangat baik. Aku perhatikan dia juga selalu perhatian pada Exel dan Pauline," ujar Elizabeth mengerjapkan kedua matanya. "Tapi tidak biasanya juga putra kita benci tanpa a
Hari ini Elizabeth sedang libur ke butik, wanita itu berniat ingin menemani Pauline di sekolah sekaligus juga mengantarkan Exel. Mendengar Mamanya libur dan akan mengantarkannya ke sekolah, hal ini membuat Exel sangat bersemangat. "Mama, harusnya kita setiap hari berangkat sama Mama, baru Exel semangat belajarnya," ujar Exel berdiri di dekat ranjang, di mana Pauline duduk memainkan ponsel milik Elizabeth. "Tapi Mama kan sibuk, Sayang," jawab Elizabeth menatap putranya. "Mama akan libur satu minggu dua kali, nanti hari minggu kita bisa pergi jalan-jalan, lalu hari kamis Mama bisa mengantarkan kalian ke sekolah." "Oke Ma, sip!" Exel langsung mengacungkan jempolnya cepat. Setelah membantu kedua anaknya bersiap, Elizabeth mengajak keduanya keluar dari dalam kamar. Saat ia melangkah di selasar lantai dua, dari atas sana Elizabeth melihat Evan yang tengah berbincang dengan Tania. Dan jelas terlihat Tania yang kini tengah meletakkan secangkir kopi di hadapan Evan. "Aku kan sudah membu
Kejadian semalam membuat Elizabeth paginya menjadi sedikit cuek dan sedikit tak acuh pada Tania. Padahal semalam, saklar penerangan paviliun baik-baik saja. Selain itu, ada Jericho dan James yang masih berbincang di teras belakang, lantas untuk apa Tania harus berjalan ke lantai dua mencari Evan? Elizabeth merasa ada yang aneh dengan pengasuh itu. Tapi ia berusaha menepisnya. Pagi ini, ia harus bersiap pergi ke butiknya. Elizabeth sudah bersiap dengan sangat cantik, dan menyiapkan beberapa berkas pekerjaannya. "Mamaku..." Suara Pauline terdengar, anak itu mengintip Elizabeth dari pintu kamar. "Hai Sayang, wah ... anak Mama sudah cantik sekali," ucap Elizabeth melihat si kecil sudah lengkap dengan balutan seragam sekolahnya. "Iya, Nanny Tania yang bantu Pauline! Nanny Tania bilang, nanti siang mau bermain ayunan lagi bersama Pauline, Ma," ujar anak itu tersenyum manis dan bersemangat. Elizabeth terkekeh gemas. "Iya Sayang. Tapi Pauline jangan nakal-nakal ya, Nak," ucap sang Mama.
Saat jam istirahat, Elizabeth menyempatkan berkumpul untuk makan siang bersama dengan Adelaide dan juga Annete. Mereka baru saja membahas beberapa hal penting tentang butik dan yang lainnya. "Eli, kenapa? Kau tidak enak badan?" tanya Annete menatap aneh pada Elizabeth yang terlihat tidak mood. "Heem. Oh ya, Annete ... ada yang ingin aku tanyakan padamu," ujar Elizabeth. "Ada apa, Eli? Kelihatannya serius sekali," ujar Annete. Elizabeth mengangguk. "Apa kau tahu sesuatu tentang Tania? Maksudku asalnya, atau mungkin sesuatu informasi tentangnya, apa kau tahu?" tanya Elizabeth pada sahabatnya. Anggukan diberikan oleh Annete. Wanita itu menghentikan kegiatan makannya. "Kalau kata saudaraku, Tania itu pendatang di sini. Tapi pendatang dari mana, aku tidak tahu," ujar Annete menggelengkan kepalanya. "Yang jelas dia bukan asli orang sini." "Emm, baiklah kalau begitu..." "Memangnya ada apa, Elize?" tanya Adelaide memperhatikannya. Elizabeth menggeleng pelan. "Tidak ada kok, tidak pa
Malam ini Elizabeth duduk sendirian di teras samping rumah. Ditemani secangkir teh, wanita itu membuka-buka beberapa lembar kertas. Elizabeth sengaja mengerjakan semua pekerjaannya di luar, karena di dalam rumah suara Pauline dan Exel yang begitu berisik saat mereka bercanda tawa. Jadi Elizabeth mencari suasana yang sepi. "Permisi, Nyonya..." Suara Jericho membuat Elizabeth menoleh cepat. Ia langsung menutup berkasnya dan beralih menatap ajudan suaminya itu lagi. "Jer, ada apa?" tanya Elizabeth. "Ada yang ingin saya sampaikan pada Nyonya," ujar Jericho, dia berdiri mendekat. "Tentang pengasuh itu, Nyonya." Kening Elizabeth langsung mengerut dan wanita itu mendongak menatapnya. "Tania, maksudmu? Ada apa dengannya?" Jericho sedikit membungkukkan badannya. "Saya menangkap basah Tania saat dia diam-diam sedang merekam video dan memotret Tuan Evan dan Tuan Kecil sore tadi, Nyonya," jelasnya pada sang Nyonya. Mendengar hal itu, Elizabeth langsung meletakkan berkas di tangannya ke a