"Saya yakin pasti akan lebih tampan dari ini, karena Mbak juga cantik," ucap ibu itu. "Ibu bisa aja," kekeh Ann. Setelahnya, ia menatap Sena yang masih menatapnya tajam. Ada apa dengan pria itu? "Kenapa, Sena?" tanya Ann. "E-enggak," jawab Sena. "Mas Sena, ini pesanannya, Saya yakin anak kalian akan sangat cantik dan tampan," ucap Pak Sugi mengikuti pembicaraan mereka. "Iya kan, Pak Sugi. Mas Sena ini juga sangat tampan, apalagi Mbaknya," timpal ibu. Sena dan Ann hanya mengulas senyum, entah ke mana arah pembicaraan ini akan berhenti. "Kami makan dulu, Bu," ucap Sena lembut. "Ya, Mas." Sena dan Ann menikmati setiap bakso yang keduanya makan. Ann terkesima, rasa bakso itu unik berbeda dari bakso pada umumnya. "Kamu kapan kenal Pak Sugi?" tanya Ann. "Sudah lama, memangnya kenapa, Sayang?" Sena membalikkan tanya pada istrinya. "Enak baksonya," dengan senyuman cerah Ann menatap Sena. "Iya, tapi ini cemong cintaku!" Jari Sena mengusap sisa kecap
"Tuan muda, maaf saya telah membuat keributan di kantor," ucap Arka setelah berhasil mengusir Arno. "Ya, jadwalku hari ini cancel semua. Aku tidak ingin bertemu banyak orang!" tegas Sena. Setelahnya, ia beranjak begitu saja. Meninggalkan Arka yang masih mematung, ia seolah akan berbicara tapi entah apa karena belum sempat. "Tuan, ke mana?" tanya Arka. "Cari angin!" singkat. Benar, Sena mengendarai mobilnya dengan santai. Mengingat beberapa kalimat yang ia utarakan pada Ann. Tidak ada kalimat yang salah menurutnya. "Kenapa?" tanya Sena dengan memukul stang mobilnya. Helaan nafas gusar. Berkali-kali, Sena melewati jalan-jalan yang sama. Tapi, ia hanya berpikir di mana letak kesalahannya tadi. "Aku harus menjemput, Ann!" tegasnya. Ia langsung mengemudikan mobilnya ke arah kantor Ann. Meski setibanya di kantor ia harus menunggu cukup lama. "Ini Ann gak pulang apa gimana sih?" tanya Sena. Sudah setengah jam dari jam pulang kantor, tapi Sena tidak melihat
"Terima kasih ya, Lena. Sampai jumpa besok, kamu gak mau mampir dulu?" Ann menoleh pada Lena. "Gak deh, aku mau kabarin hts-an aku dengan segera!" ujarnya. "Gila!" hardik Ann keras. "Udah dulu ya, aku duluan!" seru Lena dengan buru-buru. "Hati-hati!" Ann berjalan memasuki kawasan rumah megah Sena, beberapa mata menatapnya dengan tajam. "Sena, ada apa dengan orang-orang di sini?" tanya Ann dengan raut kebingungannya. Bahkan Sena menatapnya tajam, seolah siap melahap Ann hidup-hidup. "Pantas kamu bertanya seperti itu?" tanya Sena dengan nada yang cukup tinggi. "Aku bertanya, kalau kamu gak mau jawab ya udah. Gak usah marah-marah begitu! Aku tidak tuli," pekik Ann dengan nada lebih keras. Ia berjalan masuk tanpa memedulikan suaminya, kesal bukan main! Tubuhnya sudah lelah setelah bekerja, baru saja me-time malah dibuat kesal. "Ann, kamu dari mana saja sih?" tanya Sena sesaat setelah ia masuk ke kamar. "Kalau kamu mau marah aku lagi malas nanggapi!" peki
