"Dan ... apa, Sena?" tanya Ann menajamkan tatapannya. "Lihat, itu bukannya Rafael ya, Ann?" Sena menunjuk ke satu arah. Membuat Ann mengikuti arah pandang Sena, matanya menajam tatkala melihat seorang pria yang cukup ia kenal. Bahkan, perawakannya sangat Ann kenal, hingga ia tertegun. "Dia sama wanita lain?" tanya Ann dengan sigap menutup mulutnya. "Siapa ya? Bagaimana bisa ia bersama wanita lain saat istrinya hamil?" Sena bertanya-tanya. Ann menatap Sena tajam, ia menarik wajah Sena menghadap dirinya. "Tutup mata, tutup telinga. Gak usah dilihat atau apa pun, itu urusannya sama istrinya. Kita gak usah ikut campur ya, Sayang," ucap Ann dengan menutup telinga Sena. Pipinya menghangat, kalimat yang keluar dari mulut Ann membuat Sena tersenyum manis. "Kamu hari ini makan apa, Sayang?" tanya Sena. Hah? Ann hanya bisa menatap Sena dengan bingung, masalahnya pagi ia dan Sena sarapan bersama. Mana mungkin Sena tidak tahu. "Kamu aneh banget, aku sarapan sama
"Selamat pagi, Sayang!" sapa Rafael. Ia baru saja masuk ke kamar, matanya menelisik pada Dewi yang masih terlelap. 'Dasar wanita bodoh!' batinnya. Ia hanya membutuhkan partisipasinya untuk mendapatkan Ann kembali. Persetan perasannya dan segala hal tentang Dewi Rafael tidak peduli. "Si-siapa? Kenapa kau datang kembali, Rafael!" hardik Dewi. Ia mendorong keras tubuh Rafael tanpa memedulikan raut kaget pria itu. Tatapan tajamnya seolah siap menusuk bak belati yang tajam. "Sayang, ada apa?" tanya Rafael dengan tatapan aneh. "Ada apa katamu? Masih pantaskah kau ada di sini, setelah kau bergumul dengan wanita lain? pria gila!" pekik Dewi dengan suara kian mengeras. "Dewi, apa maksudmu? jujur aku tidak paham dengan jalan pikiranmu kali ini, katakan apa yang salah dariku?" tanya Rafael. "Hahaha, bukan apa-apa, Sayang. Kenapa wajahmu panik sekali?" Dewi mengulas senyum manisnya. Menatap suaminya dengan wajah penuh keterkejutan. "Ah ... aku kira kamu kenapa, De
"Apa maksudmu, Antasena Gaharu?!" hardik Adi dengan berdiri secara tiba-tiba. "Lihatlah keluarga Anda sekarang, apakah layak seorang ayah membiarkan anaknya di ... Mungkin Anda harus melihat sendiri. Saya pamit, sepertinya lain kali saja kita bahas ini, Pak Adi," papar Sena dengan senyuman tajam. "Kurang ajar!" pekik Adi keras. Adi ingin sekali memaki menantunya satu itu, tapi apa dayanya? "Maaf, Pak Adi," ucap Sena seraya melambaikan tangan. Saat Sena memasuki ruang tamu, Ann menatapnya dengan tajam. Penuh tanya dalam benak Sena, apa yang terjadi pada istrinya? "Ibu, Dewi, kami pamit dulu!" ucap Sena dengan mengulas senyuman. "Lihatlah, Bu. Mas Sena sangat tampan ya!" ucap Dewi dengan berbisik pada Ratih. "Iya, dan sangat kaya! Kenapa kamu dulu memilih Rafael yang sebenarnya kere sih!" hardik Ratih dengan kesal. "Ya siapa suruh 'kan, dulu ibu yang nyuruh kok aku yang salah!" Dewi beranjak dengan mengomel. Kesal rasanya mendengar ucapan Ratih, ia yang menj
