Serin benar-benar puas saat ini. Dia sangat menikmati ekspresi kekagetan yang begitu terlihat sangat jelas terpancar di mata Kirana. Vena pun menyentuh bahu Kirana dan berkata dengan ekspresi takut yang hanya palsu, “Mbak, beneran kan kalau aku nanti nggak kena getahnya meskipun aku pakai kadonya ini?”“Ya enggak, Rin. Kan yang ngutang bukan kamu, kamu nggak bakalan lah kena.” Serin berpura-pura menenangkan Vena.Kirana sudah tak bisa menahan diri. Dia pun cepat-cepat membalas sebelum perkataannya dipotong lagi oleh dua teman kerjanya itu, “Ven, aku nggak ambil pinjaman online. Suamiku nggak mungkin juga mikir sampai berhutang.”Meskipun dia memang belum tahu pasti asal muasal uang suaminya itu, tapi satu hal yang dia yakini adalah Rayan tidak mungkin meminjam uang dari orang. Suaminya itu bukan orang yang suka memaksakan diri.Apalagi melihat ibadahnya yang menurut Kirana sangat rajin itu, dia semakin yakin suaminya tak akan mau terjerat pinjol hanya demi memenuhi ekspektasi orang l
“Mas beneran? Dapat 10 juta seperti yang bapak bilang?” tanya Kirana lagi, masih dengan nada terkejut.Rayan mengangguk, “Ya iya. Kan bapak mintanya segitu.” Rayan menjawab dengan ekspresi santai.“Lha terus dari mana dapatnya, Mas?” ulang Kirana. Wanita itu rasanya sulit percaya. Baginya hal itu terlalu aneh. Oh, dia berpikir bila siapapun pasti akan menaruh curiga pada suami yang mengaku hanya berprofesi sebagai tukang sol sepatu, tetapi nyatanya memiliki jumlah uang yang begitu besar.Bahkan, kini sang suami berhasil mendapatkan uang sejumlah sepuluh juta hanya dalam satu hari. Bagaimana mungkin wanita itu tidak curiga?Padahal sebelumnya dia baru saja memikirkan betapa terlalu banyak uang yang telah dikeluarkan suaminya. Kini malah suaminya menambah kebingungannya dengan mengatakan hal yang semakin membuat keraguannya meningkat drastis.“Ya dari kerja, Kirana. Dapat dari mana lagi memang?” jawab Rayan sembari tersenyum.Kirana mendesah, “Mas, aku serius. Masa dari kamu … perbaiki
Rayan masih menambahkan, “Harga jasa perbaikan sepatu ataupun sandal itu juga bergantung pada bahan dari sepatu dan juga sandal itu sendiri. Merk juga berpengaruh. Semakin mahal harga sepatunya, ya semakin tinggi juga biaya perbaikannya.”“Selain karena tingkat kesulitannya juga banyak hal lain yang menjadi pertimbangan. Contohnya sepatu kulit dengan bahan kulit yang langka, ya sudah tentu memperbaikinya nggak bisa sembarangan. Ibaratnya, kita ini tukang sol sepatu kan harus menjaga kualitas bahan sepatu itu sendiri ya jadinya ya memang harus hati-hati banget,” lanjut Rayan panjang lebar.Pria itu pun menghela napas usai menjelaskan tentang apa yang menjadi pertanyaan di benak istrinya itu, menunggu respon dalam diam. Kirana hanya ternganga, benar-benar tidak pernah terbesit sedikitpun dalam pikirannya hal-hal yang baru saja dijelaskan oleh suaminya itu.Dan yang lebih membuatnya semakin terhenyak adalah suaminya itu terlihat jujur. Dia bisa menilainya dengan pasti. Di dalam sorot ma