"Tapi aku suka ...," Sena menjeda ucapannya. Naasnya, ia mendapatkan tatapan tajam dari Ann. "Aku suka sama kamu, jangan negatif thinking dong sama aku. Yuk turun, kita sudah sampai," ajak Sena. Kini keduanya berjalan beriringan, meski Ann enggan digandeng oleh Sena. "Kamu mau apa? beli semua!" ujar Sena dengan lantang. "Borong semua mbak, lalu sebagian bisa dibagikan pada orang-orang," ucap Ann. Mata Sena menatap Ann dengan tiba-tiba, sebenarnya bukan masalah baginya. "Kenapa, kamu gak suka?" tanya Ann mendongak pada suaminya. "Suka, kamu lakukan aja yang kamu mau. Aku ikut dan akan aku bayar," ucap Sena. Seorang kasir wanita itu tersenyum pada Ann dan Sena. "Semoga rezeki mas dan mbak selalu dilancarkan, kami akan membantu membagikan ice creamnya," ucap kasir itu. "Terima kasih atas doa baiknya, Mbak," ucap Ann dengan balasan senyum. Ia hanya meminta dua cone ice cream untuk dirinya sendiri, dan Sena hanya meminta satu. Ia sudah terlalu bahagia at
"Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus bisa menguras harta Sena!" tegas Ratih. Setelah mengucapkan itu, ia melenggang pergi entah ke mana. Dewi masih termangu pada isi pikirannya. "Kalau bisa tukar tambah orang tua, mungkin sudah aku lakukan sejak lama!" gumam Dewi. Semalaman tidurnya terganggu, hingga pagi itu manik matanya melihat sebuah mobil yang terparkir. Asing! "Wah, kesempatan bagus!" gumam Dewi. Matanya melihat Sena keluar dari mobil dengan setelan jas. "Pantas saja ibu memaksaku, ternyata dari kejauhan saja sudah tampan. Aura uangnya sangat kentara, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Dewi pada dirinya sendiri. Tanpa basa-basi, ia mulai berdandan. Merapikan pakaiannya. "Mas Sena!" seru Dewi tatkala melihat Sena berjalan. "Ya?" Sena menoleh pada adik iparnya, matanya menatap Dewi dengan penuh tanya. "Sama siapa, Mas?" tanya Dewi. Enggan memberikan jawaban, Sena berjalan begitu saja tanpa menghiraukan Dewi. "Mas!" seru Dewi.
"Tumben, ada apa, Ann?" tanya Sena. Seharusnya ia tidak mempertahankan itu, tapi apa boleh buat? "Tidak apa-apa, aku hanya ingin." Singkat jawaban Ann yang membuat Sena tersenyum. "Kamu rindu sama aku? Kita pagi tadi juga sarapan bersama loh!" celetuk Sena. Ann tersenyum, "Aku tahu, kalau kamu tidak mau ... harusnya tidak perlu datang ke kantorku dan katakan kamu menolak ajakanku," papar Ann. "Bukan begitu juga, jujur aku senang kamu mengajakku bertemu siang ini. Aku ingin bicara," ucap Sena. Meski negosiasinya dengan Adi lagi-lagi gagal, tapi ia tidak boleh mengacaukan makan siang itu. "Tapi, Sena. Ada apa dengan pakaianmu hari ini?" tanya Ann. Beberapa kali ia mengamati kemeja Sena yang sedikit lusuh bahkan acak-acakan. "Ke mana kamu pergi sebelum ke kantorku?" tambah Ann. "Rumah ayahmu," singkat. Hanya itu yang bisa ia utarakan, selebihnya tentang keanehan Dewi tidak mungkin ia utarakan. "Apa kalian berantem? atau ... ya, itu urusanmu dengan a
"Semua ini terjadi seperti beberapa bulan lalu, dan bodohnya... Hahaha," Ann terkekeh saat tiba di parkiran kantor. Ia tergopoh-gopoh saat berlari keluar, nafasnya tersengal-sengal. "Ini benar-benar gila!" umpatnya. Dari belakang, Ann mendengar suara Sena berteriak memanggil namanya. Perduli setan, ia tidak ingin lagi mendengar apa pun. "Ann, kamu gak papa?" tanya Sena saat melihat Ann terduduk diam. "Kamu bisa melihatku tanpa harus bertanya 'kan?" ketus Ann. "Sayang, ayo aku obati kakimu. Setelah itu kita pulang," ajak Sena dengan meraih tangan Ann. "Basi, aku bisa pulang sendiri. Untuk apa aku pulang bersamamu. Sudah, kamu tidak ada bedanya dengan bajingan itu!" pekik Ann. Sena menghela nafas gusar, ia ikut terduduk di parkiran. Menatap nanar wajah istrinya yang penuh dengan kekesalan. "Kamu percaya sama aku?" tanya Sena lembut. "Tidak lagi!" pekik Ann. Ia beranjak begitu saja, memberhentikan taxi dan meninggalkan Sena sendirian. "Keluarga Adi mem