Sena menatap nyalang pintu ruangan yang kembali tertutup rapat. "Gila!" pekiknya. Tidak lama dari itu, Arka memasuki ruangan dengan ragu. Menatap sekilas wajah atasannya yang terlihat kaku. "Ada apa, Tuan muda?" tanyanya. "Siapa yang datang mencariku, Arka?" tanya Sena membalikkan kalimat Arka. "Oh itu, anak Pak Adi lagi-lagi datang. Tapi sudah saya usir," jawab Arka. Lihai ia meletakkan gelas kopi pada meja Sena, sesaat kemudian ia mulai menikmati kopinya. "Sebenarnya apa yang diinginkan oleh Dewi dariku? Memangnya kurang apa Rafael menjadi suaminya?" gumam Sena. "Cari tahu tentang Rafael, apa pun itu sampaikan padaku dalam 3 hari!" titah Sena. Ia tidak ingin apa pun terjadi lebih dalam dan membahayakan Ann. *** "Selamat sore, Sayang. Muka kamu kusut banget?" tanya Ann seraya memasuki mobil. "Maaf ya, bagaimana hari ini?" Sena membalikkan tanya. Moodnya sedari pagi memang sudah tidak baik, ia hanya membutuhkan Ann untuk mengembalikan itu semua me
"Aku lebih mencintaimu, Ann!" balas Sena. Ia terpaku pada wanita cantik di hadapannya yang tidak lain adalah istrinya sendiri. Mata coklatnya berbinar layaknya lampu. Perlahan, alunan musik klasik terdengar merdu. Suasana kian intim di antara ke duanya. "Ann, apa kamu menyukainya?" tanya Sena. Matanya menatap Sena dengan berbinar, bibir tipisnya kini mengulas senyuman manis. "Aku sangat menyukainya, ini akan menjadi malam yang sangat aku sukai. Jika aku diijinkan untuk menghentikan waktu dalam hidupku, mungkin aku akan menghentikannya sekarang juga!" serunya dengan keras. Tawanya riang, senyumnya tulus! Tidak ada yang berubah, tidak ada yang bisa ia rubah. Semua ini indah, seperti bayangannya. 'Aku benar-benar ingin memilikinya seutuhnya!" pekik Sena dalam batinnya. Perlahan makanan itu datang, Ann dan Sena saling menatap lembut. "Malam ini, kamu diijinkan makan sebanyak yang kamu mau. Jangan ragu!" ucap Sena seraya menggoda. "Kamu secara tidak sengaja me
"Ma-maafkan aku, Mas Arka. Tapi ini terlalu mewah untukku, aku sepertinya belum bisa menerima ini," ucap Aisha dengan menatap sendu ke arah Arka. "Aisha, aku tidak bermaksud mengajakmu menikah secepatnya. Aku hanya ingin menjalin hubungan lebih dekat denganmu saja, cukup sampai situ. Beberapa hal bisa kita bicarakan setelah kamu siap!" terang Arka dengan lembut. Pria soft spoken memang mampu meyakinkan siapa pun. Termasuk Aisha, ia menatap Arka dengan sendu. Lembut sekali suara pria di hadapannya, ia merasa masih sangat jauh dari kata pantas! "Mas Arka yakin?" tanya Aisha. "Tentu, ini cincin peninggalan mendiang ibuku. katanya harus diberikan pada wanita yang benar-benar membuat hatiku terpaku," dengan senyuman Arka mulai memasangkan cincin itu. "Ini sangat berharga, Mas. Apa tidak apa-apa jika aku yang memakainya?" Aisha terlalu cemas. Beberapa kali ia menjalin hubungan tapi ia selalu gagal, kali ini ia benar-benar tidak menyangka. Kedekatan antara ke duanya baru 2 bula
"Gimana, Ann?" tanya Lena seraya merapikan mejanya. Jam kerja kantor telah usai, kini ia akan kembali ke apartment. "Gak deh, aku sekalian jenguk ayah. Lama gak ketemu soalnya, Len. Tapi bolehlah nebeng," ujarnya dengan cengengesan. "Hahahaha, ya udah ayo!" serunya. Ann dan Lena meninggalkan kantor, seharusnya memang langsung pulang. Tapi, Lena ingin ditemani makan di restoran. "Aisha pacaran sama sekertaris suamiku," celetuk Ann. "Wah, bagus dong! Semoga aja mereka cepat menikah!" seru Lena dengan antusias. Ia begitu bahagia melihat teman-temannya menikah. Namun, untuk mempersiapkan pernikahannya sendiri? Gak dulu! "Lalu kamu kapan serius berpacaran dengan satu orang?" tanya Ann dengan menohok. Deg! Lena tersedak makanan yang ditelannya, satu pertanyaan saja mampu menghentikan detak jantungnya sekian detik. "Minum!" seru Lena. Ann tertawa terbahak-bahak, ekspresi Lena yang sangat lucu. Membuatnya tidak bisa berhenti tertawa. "Ann, kamu benar-