“Masuk dulu, masa iya mau diobrolin di luar sih?” kata Siska ketus.Wanita itu pun mengajak Nadia untuk masuk ke dalam.Kirana mendesah, mulai mendapatkan firasat buruk.Sedangkan Rayan yang berdiri tepat di samping istrinya itu berbisik, “Tenang dulu ya!”Kirana menggelengkan kepala, “Mana bisa aku tenang, Mas? Mas tadi dengar kan apa yang dikatakan sama Siska dan Nadia? Bagi-bagi duit, Mas. Siapa juga yang mau bagi-bagi duit?”“Eh, terus ya Mas kan seingatku kamu bilangnya nggak hari ini kan kasih yang ke bapak. Iya kan, Mas? Kok ditagih sekarang?” ucap Kirana tak bisa sabar.Rayan malah mengangguk, dengan penuh kesabaran dia berujar pelan. “Kita masuk aja dulu, ya? Nanti kita bisa tahu apa yang sebenarnya.”Kirana pun dengan sangat enggan akhirnya melangkah masuk bersama dengan suaminya. Saat sudah masuk, dia bisa melihat di dalam ruang tamu yang berukuran tidak terlalu besar itu sudah ada bapak dan ibunya yang duduk bersama dengan dua adiknya.Kirana memilih duduk di bagian kanan
Parlan tidak langsung menjawab pertanyaan sang putri sulung dan malah menoleh ke arah menantunya yang terlihat sedang menenangkan putrinya tersebut.Dia pun tersenyum miring lalu berkata, “Rayan.”Kirana terkejut tapi dilihatnya Rayan membalas, “Ya, Pak?”“Begini. Kamu tadi sudah dengar semuanya kan?” ucap Parlan sembari menggosok hidungnya.Tanpa menunggu sahutan dari Rayan, dia berkata lagi, “Kamu kan udah tahu ini keadaan dua adik iparmu lagi terdesak. Nadia harus periksa ke dokter kandungan di rumah sakit yang fasilitasnya bagus. Harus nebus vitamin, macam-macam lah pokoknya. Pasti tuh kan habis banyak ya.” Parlan berhenti selama beberapa detik, mengamati ekspresi wajah menantunya itu dan melanjutkan, “Terus ini si Siska juga mobilnya lagi rusak. Perlu segera diperbaiki, karena kalau tidak buru-buru diperbaiki, nanti kerjanya bingung.”“Iya, bener kasihan kalau kerjanya harus naik bus,” tambah Herni, melirik ke arah menantunya.Rayan hendak membalas, tapi Siska, adik iparnya yang
Kirana melongo, terlalu kaget. Matanya sudah tentu membesar tanpa dia sadari. Sementara Parlan kembali mengoceh, “Ini aja duit sepuluh juga, baru sehari udah bisa tuh Rayan kasih. Jadi, kalau Bapak minta lagi pasti bisa juga kan?”Pria tua itu tersenyum pada Rayan tanpa rasa bersalah. “Gimana, Yan? Bisa kan?”“Sepuluh juta lagi aja. Pas itu buat tambah modal sama perbaiki beberapa hal macam rolling,” lanjut Parlan, terlihat sembari menghitung-hitung dalam angannya. Herni ikut berujar, “Ibu nggak peduli kamu dapat dari mana, asal Ibu nggak ikutan kena atau ditagih-tagih sama debt collector.”Siska dan Nadia tak peduli, lebih asyik dengan uang yang sudah mereka dapatkan. Keduanya tampak terlihat tuli, bahkan ketika mereka melihat bapak ibunya sudah berdiri.Kirana yang hampir tak bisa berkata-kata itu, hanya bisa menatap tak percaya pada kedua orang tuanya. Sementara Rayan yang jauh lebih bisa menguasai diri itu berujar, “Bisa, Pak, Bu.”Hal itu ternyata berhasil membuat Nadia dan Si
Ketika Kirana mendengar pertanyaan suaminya, seketika ia tersadar bila ia telah melakukan satu kesalahan lain.Wanita itu menepuk jidatnya sambil memejamkan matanya.Rayan mengernyit heran, “Kenapa, Kirana? Ada yang salah?”Kirana menggeleng, “Aku … udah buka aib keluargaku lagi.”Dia meringis, sedangkan suaminya tersenyum ramah. “Lantas?”Tetapi, sadar bila dia memang harus mengatakan hal itu agar nantinya suaminya juga bisa mengantisipasi akan kejadian yang mungkin terjadi di masa depan itu, Kirana membuang napas dengan kasar.“Apa yang terjadi sebenarnya?” Rayan bertanya tanpa terlihat memaksa.“Mas, tiap bulan itu mereka selalu minta uang sama bapak ibu, dengan alasan yang beda-beda dan juga jumlahnya berbeda-beda pula. Terus nih ya, Mas. Itu nggak cuman sekali dua kali, tapi terlalu sering. Kalau begini kan jadinya aneh ya, kan Mas?” cerocos Kirana.Rayan menggelengkan kepala, “Tidak ada yang aneh.”“Lho kok gitu, Mas?” balas Kirana, terkejut.Rayan mengangkat bahu, “Kita kan ngg