"Selamat datang, Sayang. Ini apartment milikmu!" seru Sena saat keduanya tiba di apartment. Ann melangkah masuk ke dalam, interiornya memang sangat memanjakan mata. Ia saja langsung suka pada dekorasinya. Definisi tempat yang sangat nyaman. "Kenapa tiba-tiba memberikan apartment?" tanya Ann. "Kalau kamu suntuk dan tidak ingin pulang ke rumah, tempat ini bisa menjadi tempat yang nyaman untukmu," ucap Sena dengan senyuman. "Oh, oke. Aku mau tidur!" tegas Ann. Entah langkahnya ke mana, ia hanya melenggang ke sembarang arah. "Ann, kamarnya di sebelah sini," tunjuk Sena Padaa satu ruangan yang tidak jauh dari ruang tamu. 'Sialan!' umpat Ann dalam hatinya. Ann berjalan menuju tempat yang ditunjuk Sena, matanya membelalak saat Sena mengikuti langkahnya. "Ini kamarku, kenapa kau juga masuk ke sini?" tanya Ann dengan ketus. "Hehehe, hanya ada satu kamar di apartment ini," dengan mengulas senyumnya. Mendengar itu, Ann hanya bisa pasrah. Memang Sena membeli ap
Ratmi berjalan dengan gusar, setelah kepergian Sena dan Arka. Ia semakin tidak tega dengan Ann. "Ann," panggilnya. "Iya, Bu. Ada apa ya? Apa Sena sudah pulang?" tanya Ann memberondong. "Sudah, dia pria yang baik kelihatannya. Apa mualmu sudah mendingan, Nak?" tanya Ratmi. Ann hanya mengangguk pelan, dengan senyuman yang masih mengembang pada bibirnya. "Bu, apa yang aku lakukan ini salah?" tanya Ann. "Tidak, Ann. Laki-laki memang harus diberi pemahaman lebih agar dia mau berjuang. Jika kamu dengan mudah kembali dengannya, ia akan melakukan kesalahan yang sama," jelas Ratmi. Ratmi menggenggam tangan Ann dengan lembut. Mengusapnya secara perlahan, memberikan kekuatan pada gadis rapuh di hadapannya. "Baiklah, Bu. Aku akan beristirahat lebih cepat malam ini," ucap Ann. Raut wajahnya berubah, rona yang biasa Ratmi lihat kini telah berubah menjadi rona bahagia. Jiwa Ann seolah menemukan ketenangannya. "Ann, tunggu, apa kamu merindukan Sena?" tanya Ratmi. "Hehe
Sesuai dengan perkataan ibu Ratna, Sena dan Arka bergegas menuju rumah di ujung desa itu. "Kau yakin Ann akan menemuiku?" tanya Sena dengan raut penuh tanya. "Ya, saya menjaminnya, Tuan muda!" tegas Arka. "Oke." Ketukan pintu Sena layangkan pada pintu kayu yang terlihat tidak layak. Helaan nafas panjang saat menunggu respon dari pemilik rumah. "Lihatlah, tidak ada jawaban apa pun!" ujar Sena. "Bersabarlah sedikit, Tuan muda." Kini, Arka berjalan mendekati pintu, tangannya mengetuk dengan perlahan. "Permisi, Bu Ratmi," Arka sedikit meninggikan suaranya. Tidak lama dari itu, suara kaki yang melangkah mendekati pintu. "Oh kamu lagi, duduklah di teras!" titahnya. Sena mengernyitkan sebelah alisnya, "Benar-benar ya, aku bukan siapa-siapa di sini," ungkapnya lirih. "Silakan duduk, Tuan muda," ucap Arka. Beberapa kali ia menatap jam tangan yang melingkar, sudah 10 menit dari kepergian Ratmi. Tapi, Ann tidak kunjung keluar. Alih-alih Ann, sekarang mal