"Restu?" Ann melempar tanya dengan menggantung. "Ayah masih sangat susah merestuimu, Ann. Maka dari itu cerailah saja dari Sena!" tegas Adi tanpa ragu. Cerai? Cerailah dari Sena? Kalimat yang mengisi benak Ann dengan gema yang mengganggu. "Ayah, sejak ibu meninggal aku seperti mati dan menjadi wanita tanpa kasih. Dan saat aku sudah memutuskan menikah ... suamiku selingkuh dengan anak tiri ayah. Hahaha, lalu sekarang?" Ann menggantungkan ucapannya. "Ann bukan itu maksud ayah, apa kamu tahu kalau ayah sekarang bangkrut karena siapa?" Adi mulai mencari simpati pada anaknya. Namun, semua itu gagal. Ann beranjak dari duduknya, langkahnya pergi meninggalkan Adi begitu saja. "Kalau ayah masih egois, minta aja ke anak kesayanganmu itu. Jangan ke aku!" hardiknya. "Ann!" seru Adi keras. Tidak memedulikan suara Adi, Ann tiba di kamar. Ia menangis tersedu-sedu, mengapa disaat bahagianya sudah mulai ada. Ia harus kehilangan itu lagi dan lagi. "Apa masih kurang mere
"Kerja bagus, Arka. Belikan tiket pulang pergi," tegas Sena. "Anda dalam waktu dekat tidak ada perjalanan bisnis, Tuan," Arka sempat termangu sejenak. "Menjemput istri dan anakku, memang bukan perjalanan bisnis," terang Sena. Arka tergelak sejenak, menatap Sena dengan penuh tanya. sebenarnya apa yang terjadi pada pertemuan Tuan dan Nonanya itu? "Anak yang mana, Tuan? Memangnya Nona Ann sudah lahiran?" berondong tanya Arka. Sena mengangguk. "Tuan, kenapa Anda diam saja? kenapa tidak mengumumkan kalau Nona Ann sudah melahirkan anak. Parah sih, bagaimana bisa Anda diam seperti itu!" gerutu Arka dengan penuh kekesalan. Ini hal yang tidak Sena sukai, Arka selalu ingin tahu banyak hal. Bahkan dia sangat oversharing terkadang. "Jangan katakan pada siapa pun, sebelum Ann benar-benar kembali ke rumah. Atau kau akan mendapatkan masalah!" tegas Sena. "Ba-baik!" *** "Kangen banget sama Ann," gumam Lena. Dia gadis yang kini duduk di sudut cafe, menikmati sore har
Pada detik-detik yang menegangkan, kontraksi yang kian terlihat jelas. Mau tidak mau bidan mengambil tindakan. Sena yang kini memasuki ruangan, melihat Ann merintih kesakitan. "Nona Ann, kita berjuang bersama ya, saya akan memberi aba-aba," ucap bidan dengan lembut. Di samping Ann, Sena mengusap pelan kening istrinya. Sesekali ia mengusap keringat yang keluar, dan membantu bidan menyampaikan aba-aba. Suara tangisan bayi yang memecah ramai suara rintihan Ann. Lahirlah seorang bayi laki-laki yang sangat lucu. "Syukurlah, bayinya lahir dengan kelamin laki-laki. Selamat Nona Ann dan Tuan Sena," ucap Bidan dengan membawa bayi itu untuk dibersihkan. Ann masih menggenggam erat tangan Sena, membiarkan pria di sampingnya itu luruh dalam perasaan campur aduknya. "Sayang, terima kasih banyak. Maafkan kesalahanku," bisik Sena lembut di telinga Ann. Sejenak mengingat keterangan Sena, ia merasa salah besar. Apakah ia berdosa sudah marah pada suaminya? Yah, Ann merasa gaga
