Hari ini Elizabeth sedang libur ke butik, wanita itu berniat ingin menemani Pauline di sekolah sekaligus juga mengantarkan Exel. Mendengar Mamanya libur dan akan mengantarkannya ke sekolah, hal ini membuat Exel sangat bersemangat. "Mama, harusnya kita setiap hari berangkat sama Mama, baru Exel semangat belajarnya," ujar Exel berdiri di dekat ranjang, di mana Pauline duduk memainkan ponsel milik Elizabeth. "Tapi Mama kan sibuk, Sayang," jawab Elizabeth menatap putranya. "Mama akan libur satu minggu dua kali, nanti hari minggu kita bisa pergi jalan-jalan, lalu hari kamis Mama bisa mengantarkan kalian ke sekolah." "Oke Ma, sip!" Exel langsung mengacungkan jempolnya cepat. Setelah membantu kedua anaknya bersiap, Elizabeth mengajak keduanya keluar dari dalam kamar. Saat ia melangkah di selasar lantai dua, dari atas sana Elizabeth melihat Evan yang tengah berbincang dengan Tania. Dan jelas terlihat Tania yang kini tengah meletakkan secangkir kopi di hadapan Evan. "Aku kan sudah membu
Kejadian semalam membuat Elizabeth paginya menjadi sedikit cuek dan sedikit tak acuh pada Tania. Padahal semalam, saklar penerangan paviliun baik-baik saja. Selain itu, ada Jericho dan James yang masih berbincang di teras belakang, lantas untuk apa Tania harus berjalan ke lantai dua mencari Evan? Elizabeth merasa ada yang aneh dengan pengasuh itu. Tapi ia berusaha menepisnya. Pagi ini, ia harus bersiap pergi ke butiknya. Elizabeth sudah bersiap dengan sangat cantik, dan menyiapkan beberapa berkas pekerjaannya. "Mamaku..." Suara Pauline terdengar, anak itu mengintip Elizabeth dari pintu kamar. "Hai Sayang, wah ... anak Mama sudah cantik sekali," ucap Elizabeth melihat si kecil sudah lengkap dengan balutan seragam sekolahnya. "Iya, Nanny Tania yang bantu Pauline! Nanny Tania bilang, nanti siang mau bermain ayunan lagi bersama Pauline, Ma," ujar anak itu tersenyum manis dan bersemangat. Elizabeth terkekeh gemas. "Iya Sayang. Tapi Pauline jangan nakal-nakal ya, Nak," ucap sang Mama.
Saat jam istirahat, Elizabeth menyempatkan berkumpul untuk makan siang bersama dengan Adelaide dan juga Annete. Mereka baru saja membahas beberapa hal penting tentang butik dan yang lainnya. "Eli, kenapa? Kau tidak enak badan?" tanya Annete menatap aneh pada Elizabeth yang terlihat tidak mood. "Heem. Oh ya, Annete ... ada yang ingin aku tanyakan padamu," ujar Elizabeth. "Ada apa, Eli? Kelihatannya serius sekali," ujar Annete. Elizabeth mengangguk. "Apa kau tahu sesuatu tentang Tania? Maksudku asalnya, atau mungkin sesuatu informasi tentangnya, apa kau tahu?" tanya Elizabeth pada sahabatnya. Anggukan diberikan oleh Annete. Wanita itu menghentikan kegiatan makannya. "Kalau kata saudaraku, Tania itu pendatang di sini. Tapi pendatang dari mana, aku tidak tahu," ujar Annete menggelengkan kepalanya. "Yang jelas dia bukan asli orang sini." "Emm, baiklah kalau begitu..." "Memangnya ada apa, Elize?" tanya Adelaide memperhatikannya. Elizabeth menggeleng pelan. "Tidak ada kok, tidak pa
Malam ini Elizabeth duduk sendirian di teras samping rumah. Ditemani secangkir teh, wanita itu membuka-buka beberapa lembar kertas. Elizabeth sengaja mengerjakan semua pekerjaannya di luar, karena di dalam rumah suara Pauline dan Exel yang begitu berisik saat mereka bercanda tawa. Jadi Elizabeth mencari suasana yang sepi. "Permisi, Nyonya..." Suara Jericho membuat Elizabeth menoleh cepat. Ia langsung menutup berkasnya dan beralih menatap ajudan suaminya itu lagi. "Jer, ada apa?" tanya Elizabeth. "Ada yang ingin saya sampaikan pada Nyonya," ujar Jericho, dia berdiri mendekat. "Tentang pengasuh itu, Nyonya." Kening Elizabeth langsung mengerut dan wanita itu mendongak menatapnya. "Tania, maksudmu? Ada apa dengannya?" Jericho sedikit membungkukkan badannya. "Saya menangkap basah Tania saat dia diam-diam sedang merekam video dan memotret Tuan Evan dan Tuan Kecil sore tadi, Nyonya," jelasnya pada sang Nyonya. Mendengar hal itu, Elizabeth langsung meletakkan berkas di tangannya ke a
