Setelah kejadian tadi malam, pagi ini seolah masih terjadi perang dingin antara aku dan juga Mas Irwan. Jaga-jaga saja jika sampai ini terdengar oleh orang rumah suamiku, terutama itu ibu mertua atau kakak perempuannya, bisa-bisa aku yang akan mereka sudutkan dan disalahkan oleh mereka.
Ternyata keisenganku meretas ponsel Mas Irwan ada manfaatnya juga. Semua berawal dari aplikasi tik-tok yang aku lihat dari ponsel milik keponakan suamiku. Aku jangan ditanya. Boro-boro punya ponsel canggih, ponsel android, bisa pegang ponsel jadul ini saja sudah bersyukur asal masih bisa berkabar dengan keluargaku di kota lain. Bukan tanpa alasan, delapan tahun pernikahan yang telah aku dan Mar Irwan jalani sudah mengisahkan banyak sekali cerita termasuk aku yang rela lima tahun pertama pernikahan kami menunda momongan untuk sengaja membantu bekerja suamiku dan untuk membantunya membiayai pendidikannya di jenjang perguruan tinggi hingga membantu menyukupi kebutuhan keluarganya karena ibu mertua telah menjadi janda pada satu tahun awal pernikahan kami."Loh, kamu gak masak hari ini, Rum?" Mbak Ratna---kakak perempuan suamiku yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ke arah meja makan. Tanpa permisi terlebih dahulu, ia langsung saja membuka tudung saji yang tengkurap di atas meja makan tersebut. Sudah biasa kelakuan dari kakak iparku tersebut. Dasarnya saja yang malas tiap pagi main ke rumah ini jika ada butuhnya seperti pagi ini yang datang lebih awal dan pastinya untuk mencari makanan. Aku yang masih sibuk dengan pekerjaan dapur lebih tepatnya menyiapkan makanan untuk anak pertamaku, Alif."Gak, Mbak lagi malas saja." Aku sengaja membalas sekenanya. Toh, memang pada kenyataannya aku sudah malas melakukan pekerjaan rumah ini, pekerjaan yang sudah hampir delapan tahun lebih aku lakoni. Aku merupakan menantu sekaligus pembantu di rumah suamiku ini."Istri macam apa kamu ini, Rum. Sudah enak numpang uang juga tinggal nodong sama suami giliran kewajiban saja kamu mau melalaikannya."Apa telingaku ini tidak salah dengar. Mungkin sudah buta mata kakak iparku ini. Dia sendiri juga tahu aku yang sudah berkorban selama ini untuk kesejahteraan adik dan ibunya termasuk dirinya juga. Kaldu bukan aku yang membantu bekerja adik laki-lakinya itu mana bisa adiknya bisa mendapatkan posisinya saat ini sedangkan sewaktu kami menikah dulu Mas Irwan hanyalah seorang tamatan sekolah menengah atas dan bekerja menjadi buruh pabrik."Terserah apa kata Mbak Ratna saja. Lagian Mbak pagi-pagi ke sini juga pasti ada maunya kan? Pasti mau ngerampok masakan aku seperti biasanya kan? Makanya punya suami dan anak itu dilayani sendiri, dimasakkan sendiri bukannya mengandalkan dapur orang lain." Aku mulai memberanikan diri untuk melawan kakak iparku ini. Jika biasanya aku hanya pasrah dengan apa yang dia lakukan tetapi tidak untuk kali ini. Aku harus mulai berjaga-jaga dengan keluarga dari Mas Irwan ini terlebih karena tabiat mereka juga karena perubahan pada diri suamiku itu yang memancing kecurigaanku sebagai seorang istri."Terserah aku dong. Ini kan rumah ibuku sedangkan kamu hanya penumpang di rumah ini. Kamu juga sudah mulai berubah, sudah mulai berani mulutmu itu.""Ada apa ini pagi-pagi sudah ramai. Apa enak kalau didengar sama tetangga." Ibu mertua ibu tiba-tiba saja muncul di dapur."Lihat menantumu ini, Bu. Dia sudah mulai berani melawan dan menyanggah." Tunjuk Mbak Ratna pada ibunya dan mengadukan adik iparnya ini."Maksud kamu bagaimana?"Aku tidak lagi memedulikan aduan kakak iparku itu pada ibunya. Sekalian saja mereka menyudutkan aku, toh hal ini sudah menjadi makanan sehari-hari untukku. Percuma