“Sayang, tenanglah. Insyaallah ada jalan,” kata Rayan dengan begitu santainya.Kirana ingin bertanya lebih lanjut, tapi sang suami berkata lagi, “Ayo, mandi dulu!”“Tapi, soal itu-”“Nggak perlu kamu pikirin, biar saya yang urus,” potong Rayan sambil mengedipkan mata kirinya pada Kirana.Kirana mendesah dan memilih untuk tak bertanya lagi. Dengan tidak bertanya dia berpikir bila hal itu tidak akan membuat Rayan merasa tidak nyaman. Sebab, jika dia semakin mencecar suaminya itu, dia khawatir sang suami akan berpikir dia tidak percaya pada kemampuannya.Menurutnya, seorang laki-laki tidak suka jika diremehkan dan akan senang bila diberi kepercayaan. Maka, Kirana memilih untuk benar-benar menaruh rasa percayanya pada sang suami.Di pagi hari buta setelah menunaikan salat subuh, Kirana bertanya, “Mas, aku izin ke pasar ya?”Rayan yang baru saja melipat sarungnya usai pulang dari masjid pun bertanya balik, “Mau belanja banyak ya?”“Iya, banyak kebutuhan dapur yang habis,” jawab wanita itu
Rayan terdiam cukup lama dan tidak langsung menjawab pertanyaan dari mertuanya itu.Tetapi, setelah dia berpikir masak-masak dia pun akhirnya berkata, “Ibu saya telah meninggal dan ayah saya sudah menikah lagi.”Herni mendengus saat mendengar jawaban menantunya itu, “Oh, pantesan jadi kamu itu anaknya nggak terlalu dianggap sama bapak kamu ya?”Rayan saat itu tersenyum dan Kirana khawatir bila perkataan kedua orang tuanya mungkin akan menyakitkan hati Rayan.Akan tetapi, di luar dugaannya Rayan malah dengan sangat tenang menjawab, “Begini saja. Dalam beberapa hari lagi saya akan mengundang ibu dan bapak ke acara keluarga besar saya.”Herni menaikkan alisnya, “Maksud kamu? Keluarga besar kamu akan menggelar acara dan kamu mengundang kami?”Rayan menganggukkan kepalanya dan jujur saja Kirana cukup bingung dengan ucapan suaminya karena dia sama sekali tidak mengerti tentang acara yang dimaksud oleh Rayan. “Sebenarnya acara itu seharusnya digelar beberapa bulan lagi, tapi … sepertinya sa
Kirana menatap ibu dan bapaknya secara bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Bagaimana bisa mereka bersikap seperti itu kepada orang yang telah membantu mereka begitu banyak seolah suaminya itu bukanlah orang yang bertanggung jawab. Padahal kalau dipikir-pikir Rayan sama sekali tidak memiliki kewajiban yang penuh untuk benar-benar memberikan sejumlah uang kepada mereka. “Bapak dan Ibu untuk masalah itu tidak perlu khawatir. Karena saya … saat ini sudah membawakan uang tersebut,” kata Rayan.Parlan mendengus dengan tidak sabar, “Ya Itu kan untuk hari ini. Begitu kan? Lalu besok-besoknya gimana?”“Per hari kan? Kamu nggak bermaksud buat ngasih cuman satu kali dalam satu bulan gitu kan, Yan?” Herni menambahkan dengan alis berkerut seakan curiga kepada menantu laki-lakinya tersebut. Rayan dengan begitu sangat sabar menjawab, “Tidak, Bu.”Pria muda tampan itu pun kemudian mengambil sebuah amplop besar dari dalam saku jasnya yang Kirana tebak berisi sejumlah uang.Kirana cukup ter