Elizabeth berusaha untuk baik-baik saja saat bersama Tania di sampingnya, seolah tak terjadi apa-apa dan seperti awal-awal Tania di sini. Malam ini, Elizabeth ditemani oleh Tania memasak di dapur. Mereka berdua memasak bersama, karena sejak awal Elizabeth tidak keberatan bila Tania memasak di sana. "Nyonya memasak apa?" tanya Tania menoleh pada Elizabeth."Aku membuatkan sup untuk anak-anak," jawab Elizabeth sembari fokus pada masakannya. "Semenjak Bibi sakit, aku harus pintar-pintar mengolah makanan supaya memiliki rasa yang sama seperti masakan Bibi. Karena anak-anakku sangat menyukainya." "Iya Nyonya. Kalau Tuan ... sepertinya Tuan sangat menyukai olahan daging sapi ya, Nyonya?" tanya Tania tiba-tiba.Elizabeth langsung menghentikan kegiatannya. Ia diam tidak menjawab dan melirik Tania di sampingnya, yang masih fokus pada olahan makanannya. "Kalau olahan daging sapi, saya rasa ada beberapa macam seperti steak barbeque, lalu memberikan bumbu manis, atau dipanggang dengan api sed
"Pauline, sudah jangan menangis lagi. Tidak papa kok, kan sudah aman dengan Kakak." Exel mengusap pipi Pauline yang basah. Adiknya itu langsung memeluknya dengan erat sembari terus mengomel kalau dia tidak mau dekat-dekat dengan pengasuhnya lagi. Sejujurnya Exel sendiri juga tidak terpikirkan kalau Tania akan memarahi dan membentak Pauline seperti ini, niatnya dia hanya menjahili wanita itu, tapi dia benar-benar marah. "Pauline mau bilang sama Mama, Pauline tidak mau sama Nanny lagi! Nanny bad!" seru anak itu masih memeluk erat Exel sambil duduk di atas sofa. "Iya, iya, nanti diaduin ... tapi jangan nangis ya," bujuk Exel memeluk tubuh kecil sang adik. Barulah Pauline terdiam dan tenang. Tidak lagi terdengar tangisan, Exel sungguh berhasil menenangkan adiknya. Beberapa jam kemudian, Elizabeth dan Evan pulang. Mereka berdua disambut oleh Exel dan Pauline. "Mama..." Suara melengking milik Pauline membuat Elizabeth langsung menoleh. "Ya ampun, anak Mama kenapa sedih-sedih sepert
Karena kejadian kemarin, hari ini Pauline tidak lagi mau berbicara dengan Tania. Dan jelasnya anak itu juga tidak mau lagi diasuh oleh Tania sekalipun bersusah payah pengasuh itu membujuknya. Seperti saat ini, Tania tengah merayu Pauline yang sedang duduk di ruangan bermainnya, karena anak ini sedang libur bersekolah. "Nona Kecil, nanti kita jalan-jalan ke taman, ya ... kita lihat kelinci lagi, mau kan?" rayu Tania pada anak itu. "Tidak mau! Pauline mau ikut Mama, tidak mau ikut Nanny!" seru Pauline menggeleng-gelengkan kepalanya. "Emmm ... Nona Kecil masih marah ya, sama Nanny?" tanya Tania menatap si kecil. "Iya. Pauline tidak mau berteman lagi!" Pauline langsung beranjak dari duduknya dan berjalan naik ke lantai dua meninggalkan Tania sendirian di sana. Tania mengembuskan napasnya pelan, wanita itu merasa kesulitan berada di sana kalau dia tidak bisa mendekati anak-anak itu. Namun di tengah ia yang sibuk berpikir, Tania tidak menyadari kedatangan Exel di sekitarnya. "Nanny,
Pagi-pagi sekali Evan meminta Jericho untuk datang ke ruangannya dan berbicara secara pribadi. Seperti biasa kalau ajudannya selalu sigap kapan saja Evan memerintahkan sesuatu padanya. "Ada apa Tuan meminta saya kemari dan tanpa James?" tanya Jericho menatap Evan. "Hari ini kau tidak perlu datang ke kantor. Urusan kantor nanti biar aku dan James saja yang selesaikan," ujar Evan pada ajudannya tersebut. Kening Jericho mengerut, padahal baru semalaman Evan mengatakan padanya kalau besok Jericho harus ikut meeting bersama dengan Evan. "Lalu, apa ada tugas lain untuk saya, Tuan?" tanya laki-laki bertubuh tinggi gempal itu. "Ya. Setengah tujuh, setengah jam lagi Tania akan mengantarkan Pauline ke sekolah. Aku ingin kau mengikuti mereka diam-diam dan terus awasi pengasuh itu!" perintah Evan pada Jericho. Dengan patuh Jericho menganggukkan kepalanya. "Baik Tuan. Saya akan mengikutinya," jawab laki-laki itu. "Kumpulkan bukti sekecil apapun. Wanita itu membuatku curiga," ujar Evan memas