berbuat sebaik apapun tidak akan pernah ada baiknya di mata mereka. Entah kesalahan apa yang pernah aku perbuat pada mereka sehingga aku tidak mendapatkan perlakuan yang sepantasnya yang harus aku terima sebagai menantu sekaligus saudara ipar seperti orang lain."Apa benar kamu sengaja gak mau masak untuk suami dan ibu mertuamu ini, Rum?" cerca ibu mertua setelah mendapatkan pengaduan dari anak perempuannya itu."Benar, Bu. Lagian apa yang mau Rumana masak kalau uang belanja dari mas Irwan saja sudah habis," ujarku apa adanya sesuai dengan kenyataan yang memang aku alami dan jalani."Dasar kamu nya saja yang gak becus ngatur uang dari suami. Kamu benar-benar tidak bersyukur dengan aka yang sudah anakku berikan sama kamu. Masih untung kamu bisa numpang gratis di rumahku ini." Ucapan ibu mertua yang semakin ke mana-mana.Mulut pedas keduanya sudah kebal di telingaku ini. Mas Irwan? Mana peduli dia dengan kondisi kejiwaan istrinya ini karena ulah ibu dan kakaknya. Kaldu bukan karena kepatuhanku sebagai seorang istri kepada suaminya. Sudah dari dulu aku keluar dari neraka ini.Hidup bersama Mas Irwan dan keluarganya tidak ubahnya bagai mendulang masalah dan juga mencari penyakit hati.Pagi ini terpaksa keluarga Mas Irwan harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli sarapan di luar. Salah siapa mulai berani bermain api di belakangku. Dasar mereka yang tidak tahu terimakasih saja. Bukan bermaksud untuk mengungkitnya, melainkan ini sebagai bukti bahwa sudah banyak yang aku korbankan untuk suami dan keluarganya namun tidak sebanding dengan apa yang aku dapatkan dari mereka."Lihat gara-gara kelakuanmu itu aku jadi keluar uang lebih!" Mas Irwan tiba-tiba saja muncul menghampiri aku ketika sedang menyuapi anak pertama kami.Aku masih acuh tidak merespons ucapannya itu. Rasa sakit hatiku atas penemuan fotonya dengan perempuan lain belum bisa aku hilangkan dari ingatanku. Aku masih mendendam dan mencari cara agar bisa mencari tahu tentang apa yang tengah suamiku ini coba sembunyikan dari aku. Kaldu saja ia sampai tega bermain gila di belakangku aku pastikan kariernya tidak akan selamat. Aku tidak akan pernah ikhlas dengan semua pengorbanan namun yang menikmati hasilnya just
Hingga senja mulai turun tidak ku dapati tanda-tanda akan kepulangan suamiku. Meski sempat terselip rasa kesal namun tetap saja naluri seorang istri tetap merasakan kegelisahan ketika tidak mendapati kabar akan pasangan hidupnya.Berulang kali aku mengecek ponsel guna mencari tahu kabar suami. Namun tak kunjung jua aku dapati apa yang aku harapkan. Tidak ada satu pun pesan yang masuk dari hasil meretas ponsel miliknya.Apa mungkin Mas Irwan sudah menaruh curiga kepadaku?Sudah aku periksa dari aplikasi hijau juga tidak kudapati nomer milikku diblokir olehnya. Foto profilnya masih terlihat hanya saja yang membuat aku kaget adalah foto profil yang tiba-tiba sudah berganti. Dari yang semula adalah foto anak kami sekarang menjadi foto pasangan yang berupa siluet atau bayangan saja. Kenapa kecurigaanku semakin bertambah. Aku harus segera bergerak dan mencari cara untuk bisa membongkar apa yang sudah suamiku itu sembunyikan.Aku memutuskan untuk membuka aplikasi biru milik Mas Irwan dari po