Tidak ingin tensi di rumah itu menjadi menegang, Rayan pun cepat-cepat berkata, “Kirana, sudah ya!”“Mas. Tapi kan ….”Wanita itu melihat tatapan suaminya yang penuh permohonan sehingga dia pun terpaksa lagi-lagi harus membungkam mulutnya sendiri.Bagaimanapun juga pria yang berada di dekatnya itu adalah suami yang memiliki hak untuk membuat dirinya menurut kepadanya sehingga mau tidak mau dia pun mengangguk pada sang suami. Herni melihat kepatuhan putrinya terhadap Rayan dan langsung mendecakkan lidah, “Yah, bagus deh. Ternyata ada baiknya juga kamu menurut sama suami kamu.”Kirana tetap berusaha keras menahan dirinya agar tidak lagi terpancing dengan ucapan ibunya. Rayan pun tetap diam dan ketika dia hampir akan berbicara, Parlan menambahkan seakan mendukung ucapan istrinya, “Bagus memang. Mungkin Rayan ini bisa bikin kamu lebih hormat sama bapak ibu kamu.”Andai saja Kirana tidak menghormati Rayan, dia pasti sudah akan membalas ucapan kedua orang tuanya yang sangat menyakitkan it
Bukannya malah memperbaiki sikap mereka terhadap menantu laki-lakinya yang sudah terlalu banyak mereka hina, mereka tetap tidak mengubah sedikitpun sikap mereka.Parlan malah dengan tenangnya berkata, “Oalah, Kirana. Udah, Nduk. Kalau bermimpi itu jangan terlalu tinggi.”Kirana tercengang ketika mendengar perkataan bapaknya dan wanita muda itu hampir saja akan membalas. Namun rupanya bapaknya tersebut tidak terlalu peduli dengan balasan Kirana dan sekali lagi berujar penuh dengan nada penghinaan, “Kalau bukan hanya tukang sol sepatu, memangnya pengalaman yang lain apa? Tukang parkir maksud kamu?”“Yah Pak. Tukang parkir masih bagusan dikit, gimana kalau ternyata sebelumnya Rayan itu macam tukang angkut sampah?” Herni menanggapi perkataan suaminya. Kirana semakin tidak bisa berkata-kata lagi lantaran sudah tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang malah semakin menjadi-jadi. Wanita itu ingin sekali segera memberitahu kedua orang tuanya mengenai identitas asli sang suami, tapi
Tina pun akhirnya hanya bisa mendecak penuh sesal karena telah membuang-buang waktu berbicara dengan dua wanita bebal yang tidak bisa dinasehati. Menurutnya sesungguhnya kedua wanita itu sudah mengetahui apabila mereka berbuat salah, hanya saja mereka terlalu gengsi untuk mengakui kesalahan yang telah mereka lakukan. Oleh sebab itu keduanya seolah-olah merasa paling benar di depan dirimu. “Ya udahlah, hanya menghabiskan tenaga dan buang-buang waktu saja kok ngomong sama Mbak berdua ini,” kata Tina yang akhirnya meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin terlibat lagi dengan pertengkaran yang tidak ada habisnya.Sementara itu Kirana sudah naik ke dalam mobilnya bersama dengan suami dan saat ini sedang melakukan perjalanan menuju ke arah rumah kedua orang tuanya. “Ini masih siang, kira-kira mereka ada di rumah nggak ya, Mas?” ucap Kirana yang sebenarnya terlihat agak ragu-ragu. Rayan pun menjawab ucapan istrinya, “Mas nggak tahu. Atau mungkin mereka lagi ada di pasar? Kios merek
Pada akhirnya kedua wanita yang selalu mengusik Kirana itu tidak bisa lagi membantah apapun. Keduanya hanya diam saja dengan ekspresi bingung yang masih melekat di wajah mereka berdua.Fakta yang baru saja menampar mereka itu membuat keduanya tersadar bahwa di balik penampilan seseorang ataupun pekerjaan seseorang yang terlihat biasa saja ternyata tersimpan sebuah hal yang menakjubkan. Kadang kala sebuah kemewahan itu tidak bisa dilihat dengan mata saja. Itu persis seperti yang terjadi pada Kirana dan suaminya. Semua orang mengira keduanya memiliki kehidupan yang sederhana tetapi rupanya sang suami menyimpan rahasia yang besar. “Minimarket ini harganya pasti miliaran. Gila! Aku nggak nyangka kalau ternyata semuanya Mbak Kirana itu kaya raya!” ucap salah seorang karyawan yang menatap takjub pada Kirana dan Rayan yang mulai berjalan keluar dari area minimarket. Tina yang cukup dekat dengan Kirana saja akhir-akhir itu juga tidak mengerti tentang rahasia besar itu. Tetapi, menurutny
