Hingga senja mulai turun tidak ku dapati tanda-tanda akan kepulangan suamiku. Meski sempat terselip rasa kesal namun tetap saja naluri seorang istri tetap merasakan kegelisahan ketika tidak mendapati kabar akan pasangan hidupnya.
Berulang kali aku mengecek ponsel guna mencari tahu kabar suami. Namun tak kunjung jua aku dapati apa yang aku harapkan. Tidak ada satu pun pesan yang masuk dari hasil meretas ponsel miliknya.Apa mungkin Mas Irwan sudah menaruh curiga kepadaku?Sudah aku periksa dari aplikasi hijau juga tidak kudapati nomer milikku diblokir olehnya. Foto profilnya masih terlihat hanya saja yang membuat aku kaget adalah foto profil yang tiba-tiba sudah berganti. Dari yang semula adalah foto anak kami sekarang menjadi foto pasangan yang berupa siluet atau bayangan saja. Kenapa kecurigaanku semakin bertambah. Aku harus segera bergerak dan mencari cara untuk bisa membongkar apa yang sudah suamiku itu sembunyikan.Aku memutuskan untuk membuka aplikasi biru milik Mas Irwan dari ponsel milikku. Salah satu aplikasi yang sudah berhasil aku retas dan ternyata memberikan petunjuk dan juga jejak atas kecurangan yang sudah suamiku coba lakukan di belakangku.Baru saja masuk pada laman aplikasi biru tersebut, mata ini tiba-tiba saja tertuju pada salah satu postingan yang bagaikan oleh se-seakun yang sengaja menandai akun milik Mas Irwan tentunya akun tersebut berbeda dari akun milik Adella Putri.Beberapa buah foto terpampang jelas di sana. Salah satu dari orang yang terdapat dalam foto tersebut sangat jelas aku kenali. Ia, orang dalam foto tersebut tidak lain adalah Mas Irwan suamiku. Sebuah pemandangan yang menampakkan adanya sebuah pesta kecil, entah pesta apa yang sedang di rayakan tersebut yang jelas tampak dalam foto tersebut raut bahagia sangat tergambar jelas di wajah Mas Irwan namun aku masih penasaran pada foto yang berada tepat di sampingnya itu namun terlihat jelas dari gesture nya jika itu adalah seperti perempuan namun yang membuatku kecewa adalah foto yang nampaknya sengaja di samarkan wajahnya.Aku sedikit kecewa karena pencarianku nyatanya belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Apa iya Mas Irwan belum juga sampai rumah karena masih ada dalam acara pesta itu. Aku lupa melihat waktu kapan foto tersebut di-posting oleh pemilik akunnya. Mau mengecek kembali sayang anak bungsuku terburu menangis sepertinya haus dan minta diberi ASI..Entah kapan aku mulai tertidur hingga suara kokok ayam sampai di lingga ini bagai alarm alam yang spontan membangunkan siapa saja yang mendengarnya. Karena anak-anak masih terlelap. Aku pelan-pelan turun dari pembaringan untuk mengecek keberadaan Mas Irwan apakah ia sudah pulang ataukah belum. Aku segera keluar dari kamar, mencari saklar lampu karena seluruh ruangan nampak gelap gulita. Aku berjalan menuju ruang tamu, tak kudapati juga keberadaan Mas Irwan di sana karena biasanya jika ia tidak tidur di kamar maka sofa ruang tamu lah yang menjadi andalannya untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tak putus arang, segera aku berjalan ke arah jendela kaca ruang tamu. Kusibak gorden berwarna krem dengan furingnya yang berwarna putih. Lampu teras rumah masih menyala itu tandanya Mas Irwan memang belum pulang ke rumah ini karena mobil yang dibawanya tadi pagi juga belum ada di tempatnya.Kubuang napas ini sedikit kasar. Ada desiran aneh yang aku rasakan. Entah rasa tidak enak akan perasaan ini semakin menjadi. Pikiran negatif tentang suami terus berputar-putar. Ya Allah perasaan apa ini yang sedang hamba-Mu ini rasakan.Aku tidak putus atas pada siapa lagi diri ini akan mengadu kalau bukan pada sang Penciptanya.Aku kembali memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Segera membawa langka kaki ini menuju arah kamar