Pulang tanpa membawa apa-apa, untuk urusan pekerjaan Sena dan Arka kembali ke kota. Membawa duka dan kesal yang mendalam. "Kita akan meninggalkan Nona Ann di sini, Tuan?" tanya Arka seraya memasukkan kopernya ke mobil. "Ya, kita tunggu saja. Selesaikan dulu yang di kota, lalu biarkan aku kembali di sini," terang Sena. "Tuan? Benarkah Anda akan datang ke sini sendiri?" tanya Arka kembali melempar tanya. "Kau!" pekik Sena. Arka tergelak, tidak biasanya ia mendengar amarah tuannya. Sepanjang perjalanan menuju bandara, Sena hanya diam. "Arka, berikan nomor Bu Ratmi," tegas Sena. "Untuk apa, Tuan?" tanya Arka dengan mendongak. "Berikan padaku!" seru Sena. Arka langsung memberikan nomor Bu Ratmi. Tidak lama, Sena menjauh meninggalkan Arka. "Halo," sapa Sena. "Siapa?" tanya Ratmi di seberang. "Saya Sena, Bu. Boleh mengobrol dengan Ann sebentar?" tanya Sena dengan lembut. Helaan nafas panjang terdengar samar di sambungan telepon. "Ada apalagi, Sena? B
Ratmi berjalan dengan gusar, setelah kepergian Sena dan Arka. Ia semakin tidak tega dengan Ann. "Ann," panggilnya. "Iya, Bu. Ada apa ya? Apa Sena sudah pulang?" tanya Ann memberondong. "Sudah, dia pria yang baik kelihatannya. Apa mualmu sudah mendingan, Nak?" tanya Ratmi. Ann hanya mengangguk pelan, dengan senyuman yang masih mengembang pada bibirnya. "Bu, apa yang aku lakukan ini salah?" tanya Ann. "Tidak, Ann. Laki-laki memang harus diberi pemahaman lebih agar dia mau berjuang. Jika kamu dengan mudah kembali dengannya, ia akan melakukan kesalahan yang sama," jelas Ratmi. Ratmi menggenggam tangan Ann dengan lembut. Mengusapnya secara perlahan, memberikan kekuatan pada gadis rapuh di hadapannya. "Baiklah, Bu. Aku akan beristirahat lebih cepat malam ini," ucap Ann. Raut wajahnya berubah, rona yang biasa Ratmi lihat kini telah berubah menjadi rona bahagia. Jiwa Ann seolah menemukan ketenangannya. "Ann, tunggu, apa kamu merindukan Sena?" tanya Ratmi. "Hehe
Sesuai dengan perkataan ibu Ratna, Sena dan Arka bergegas menuju rumah di ujung desa itu. "Kau yakin Ann akan menemuiku?" tanya Sena dengan raut penuh tanya. "Ya, saya menjaminnya, Tuan muda!" tegas Arka. "Oke." Ketukan pintu Sena layangkan pada pintu kayu yang terlihat tidak layak. Helaan nafas panjang saat menunggu respon dari pemilik rumah. "Lihatlah, tidak ada jawaban apa pun!" ujar Sena. "Bersabarlah sedikit, Tuan muda." Kini, Arka berjalan mendekati pintu, tangannya mengetuk dengan perlahan. "Permisi, Bu Ratmi," Arka sedikit meninggikan suaranya. Tidak lama dari itu, suara kaki yang melangkah mendekati pintu. "Oh kamu lagi, duduklah di teras!" titahnya. Sena mengernyitkan sebelah alisnya, "Benar-benar ya, aku bukan siapa-siapa di sini," ungkapnya lirih. "Silakan duduk, Tuan muda," ucap Arka. Beberapa kali ia menatap jam tangan yang melingkar, sudah 10 menit dari kepergian Ratmi. Tapi, Ann tidak kunjung keluar. Alih-alih Ann, sekarang mal
"Mbak Ann, ada beberapa pria nyari kamu," bisik Ratna. Ann mendongak pada gadis kecil di hadapannya, "Siapa, Ratna?" tanya Ann. Ratna menggeleng, ia hanya menarik lengan Ann untuk ikut dengannya. "Itu, Mbak. Om-om tampan itu yang mencari mbak," jemari kecilnya menunjuk seorang pria di halaman. Detak jantung tidak beraturan, nafas yang tersengal-sengal. Tahu dari mana dia jika Ann ada di sini? "Mbak, aduh!" seru Ratna tatkala Ann mulai limbung. "Ann!" seru Sena. Tidak sabar untuk segera melihat istrinya, Sena berlari menuju suara gadis kecil yang ia temui di jalan. Tapi, alih-alih dengan gampang ia mendekati Ann, Ratna yang awalnya antusias perlahan memberi jarak.. "Jangan mendekati Mbak Ann! Gara-gara Om, mbak Ann hampir pingsan!" pekiknya keras. "Ratna, Annindita adalah istriku. Kamu belum tahu urusan orang dewasa," elak Sena. "Aku tidak peduli, Om. Silakan pergi!" pekik Ratna kian keras. Sopan santun memang diajarkan oleh Ratmi padanya, tapi kali in