“Iya, katanya hari ini pembelinya juga udah datang kok,” kata seorang karyawan yang lain. Serin terlihat semakin penasaran, “Hah? Di mana orangnya?” Karyawan yang memberikan informasi itu hanya mengangkat bahu. Kirana sendiri tidak terlalu ingin tahu mengenai masalah itu karena kedatangannya ke minimarket itu di hari itu hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Maka setelah dia selesai mengerjakan salah satu tugasnya, wanita itu segera menemui bosnya dan menyerahkan surat pengunduran diri tersebut. Setelah berbicara empat mata dengan sang manager, Kirana pergi keluar dan terkejut ketika melihat Rayan berjabat tangan dengan seorang yang dia ketahui sebagai pemilik minimarket itu. “Saya senang sekali berbisnis dengan Anda, Pak. Semoga Anda bisa mengembangkan minimarket ini dengan jauh lebih baik dan saya harap … Anda semakin sukses,” kata pemilik minimarket itu sembari tersenyum lebar. Selanjutnya Kirana melihat orang itu meninggalkan area itu dan membiarkan Rayan be
Serin tentu saja seperti biasanya mengangguk cepat, “Iyalah. Semua juga tahu kalau suami Mbak Kirana itu cuman seorang tukang sol sepatu. Ngapain pakai setelan jas kayak bos gitu?”“Ya kalau nggak bukan buat nutupin profesinya yang asli ya pasti karena cuman mau dibilang punya kerjaan yang bagus aja,” lanjut Serin.Vena terkikik mendengar ucapan temannya, “Lha iya, Mbak. Buat apa sih pakai berusaha untuk nutupin segala, Mbak Rana? Lagian nggak ada juga kok yang mempermasalahkan profesi suaminya Mbak Kirana.”Tina langsung berkaca pinggang menatap dua orang itu dengan begitu galak, “Duh, Mbak. Kalian ini kok repot banget sih ngurusin hidup orang. Yang tanya itu aku dan yang seharusnya jawab itu Mbak Kirana, bukan kalian. Aneh banget!”Vena dan Serin langsung saja tersinggung dengan ucapan Tina dan dua wanita itu segera ingin membalas, tetapi Tina yang tahu akan maksud mereka berdua cepat-cepat mendahului mereka dengan berkata, “Sudah, Mbak. Kita beresin di sebelah sana aja yuk. Biar ngg
Rayan sontak menoleh ke arah istrinya yang terlihat terkejut dengan perkataannya. Sesungguhnya dia sangat maklum dikarenakan istrinya pasti sedikit agak kebingungan tentang rencananya yang tiba-tiba.“Sayang, sebenarnya Mas mau memberi … uang sejumlah yang dulu Bapak minta,” jelas Rayan.Kirana menelan ludah dan tidak menyangka bila ternyata jawabannya seperti itu. Dia pikir Rayan ingin pergi ke rumah kedua orang tuanya dikarenakan memberitahu mereka tentang identitas rakyat yang sebenarnya. Sesungguhnya dia sama sekali tidak keberatan tetapi dia hanya berpikir jika sampai kedua orang tuanya mengetahui latar belakang Rayan yang asli, maka kemungkinan besar orang tuanya tersebut akan mencoba untuk memanfaatkan Rayan. Dia tidak ingin hal itu terjadi dan merasa telah cukup membuat Rayan kesusahan karena sikap kedua orang tuanya.“Mas pikir lebih baik Mas kasih uang itu untuk satu bulan sehingga Mas tidak perlu memikirkannya lagi,” jelas Rayan.Kirana langsung saja menanggapi, “Tapi,