"Bu, Mas Irwan belum pulang?" sapaku ketika melihat ibu mertua yang baru saja keluar dari kamarnya."Kalau gak ada di rumah berarti ya, belum pulang," jawabnya enteng. "Lagian suami mana yang betah punya istri gak bisa ngurus diri. Sudah di kasih uang belanja rutin tapi gak bisa ngurus diri." Lagi kata-kata pahit dan pedas keluar dari mulut ibu mertuaku. Perempuan yang sudah aku anggap seperti ibu kandung sendiri tanpa aku bedakan. Bahkan jika dibandingkan dengan anak perempuannya, justru aku yang lebih perhatian untuk mengurangi dirinya. Sakit dan perih mendengar jawaban yang keluar dari mulutnya itu. Bukannya memberikan ketenangan pada hari menantu justru ia malah menaburkan garam pada luka yang jelas-jelas menganga ini.Aku mendengus kesal mendengar jawaban dari perempuan paruh baya itu. Segera kutinggalkan saja dia. Aku berlalu tanpa dari hadapannya begitu saja. Percuma juga bersikap sopan dan juga santun pada manusia yang tidak punya hati dan perasaan. Yang ada hanya makan hati s
Aku masuk ke dalam kamar menyusul suami yang katanya ingin segera membersihkan badannya. Baru saja aku melangkah ke dalam kamar dengan pintu yang sengaja tidak tertutup dengan sempurna."Iya sayang, Mas juga sudah tidak sabar untuk kita hidup bersama."Seketika langkah kaki yang membawa diri ini terhenti dengan sendirinya. Dada ini berdentum hebat hingga cairan bening tak terasa mengembun di sudut mata."Iya, sayang, pokoknya kamu harus sabar dulu. Mas akan secepatnya mengambil keputusan untuk hidup kita berdua. Iya, Mas akan janji. Jangan merajuk begitu, nanti cantiknya malah tambah berkali lipat loh."Astaga apa ini. Apa telingaku tidak salah mendengar. Apa benar ucapan Mas Irwan barusan adalah sebuah rayuan yang sudah jelas ia utarakan untuk perempuan lain. Jujur saja hatiku sangat panas mendengar kata-katanya tadi. Pada istri yang sudah membersamainya sekian tahun. Mau menerima kondisinya seperti apapun dan juga telah menemaninya dari nol dari titik terendah, tidak pernah ia berk
Setelah kejadian malam itu, usai Mas Irwan menjatuhkan talaknya padaku tanpa kuduga-duga. Aku dan kedua anakku pun akhirnya keluar dari rumah tersebut. Bukan tanpa alasan melainkan karena pengusiran secara halus yang dilakukan oleh Mas Irwan dan juga keluarganya. Entah kesalahan apa yang pernah aku perbuat Hinga kebaikan dan pengorbananku tidak pernah terlihat di mata mereka.Di saat pikiran sudah tidak karuan dan juga buntu untuk bisa menemukan jalan keluar. Akhirnya pertolongan Allah pun datang menghampiriku satu persatu. Iya, aku dan kedua anakku ini diusir tanpa sepeserpun uang diberikan oleh Mas Irwan kepada aku dan kedua buah hatinya. Sungguh tindakannya tersebut sangat tidak bisa dibenarkan maupun bisa diterima. Walaupun dirinya sudah tidak menginginkan aku, setidaknya ia masih bisa lihat darah dagingnya tersebut. Nyatanya mata dan hatinya telah tertutup rapat untuk aku dan juga kedua anaknya itu. Entah setan apa yang sudah menggelapkan hati suamiku itu.Malam itu juga aku dan
"Rum, apa kamu yakin?" Ibu datang menghampiriku ketika aku baru saja bersiap untuk pergi menemui ayah dari anak-anakku.Iya, sehari sebelumnya tiba-tiba saja aku mendapatkan kabar dari tetangga di sana, Nia yang juga teman baikku selama aku tinggal di rumah itu. Nia mengatakan jika hari ini adalah tepat di adakannya pesta pernikahan dari mantan suamiku yang mana yang kami belum berpisah secara hukum. "Iya, Bu, Rum sudah sangat yakin," ucapku sambil menoleh ke arah ibuku. "Ibu doakan saja semoga usaha, Rum untuk mendapatkan haknya anak-anak ini bisa berhasil. Ibu juga tidak perlu mengkhawatirkan Rumana insyaallah Rum akan baik-baik saja ada Mas Hendra dan juga Nia yang sudah siap untuk mendampingi Rum di sana."Aku sudah menceritakan semuanya tentang Mas Hendra kepada ibuku dan itu tentu saja membuat beliau tidak kalah terkejutnya dengan aku. Bagaimana mungkin pria yang hampir saja menjadi menantu di rumah ini dipertemukan lagi dengan keluargaku ini dalam situasi yang tentunya sangat