mandi. Segera membersihkan diri dan segera mengambil air wudhu. Segera ku gelar sajadah tepat di samping tempat tidur kami. Hanya pada Allah lah tempat yang paling tepat untuk mengadu, mencurahkan segala isi hati serta kegundahannya. Memohon pertolongan serta petunjuknya agar mempermudah diri ini untuk melangkah ke depannya.Mata ini sudah tidak dapat terpejam lagi hingga sang Surya kembali menyinari alam semesta ini. Entah apa yang menuntunku hingga tangan ini untuk mencari keberadaan benda pipih hitam bekas milik suamiku.Lagi-lagi tak kudapati pesan masuk darinya meski hanya sebatas pemberitahuan atas keberadaannya saat ini. Lagi aku kembali membuka aplikasi biru. Mata ini menajam ketika sebuah postingan tepat muncul di laman teratas akun sosial milik Mas Irwan."Terimakasih atas party-nya. Sederhana namun berkesan. Terimakasih karena telah memilih diri ini. Aku yakin kamu memang biasa membedakan mana yang baik dan mana yang buluk."Sebuah foto tangan bergandengan di atas sebuah selimut berwarna putih. Sepertinya foto ini diambil di dalam kamar hotel. Karena aku sudah hafal bagaimana bentuk selimut yang terbiasa terbentang di kamar hotel. Namun yang membuat sakit mata dan hati ini adalah akun milik Adelia yang kembali menandai akun milik Mas Irwan. Ada apa ini? Apa mungkin foto itu adalah foto tangan milik Mas Irwan. Astaghfirullah. Jika itu benar aku tidak akan pernah bisa menerimanya. Aku tidak ikhlas kalau suamiku ternyata sudah tega mengkhianati aku.Tak terasa sudut mata ini mulai basah karena cairan bening yang mulai menganak sungai. Dada ini terasa nyeri dan sesak. Namun sebisa mungkin aku mencoba menahan isakan yang terus keluar dari kerongkongan ini.'Apa benar itu kamu, Mas?'Nyatanya dari kapan terakhir nomer kamu aktif adalah sedari jam biasa kamu pulang kerja."Bu, Mas Irwan belum pulang?" sapaku ketika melihat ibu mertua yang baru saja keluar dari kamarnya."Kalau gak ada di rumah berarti ya, belum pulang," jawabnya enteng. "Lagian suami mana yang betah punya istri gak bisa ngurus diri. Sudah di kasih uang belanja rutin tapi gak bisa ngurus diri." Lagi kata-kata pahit dan pedas keluar dari mulut ibu mertuaku. Perempuan yang sudah aku anggap seperti ibu kandung sendiri tanpa aku bedakan. Bahkan jika dibandingkan dengan anak perempuannya, justru aku yang lebih perhatian untuk mengurangi dirinya. Sakit dan perih mendengar jawaban yang keluar dari mulutnya itu. Bukannya memberikan ketenangan pada hari menantu justru ia malah menaburkan garam pada luka yang jelas-jelas menganga ini.Aku mendengus kesal mendengar jawaban dari perempuan paruh baya itu. Segera kutinggalkan saja dia. Aku berlalu tanpa dari hadapannya begitu saja. Percuma juga bersikap sopan dan juga santun pada manusia yang tidak punya hati dan perasaan. Yang ada hanya makan hati s
Aku masuk ke dalam kamar menyusul suami yang katanya ingin segera membersihkan badannya. Baru saja aku melangkah ke dalam kamar dengan pintu yang sengaja tidak tertutup dengan sempurna."Iya sayang, Mas juga sudah tidak sabar untuk kita hidup bersama."Seketika langkah kaki yang membawa diri ini terhenti dengan sendirinya. Dada ini berdentum hebat hingga cairan bening tak terasa mengembun di sudut mata."Iya, sayang, pokoknya kamu harus sabar dulu. Mas akan secepatnya mengambil keputusan untuk hidup kita berdua. Iya, Mas akan janji. Jangan merajuk begitu, nanti cantiknya malah tambah berkali lipat loh."Astaga apa ini. Apa telingaku tidak salah mendengar. Apa benar ucapan Mas Irwan barusan adalah sebuah rayuan yang sudah jelas ia utarakan untuk perempuan lain. Jujur saja hatiku sangat panas mendengar kata-katanya tadi. Pada istri yang sudah membersamainya sekian tahun. Mau menerima kondisinya seperti apapun dan juga telah menemaninya dari nol dari titik terendah, tidak pernah ia berk