Dua bulan berlalu. Ann yang berhasil melewati trimester pertamanya dengan tenang. Bantuan Ratmi sangat penting baginya. "Ann, hari ini kita ke dokter ya," ajak Ratmi dengan mengulas senyum ramah. "Iya, Bu." Sudah selayaknya ibu sendiri, Ann begitu di sayangi oleh Ratmi. Dan sebaliknya, Ratmi sudah menganggap Ann seperti anaknya sendiri. "Bu, aku sudah memasak nasi goreng, ayo sarapan!" ajak Ann. Ratna yang baru saja keluar kamar sontak mendongak, "Mbak masak lagi?" tanya Ratna. "Ya, Ratna. Ayo cuci muka dulu terus sarapan!" ajak Ann. Gadis dengan riang berlari menuju kamar mandi, bergegas mencuci muka dan menyusul ke ruang makan. "Bagaimana keadaanmu, Ann? Tidak ada masalah selama tidur 'kan?" tanya Ratmi. "Sudah baik-baik saja, Bu. Anak ini bisa diajak kerja sama dengan baik," jawab Ann dengan kekehan ringan. "Syukurlah, semalam aku mendengar kamu menangis. Apa yang membuatmu bersedih, Ann?" Ratmi menatap Ann dengan penuh tanya. Meski bukan anak ka
"Mbak, bangun!" suara lirih Ratna berhasil membangunkan Ann yang terlelap. Tanpa sadar, ia telah tidur cukup lama. di luar sudah gelap, dan Ratmi terlihat sudah sibuk. "Mbak, ayo makan!" ajaknya. Ann masih terdiam sejenak, memikirkan keputusan apa yang akan ia ambil setelah ini. "Ya, ayo!" seru Ann setelah menyadari Ratna tidak beranjak. Setibanya di meja makan, Ratmi sudah menyiapkan beberapa makanan dan buah. "Saya tidak tahu mbak bisa makan apa tidak, karena trimester pertama itu sangat sensitif. Kalau gak bisa makan berat, ini ada beberapa buah yang sudah saya potong," papar Ratmi dengan tenang dan ramah. "Bu Ratmi, saya sangat berterima kasih," ucap Ann. Ratmi mengangguk dengan ulasan senyum, "Ya, makanlah, Mbak." Ann hanya bisa memakan beberapa suap, hingga ia harus memaksa makanan itu masuk ke perutnya. Hamil memang bukan perkara mudah, tapi kini Ann harus kuat dengan apa pun yang terjadi. "Bu Ratmi, saya boleh ngobrol sebentar?" tanya Ann. Ur
Ann terdiam sejenak setelah membuka mata, ruangan yang begitu asing baginya. Kosong! Tidak ada seorang pun di sana kecuali dirinya. "Buk, Mbaknya sudah sadar!" seruan anak kecil yang nyaring membuat Ann menoleh. Setelah itu, terdengar langkah kaki yang mendominasi, hingga seorang wanita masuk ke dalam ruangan. "Mbak, gimana keadaan kamu?" tanya wanita itu. "Masih sedikit pusing, terima kasih sudah membantuku, Bu. Maaf kalau merepotkan," tutur Ann lembut. Wanita setengah baya itu tersenyum simpul, entah apa yang ada di benaknya. "Maaf jika pertanyaan ini sedikit sensitif, apa mbak sudah menikah?" tanyanya lagi. Ann tertegun, ada apa? Apakah ada seseorang yang mencarinya? "E ... iya, saya sudah menikah. Ada apa ya, Bu?" tanya Ann dengan gugup. Kembali senyum itu tersimpul, "Selamat ya, Mbak. Kamu sudah mengandung 6 Minggu," ucapnya. Seperti tersambar petir, Ann terdiam dalam lamunannya sendiri. "Mengandung? ja-jadi aku hamil?" tanya Ann terbata. "Iy