Langkah kaki ini tiba-tiba saja terhenti. Tubuh ini terasa beku dan mematung di tempat.Tidak! Aku tidak boleh lemah serta menampakkan kelemahanku pada mereka. Aku harus terlihat kuat. Aku bukan perempuan bodoh dan lemah yang seperti mereka kira.Aku menguatkan hati ini. Aku harus bisa mengontrol emosiku sendiri karena aku juga tidak ingin mempermalukan diri sendiri di depan umum.Aku tersenyum miris melihat pemandangan yang ada di depanku. Bukan karena apa-apa, tapi kenyataan pahit justru baru aku ketahui jika Mas Irwan diam-diam di belakangku telah menikah dengan perempuan lain jauh sebelum ia melayangkan talaknya pada diri ini. Dan pesta ini digelar untuk meresmikan hubungan terlarang yang telah mereka tutupi selama ini. Pesta mewah dari hasil merampas hakku dan juga anak-anakku.Nia sengaja meremas genggaman tangannya padaku. Aku tahu jika dia berusaha untuk menguatkan aku.Kami terus berjalan semakin ke dekat ke arah depan pelaminan dan juga menunggu antrean untuk mengucapkan sel
Aku sedikit puas dengan ekspresi yang diberikan oleh keduanya itu. Tapi aku tentu tidak bisa merasa sepuas itu sebelum apa yang sebenarnya adalah hakku dan anak-anakku kembali bisa aku dapatkan. Biar saja orang lain mengecap jika aku ini adalah perempuan matre. Nyatanya-nyatanya memang salah satu yabg diperlukan untuk kehidupan manusia adalah materi. Terlebih atas pencapaian dan kesuksesan yang mantan suamiku dapatkan itu tidak jauh-jauh karena campur tanganku juga. Andai saja dulu aku tidak bekerja mana mungkin ia bisa melanjutkan pendidikannya itu, karena salah satu syarat untuk mengikuti jenjang karier di tempat kerjanya dulu adalah harus memiliki ijazah sarjana. Sedangkan dirinya sebelum dan ketika baru menikah denganku adalah hanya seorang lulusan sekolah menengah atas. Aku sengaja menagih seluruh uangku yang pernah dipakainya untuk biaya pendidikannya juga pengeluaran untuk rumah orang tuanya. Dan semua bukti itu masih aku simpan seperti kwitansi pembayaran dan juga nota-nota
Seiring waktu terus bergulir semua keadaan pun mulai berbalik. Irwan sudah berusaha untuk menerima nasib dan keadaannya yang sekarang. Pria itu sudah mulai menerima apa yang ada di depannya saat ini karena yang sudah jauh pasti akan sangat sulit untuk bisa dijangkau kembali.Semua mulai berdamai dengan keadaan.Setelah beberapa tahun berlalu. Irwan akhirnya memutuskan untuk kembali bersatu dengan Adelia. Keduanya meresmikan hubungan secara negara dan juga agama.Ratna yang sudah lama pergi dan menghilang akhirnya kembali ditemukan meski dengan kondisi yang sangat memperihatinkan. Berbagai cara sudah diupayakan oleh Bu Nur untuk memulihkan kembali kondisi putrinya itu hingga ia sendiri tidak memperhatikan kondisi kesehatannya di usianya yang sudah lanjut itu.Setelah Ratna mulai sedikit membaik. Takdir berkehendak lain. Bu Nur harus pergi meninggalkan anak cucunya untuk menghadap Ilahi. Kesedihan tentu saja datang menyelimuti keluarga yang baru saja merasakan sedikit pulih dari keadaan
Adel yang terlihat panik segera membersihkan tumpahan yang ada di pakaian Irwan juga pakaian yang ia kenakan dengan menggunakan tisu yang sengaja sudah ia bawa dari rumah.Adel melihat ke sekeliling area itu dan tidak ada yang membuatnya curiga.Adel kembali melihat ke arah Irwan yang masih duduk di atas kursi rodanya. Nampak kedua tangan Irwan mengepal setelah melihat aka yang ada di depan matanya. Tidak bisa dibohongi bagaimana perasaan Irwan yang melihat orang yang pernah ada di dalam hidupnya berjalan dan bersanding dengan pria lain dengan pancaran penuh dengan kebahagiaan.Akhirnya luluh juga embun yang tadi menjadi kabut di mata Irwan. Sakit yang teramat kembali hadir usai luka yang sebelumnya belum mengering sempurna."Mas kamu baik-baik saja? Apa kamu kita pulang saja?"Irwan terdiam. Pria tersebut masih sibuk dengan kegundahan hatinya. Irwan ternyata masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Rumana kini telah menjadi milik orang lain.Andai saja dulu ia tidak tergoda dengan r