Setelah kejadian malam itu, usai Mas Irwan menjatuhkan talaknya padaku tanpa kuduga-duga. Aku dan kedua anakku pun akhirnya keluar dari rumah tersebut. Bukan tanpa alasan melainkan karena pengusiran secara halus yang dilakukan oleh Mas Irwan dan juga keluarganya. Entah kesalahan apa yang pernah aku perbuat Hinga kebaikan dan pengorbananku tidak pernah terlihat di mata mereka.Di saat pikiran sudah tidak karuan dan juga buntu untuk bisa menemukan jalan keluar. Akhirnya pertolongan Allah pun datang menghampiriku satu persatu. Iya, aku dan kedua anakku ini diusir tanpa sepeserpun uang diberikan oleh Mas Irwan kepada aku dan kedua buah hatinya. Sungguh tindakannya tersebut sangat tidak bisa dibenarkan maupun bisa diterima. Walaupun dirinya sudah tidak menginginkan aku, setidaknya ia masih bisa lihat darah dagingnya tersebut. Nyatanya mata dan hatinya telah tertutup rapat untuk aku dan juga kedua anaknya itu. Entah setan apa yang sudah menggelapkan hati suamiku itu.Malam itu juga aku dan
"Rum, apa kamu yakin?" Ibu datang menghampiriku ketika aku baru saja bersiap untuk pergi menemui ayah dari anak-anakku.Iya, sehari sebelumnya tiba-tiba saja aku mendapatkan kabar dari tetangga di sana, Nia yang juga teman baikku selama aku tinggal di rumah itu. Nia mengatakan jika hari ini adalah tepat di adakannya pesta pernikahan dari mantan suamiku yang mana yang kami belum berpisah secara hukum. "Iya, Bu, Rum sudah sangat yakin," ucapku sambil menoleh ke arah ibuku. "Ibu doakan saja semoga usaha, Rum untuk mendapatkan haknya anak-anak ini bisa berhasil. Ibu juga tidak perlu mengkhawatirkan Rumana insyaallah Rum akan baik-baik saja ada Mas Hendra dan juga Nia yang sudah siap untuk mendampingi Rum di sana."Aku sudah menceritakan semuanya tentang Mas Hendra kepada ibuku dan itu tentu saja membuat beliau tidak kalah terkejutnya dengan aku. Bagaimana mungkin pria yang hampir saja menjadi menantu di rumah ini dipertemukan lagi dengan keluargaku ini dalam situasi yang tentunya sangat
Langkah kaki ini tiba-tiba saja terhenti. Tubuh ini terasa beku dan mematung di tempat.Tidak! Aku tidak boleh lemah serta menampakkan kelemahanku pada mereka. Aku harus terlihat kuat. Aku bukan perempuan bodoh dan lemah yang seperti mereka kira.Aku menguatkan hati ini. Aku harus bisa mengontrol emosiku sendiri karena aku juga tidak ingin mempermalukan diri sendiri di depan umum.Aku tersenyum miris melihat pemandangan yang ada di depanku. Bukan karena apa-apa, tapi kenyataan pahit justru baru aku ketahui jika Mas Irwan diam-diam di belakangku telah menikah dengan perempuan lain jauh sebelum ia melayangkan talaknya pada diri ini. Dan pesta ini digelar untuk meresmikan hubungan terlarang yang telah mereka tutupi selama ini. Pesta mewah dari hasil merampas hakku dan juga anak-anakku.Nia sengaja meremas genggaman tangannya padaku. Aku tahu jika dia berusaha untuk menguatkan aku.Kami terus berjalan semakin ke dekat ke arah depan pelaminan dan juga menunggu antrean untuk mengucapkan sel
Aku sedikit puas dengan ekspresi yang diberikan oleh keduanya itu. Tapi aku tentu tidak bisa merasa sepuas itu sebelum apa yang sebenarnya adalah hakku dan anak-anakku kembali bisa aku dapatkan. Biar saja orang lain mengecap jika aku ini adalah perempuan matre. Nyatanya-nyatanya memang salah satu yabg diperlukan untuk kehidupan manusia adalah materi. Terlebih atas pencapaian dan kesuksesan yang mantan suamiku dapatkan itu tidak jauh-jauh karena campur tanganku juga. Andai saja dulu aku tidak bekerja mana mungkin ia bisa melanjutkan pendidikannya itu, karena salah satu syarat untuk mengikuti jenjang karier di tempat kerjanya dulu adalah harus memiliki ijazah sarjana. Sedangkan dirinya sebelum dan ketika baru menikah denganku adalah hanya seorang lulusan sekolah menengah atas. Aku sengaja menagih seluruh uangku yang pernah dipakainya untuk biaya pendidikannya juga pengeluaran untuk rumah orang tuanya. Dan semua bukti itu masih aku simpan seperti kwitansi pembayaran dan juga nota-nota