Waktu begitu cepat berlalu ....Dengan pertimbangan yang matang-matang Bu Nur memutuskan untuk mencari keberadaan Adel. Bukan tanpa alasan melainkan untuk bisa membantunya merawat Irwan.Dengan susah payah akhirnya Bu Nur menemukan Adel dengan kondisi yang cukup miris. Adel yang hanya sebatang kara harus hidup terkatung-katung di jajanan. Miris. Sangat berbanding terbalik dengan Adel yang sebelumnya. Kulit mulus karena rajin perawatan salon, telah berubah menjadi kulit kusam dan lebih gelap karena paparan sinar matahari dan juga debu di jalanan.Bu Nur menemukan Adel saat kondisinya memperihatinkan usai kecelakaan yang dialami oleh mantan menantunya akibat terserempet oleh mobil."Mas, kamu makan dulu." Adel menghampiri Irwan di kamarnya. Pria yang dulu dengan penampilan perlentenya itu kini sudah berubah menjadi pria dengan kulit yang membungkus tulangnya.Dengan telaten Adel merawat pria yang dulu pernah me-ratukannya. Daripada hidup di jalanan lebih baik ia tinggal kembali bersama
Karena diterpa emosi yang bertubi-tubi membuat Irwan tidak bisa berpikir dengan jernih. Tanpa pikir panjang dan mempedulikan siapapun. Irwan langsung mengusir Adel beserta dengan putrinya---Angel.Sudahlah pusing karena sakit hatinya ditinggal Rumana menikah. Terlebih yang menjadi suami baru mantan istrinya itu adalah mantan kakak iparnya. Irwan merasakan sakit hatinya yang begitu dalam.Sudah beberapa hari usai kejadian yang tidak terduga dan datangnya bersamaan. Irwan menjadi sosok yang tiba-tiba pendiam. Irwan memilih berdiam diri di dalam kamarnya. Pandangan matanya kosong. Berhari-hari Irwan bahkan tidak mau memasukkan satu apapun ke dalam lambungnya. Mantan suami Rumana itu juga nampak sering uring-uringan tanpa sebab. Kejadian tersebut berlangsung berhari-hari yang tentu saja membuat Bu Nur yang usianya tidak lagi muda menjadi kerepotan. Untung saja masih ada tetangga mereka yang bersimpati hingga ada dari mereka yang menyarankan agar Bu Nur segera membawa putranya itu untuk b
"Sah.""Sah.""Alhamdulillah ....""Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jama'a bainakumaa fii khoir."Di dalam ruang tamu rumah Rumana prosesi ijab kabul telah usai dan berjalan dengan lancar.Usai akad selesai, kedua mempelai dipertemukan di depan seorang penghulu dan tentunya disaksikan oleh para saksi dan tentu oleh wali.Semua tamu undangan dipersilahkan untuk menyicipi suguhan yang telah disediakan oleh tuan rumah."Rum, kamu cantik sekali," puji Hendra pada perempuan yang kini telah halal baginya. Rumana yang mendapatkan pujian dari suaminya itu sontak pipinya bersemu merah. Meski sebelumnya mereka telah saling mengenal lama. Namun kondisi dan situasi yang berbeda yang membuat keduanya sama-sama saling salah tingkah."Rum, Mas Hendra sudah ditunggu para tamu di depan," seru Nia dari balik pintu kamar Rumana. Sementara kedua anak Rumana asyik dengan teman baru mereka karena banyak tamu di rumah mereka yang membuat anak-anak kecil tersebut merasa senang karena rumah yang biasa
Di rumah Rumana. Di sana mulai banyak berdatangan tamu terkhusus keluarga dan juga tetangga dekat rumahnya. Toko yang ada di dekat rumahnya sengaja tutup untuk hari ini begitupun dengan toko onlinenya semua kegiatan transaksi sengaja diliburkan oleh Rumana atas saran dan juga nasihat dari Ibunya. Acara di rumah tersebut sudah di mulai sejak pagi tadi yakni berupa acara pengajian dan dilanjutkan sore hari yakni acara lamaran Rumana dari Hendra."Mbak Rumana cantik banget. Pangling banget loh. Gak kelihatan kalau sudah ada dua anaknya," celetuk salah satu pegawai Rumana yang memang datang untuk bantu-bantu acara di rumah tersebut."Bisa saja kamu ini, Lin.""Benar kata Lina, Rum. Kamu memang cantik banget hari ini," ucap Nia membenarkan apa yang diucapkan oleh salah satu pegawai yang bekerja di tempat Rumana."Pasti Mas Hendra pangling.""Kamu bisa saja, Nia." Rumana sengaja mengundang Nia dan juga keluarganya untuk datang ke rumahnya agar bisa menyaksikan acara penting di dalam hidupny
"Mas, kamu kenapa? Kok cepat pulangnya?" Adel menyambut kedatangan Irwan, pria yang sudah menjadikannya istri dengan meninggalkan anak dan istrinya.Irwan yang sebelumnya berpamitan untuk pergi mencari kerja, tiba-tiba pria tersebut pulang lebih cepat dengan ekspresi wajah yang sukar untuk dilukiskan."Mas, kamu kenapa?" Adel kembali mengulangi pertanyaan yang sama pada suaminya.Irwan menjatuhkan bobotnya di ata kursi ruang tamu rumah tersebut. Kursi yang menjadi saksi satu kenangan yang ditinggalkan oleh mantan istrinya karena kursi tersebut adalah hadiah dari Rumana yang diminta oleh ibu mertuanya.Irwan memijit pelipisnya sambil menghembuskan napas dengan berat.Adel nampak memandangi tingkat laku suaminya. Perempuan tersebut menunggu respon dari sang suami. "Mas! Kamu itu dengar gak sih, Aku ngomong. Kamu dari tadi aku tanyain diam terus. Kamu kira aku ini apa? Ditanya baik-baik malah aku dicuekin."Irwan masih bergelut dengan hati dan pikirannya. Pria yang mulai merasa bosan de
"Mas ...!" jerit Adel ketika ia masih berada di dalam kamar mandi. Petang itu istri dari Irwan berniat untuk mandi. Karena terpaksa dan sebenarnya malas mau tidak mau perang itu Adel nekat untuk tetap mandi. Rasa gerah juga keringat yang sudah membasahi seluruh badannya membuat Adel terpaksa mandi di kamar mandi yang ada di rumah baru mereka.Irwan yang kebetulan berada di ruang tengah segera berlari ke arah istrinya ketika mendengar jeritan suara Adel."Mas tadi ada yang ngintip_in aku mandi." Adel berlari dan menabrak tubuh suaminya dengan hanya mengenakan handuk sebagai pembungkus tubuhnya.Rumah yang baru saja mereka tempati itu memang belum ada pagar pembatas pada bagian belakang rumahnya. Kamar mandi mereka berbatasan langsung dengan kebun milik tetangga mereka."Mengintip bagaimana maksud kamu?" Irwan merasa penasaran dengan aduan dari istrinya itu. Pria tersebut mengedarkan pandangannya ke sekitar kebun dan nihil tidak ia dapati ada orang maupun sesuatu yang mungkin mencurigak
"Bu, bagaimana pendapat ibu tentang niatan Mas Hendra yang ingin melamar Rum?" Rumana baru saja menyusun pakaian ibunya yang selesai disetrika dsn kemudian ia tata di dalam lemari perempuan yang telah melahirkannya itu.Ibu Rumana nampak mengembuskan napasnya pelan. "Kamu yang akan menjalani. Kalau kamu ragu. Kamu bisa salat istikharah untuk meminta petunjuk Allah. Apa Hendra masih sering menghubungi kamu?"Rumana mengangguk. "Iya, Bu. Hampir setiap hari Mas Hendra kirim pesan ke Rumana. Entah yang menanyakan kabar ibu, kabar anak-anak, juga kabar Rumana sendiri.""Lebih baik kamu minta petunjuk dulu sebelum mengambil keputusan. Ibu yakin sebenarnya Hendra itu baik. Hanya karena hasutan dari mantan istrinya yang sudah memisahkan dia dari kakak kamu dulu.""Apa ibu tidak punya pikiran kalau Mas Hendra hanya akan menjadikan Rumana sebagai pelampiasannya saja karena Rumana memang mirip dengan Mbak Mayang.""Kenapa kamu tidak tanyakan langsung pada Hendra?" Rumana nampak berpikir sejenak.