Beberapa hari setelah kejadian waktu aku yang mendatangi pesta pernikahan mantan suamiku. Aku mendapatkan kabar dari mantan suamiku yakni dia benar-benar datang menemuiku. Ia datang bukan karena ingin berkunjung dan menemui anak-anaknya, melainkan kedatangannya tersebut hanya untuk menyerahkan surat putusan cerai dari suaminya. Iya, selama proses persidangan perceraian kami tak pernah sekalipun aku menghadiri acara tersebut, bukan tanpa alasan melainkan karena tidak pernah sekalipun aku menerima surat pemberitahuan dari pengadilan agama. Mungkin itu semua telah direncanakan oleh Mas Irwan untuk mempercepat proses perceraian kami. Dan juga ia membawakan sejumlah uang yang entah dari mana ia mendapatkan itu. "Ini uang untuk anak-anak. Gunakan seperlunya jangan pernah lagi menganggu kehidupanku," ucapnya angkuh. Dan iya, dia datang ke sini hanya seorang diri. Dengan sombongnya dia tidak mau masuk ke dalam rumah ini maupun menemui kedua buah hatinya dengan alasan yang tidak masuk akal te
Peringatan yang pernah Mas Irwan tujukan padaku harusnya itu ia tujukan pada istri barunya. Sebagai korban penghianatan dari kedua manusia itu, Aku sudah berkorban banyak, bukan hanya secara materi tetapi juga secara kejiwaanku dan juga anak-anakku. Belum cukup sakit yang aku rasakan karena perbuatan mereka. Kini perempuan tidak tahu diri dan tidak tahu malu itu justru kembali berulah dengan mengusik ketenanganku.."Rum, bagaimana kabar kamu dan juga anak-anak? Apa kalian baik-baik saja di kampung? Apa kamu mengurungkan niatku untuk memberi pelajaran pada mereka?"Sebuah pesan masuk ke nomerku. Pesan yang tidak lain dikirimkan oleh mantan kakak iparku. "Alhamdulillah baik, Mas.""Aku tetap ingin memberikan pelajaran untuk mereka."Segera pesan balasan aku kirim. Aku tidak ada niatan bermain api dengan suami orang. Hubungan ini murni karena persaudaraan dan lagi pula aku sudah mengenal Mas Hendra jauh lebih lama dan lebih dulu ketimbang keluarga dari Mas Irwan.Andai saja hal buruk
Seiring waktu terus bergulir semua keadaan pun mulai berbalik. Irwan sudah berusaha untuk menerima nasib dan keadaannya yang sekarang. Pria itu sudah mulai menerima apa yang ada di depannya saat ini karena yang sudah jauh pasti akan sangat sulit untuk bisa dijangkau kembali.Semua mulai berdamai dengan keadaan.Setelah beberapa tahun berlalu. Irwan akhirnya memutuskan untuk kembali bersatu dengan Adelia. Keduanya meresmikan hubungan secara negara dan juga agama.Ratna yang sudah lama pergi dan menghilang akhirnya kembali ditemukan meski dengan kondisi yang sangat memperihatinkan. Berbagai cara sudah diupayakan oleh Bu Nur untuk memulihkan kembali kondisi putrinya itu hingga ia sendiri tidak memperhatikan kondisi kesehatannya di usianya yang sudah lanjut itu.Setelah Ratna mulai sedikit membaik. Takdir berkehendak lain. Bu Nur harus pergi meninggalkan anak cucunya untuk menghadap Ilahi. Kesedihan tentu saja datang menyelimuti keluarga yang baru saja merasakan sedikit pulih dari keadaan
Adel yang terlihat panik segera membersihkan tumpahan yang ada di pakaian Irwan juga pakaian yang ia kenakan dengan menggunakan tisu yang sengaja sudah ia bawa dari rumah.Adel melihat ke sekeliling area itu dan tidak ada yang membuatnya curiga.Adel kembali melihat ke arah Irwan yang masih duduk di atas kursi rodanya. Nampak kedua tangan Irwan mengepal setelah melihat aka yang ada di depan matanya. Tidak bisa dibohongi bagaimana perasaan Irwan yang melihat orang yang pernah ada di dalam hidupnya berjalan dan bersanding dengan pria lain dengan pancaran penuh dengan kebahagiaan.Akhirnya luluh juga embun yang tadi menjadi kabut di mata Irwan. Sakit yang teramat kembali hadir usai luka yang sebelumnya belum mengering sempurna."Mas kamu baik-baik saja? Apa kamu kita pulang saja?"Irwan terdiam. Pria tersebut masih sibuk dengan kegundahan hatinya. Irwan ternyata masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Rumana kini telah menjadi milik orang lain.Andai saja dulu ia tidak tergoda dengan r
Waktu begitu cepat berlalu ....Dengan pertimbangan yang matang-matang Bu Nur memutuskan untuk mencari keberadaan Adel. Bukan tanpa alasan melainkan untuk bisa membantunya merawat Irwan.Dengan susah payah akhirnya Bu Nur menemukan Adel dengan kondisi yang cukup miris. Adel yang hanya sebatang kara harus hidup terkatung-katung di jajanan. Miris. Sangat berbanding terbalik dengan Adel yang sebelumnya. Kulit mulus karena rajin perawatan salon, telah berubah menjadi kulit kusam dan lebih gelap karena paparan sinar matahari dan juga debu di jalanan.Bu Nur menemukan Adel saat kondisinya memperihatinkan usai kecelakaan yang dialami oleh mantan menantunya akibat terserempet oleh mobil."Mas, kamu makan dulu." Adel menghampiri Irwan di kamarnya. Pria yang dulu dengan penampilan perlentenya itu kini sudah berubah menjadi pria dengan kulit yang membungkus tulangnya.Dengan telaten Adel merawat pria yang dulu pernah me-ratukannya. Daripada hidup di jalanan lebih baik ia tinggal kembali bersama
Karena diterpa emosi yang bertubi-tubi membuat Irwan tidak bisa berpikir dengan jernih. Tanpa pikir panjang dan mempedulikan siapapun. Irwan langsung mengusir Adel beserta dengan putrinya---Angel.Sudahlah pusing karena sakit hatinya ditinggal Rumana menikah. Terlebih yang menjadi suami baru mantan istrinya itu adalah mantan kakak iparnya. Irwan merasakan sakit hatinya yang begitu dalam.Sudah beberapa hari usai kejadian yang tidak terduga dan datangnya bersamaan. Irwan menjadi sosok yang tiba-tiba pendiam. Irwan memilih berdiam diri di dalam kamarnya. Pandangan matanya kosong. Berhari-hari Irwan bahkan tidak mau memasukkan satu apapun ke dalam lambungnya. Mantan suami Rumana itu juga nampak sering uring-uringan tanpa sebab. Kejadian tersebut berlangsung berhari-hari yang tentu saja membuat Bu Nur yang usianya tidak lagi muda menjadi kerepotan. Untung saja masih ada tetangga mereka yang bersimpati hingga ada dari mereka yang menyarankan agar Bu Nur segera membawa putranya itu untuk b
"Sah.""Sah.""Alhamdulillah ....""Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jama'a bainakumaa fii khoir."Di dalam ruang tamu rumah Rumana prosesi ijab kabul telah usai dan berjalan dengan lancar.Usai akad selesai, kedua mempelai dipertemukan di depan seorang penghulu dan tentunya disaksikan oleh para saksi dan tentu oleh wali.Semua tamu undangan dipersilahkan untuk menyicipi suguhan yang telah disediakan oleh tuan rumah."Rum, kamu cantik sekali," puji Hendra pada perempuan yang kini telah halal baginya. Rumana yang mendapatkan pujian dari suaminya itu sontak pipinya bersemu merah. Meski sebelumnya mereka telah saling mengenal lama. Namun kondisi dan situasi yang berbeda yang membuat keduanya sama-sama saling salah tingkah."Rum, Mas Hendra sudah ditunggu para tamu di depan," seru Nia dari balik pintu kamar Rumana. Sementara kedua anak Rumana asyik dengan teman baru mereka karena banyak tamu di rumah mereka yang membuat anak-anak kecil tersebut merasa senang karena rumah yang biasa
Di rumah Rumana. Di sana mulai banyak berdatangan tamu terkhusus keluarga dan juga tetangga dekat rumahnya. Toko yang ada di dekat rumahnya sengaja tutup untuk hari ini begitupun dengan toko onlinenya semua kegiatan transaksi sengaja diliburkan oleh Rumana atas saran dan juga nasihat dari Ibunya. Acara di rumah tersebut sudah di mulai sejak pagi tadi yakni berupa acara pengajian dan dilanjutkan sore hari yakni acara lamaran Rumana dari Hendra."Mbak Rumana cantik banget. Pangling banget loh. Gak kelihatan kalau sudah ada dua anaknya," celetuk salah satu pegawai Rumana yang memang datang untuk bantu-bantu acara di rumah tersebut."Bisa saja kamu ini, Lin.""Benar kata Lina, Rum. Kamu memang cantik banget hari ini," ucap Nia membenarkan apa yang diucapkan oleh salah satu pegawai yang bekerja di tempat Rumana."Pasti Mas Hendra pangling.""Kamu bisa saja, Nia." Rumana sengaja mengundang Nia dan juga keluarganya untuk datang ke rumahnya agar bisa menyaksikan acara penting di dalam hidupny
"Mas, kamu kenapa? Kok cepat pulangnya?" Adel menyambut kedatangan Irwan, pria yang sudah menjadikannya istri dengan meninggalkan anak dan istrinya.Irwan yang sebelumnya berpamitan untuk pergi mencari kerja, tiba-tiba pria tersebut pulang lebih cepat dengan ekspresi wajah yang sukar untuk dilukiskan."Mas, kamu kenapa?" Adel kembali mengulangi pertanyaan yang sama pada suaminya.Irwan menjatuhkan bobotnya di ata kursi ruang tamu rumah tersebut. Kursi yang menjadi saksi satu kenangan yang ditinggalkan oleh mantan istrinya karena kursi tersebut adalah hadiah dari Rumana yang diminta oleh ibu mertuanya.Irwan memijit pelipisnya sambil menghembuskan napas dengan berat.Adel nampak memandangi tingkat laku suaminya. Perempuan tersebut menunggu respon dari sang suami. "Mas! Kamu itu dengar gak sih, Aku ngomong. Kamu dari tadi aku tanyain diam terus. Kamu kira aku ini apa? Ditanya baik-baik malah aku dicuekin."Irwan masih bergelut dengan hati dan pikirannya. Pria yang mulai merasa bosan de
"Mas ...!" jerit Adel ketika ia masih berada di dalam kamar mandi. Petang itu istri dari Irwan berniat untuk mandi. Karena terpaksa dan sebenarnya malas mau tidak mau perang itu Adel nekat untuk tetap mandi. Rasa gerah juga keringat yang sudah membasahi seluruh badannya membuat Adel terpaksa mandi di kamar mandi yang ada di rumah baru mereka.Irwan yang kebetulan berada di ruang tengah segera berlari ke arah istrinya ketika mendengar jeritan suara Adel."Mas tadi ada yang ngintip_in aku mandi." Adel berlari dan menabrak tubuh suaminya dengan hanya mengenakan handuk sebagai pembungkus tubuhnya.Rumah yang baru saja mereka tempati itu memang belum ada pagar pembatas pada bagian belakang rumahnya. Kamar mandi mereka berbatasan langsung dengan kebun milik tetangga mereka."Mengintip bagaimana maksud kamu?" Irwan merasa penasaran dengan aduan dari istrinya itu. Pria tersebut mengedarkan pandangannya ke sekitar kebun dan nihil tidak ia dapati ada orang maupun sesuatu yang mungkin mencurigak
"Bu, bagaimana pendapat ibu tentang niatan Mas Hendra yang ingin melamar Rum?" Rumana baru saja menyusun pakaian ibunya yang selesai disetrika dsn kemudian ia tata di dalam lemari perempuan yang telah melahirkannya itu.Ibu Rumana nampak mengembuskan napasnya pelan. "Kamu yang akan menjalani. Kalau kamu ragu. Kamu bisa salat istikharah untuk meminta petunjuk Allah. Apa Hendra masih sering menghubungi kamu?"Rumana mengangguk. "Iya, Bu. Hampir setiap hari Mas Hendra kirim pesan ke Rumana. Entah yang menanyakan kabar ibu, kabar anak-anak, juga kabar Rumana sendiri.""Lebih baik kamu minta petunjuk dulu sebelum mengambil keputusan. Ibu yakin sebenarnya Hendra itu baik. Hanya karena hasutan dari mantan istrinya yang sudah memisahkan dia dari kakak kamu dulu.""Apa ibu tidak punya pikiran kalau Mas Hendra hanya akan menjadikan Rumana sebagai pelampiasannya saja karena Rumana memang mirip dengan Mbak Mayang.""Kenapa kamu tidak tanyakan langsung pada Hendra?" Rumana nampak berpikir sejenak.