"Mbak Ann, ada beberapa pria nyari kamu," bisik Ratna. Ann mendongak pada gadis kecil di hadapannya, "Siapa, Ratna?" tanya Ann. Ratna menggeleng, ia hanya menarik lengan Ann untuk ikut dengannya. "Itu, Mbak. Om-om tampan itu yang mencari mbak," jemari kecilnya menunjuk seorang pria di halaman. Detak jantung tidak beraturan, nafas yang tersengal-sengal. Tahu dari mana dia jika Ann ada di sini? "Mbak, aduh!" seru Ratna tatkala Ann mulai limbung. "Ann!" seru Sena. Tidak sabar untuk segera melihat istrinya, Sena berlari menuju suara gadis kecil yang ia temui di jalan. Tapi, alih-alih dengan gampang ia mendekati Ann, Ratna yang awalnya antusias perlahan memberi jarak.. "Jangan mendekati Mbak Ann! Gara-gara Om, mbak Ann hampir pingsan!" pekiknya keras. "Ratna, Annindita adalah istriku. Kamu belum tahu urusan orang dewasa," elak Sena. "Aku tidak peduli, Om. Silakan pergi!" pekik Ratna kian keras. Sopan santun memang diajarkan oleh Ratmi padanya, tapi kali in
Dua bulan berlalu. Ann yang berhasil melewati trimester pertamanya dengan tenang. Bantuan Ratmi sangat penting baginya. "Ann, hari ini kita ke dokter ya," ajak Ratmi dengan mengulas senyum ramah. "Iya, Bu." Sudah selayaknya ibu sendiri, Ann begitu di sayangi oleh Ratmi. Dan sebaliknya, Ratmi sudah menganggap Ann seperti anaknya sendiri. "Bu, aku sudah memasak nasi goreng, ayo sarapan!" ajak Ann. Ratna yang baru saja keluar kamar sontak mendongak, "Mbak masak lagi?" tanya Ratna. "Ya, Ratna. Ayo cuci muka dulu terus sarapan!" ajak Ann. Gadis dengan riang berlari menuju kamar mandi, bergegas mencuci muka dan menyusul ke ruang makan. "Bagaimana keadaanmu, Ann? Tidak ada masalah selama tidur 'kan?" tanya Ratmi. "Sudah baik-baik saja, Bu. Anak ini bisa diajak kerja sama dengan baik," jawab Ann dengan kekehan ringan. "Syukurlah, semalam aku mendengar kamu menangis. Apa yang membuatmu bersedih, Ann?" Ratmi menatap Ann dengan penuh tanya. Meski bukan anak ka
"Mbak, bangun!" suara lirih Ratna berhasil membangunkan Ann yang terlelap. Tanpa sadar, ia telah tidur cukup lama. di luar sudah gelap, dan Ratmi terlihat sudah sibuk. "Mbak, ayo makan!" ajaknya. Ann masih terdiam sejenak, memikirkan keputusan apa yang akan ia ambil setelah ini. "Ya, ayo!" seru Ann setelah menyadari Ratna tidak beranjak. Setibanya di meja makan, Ratmi sudah menyiapkan beberapa makanan dan buah. "Saya tidak tahu mbak bisa makan apa tidak, karena trimester pertama itu sangat sensitif. Kalau gak bisa makan berat, ini ada beberapa buah yang sudah saya potong," papar Ratmi dengan tenang dan ramah. "Bu Ratmi, saya sangat berterima kasih," ucap Ann. Ratmi mengangguk dengan ulasan senyum, "Ya, makanlah, Mbak." Ann hanya bisa memakan beberapa suap, hingga ia harus memaksa makanan itu masuk ke perutnya. Hamil memang bukan perkara mudah, tapi kini Ann harus kuat dengan apa pun yang terjadi. "Bu Ratmi, saya boleh ngobrol sebentar?" tanya Ann. Ur
Ann terdiam sejenak setelah membuka mata, ruangan yang begitu asing baginya. Kosong! Tidak ada seorang pun di sana kecuali dirinya. "Buk, Mbaknya sudah sadar!" seruan anak kecil yang nyaring membuat Ann menoleh. Setelah itu, terdengar langkah kaki yang mendominasi, hingga seorang wanita masuk ke dalam ruangan. "Mbak, gimana keadaan kamu?" tanya wanita itu. "Masih sedikit pusing, terima kasih sudah membantuku, Bu. Maaf kalau merepotkan," tutur Ann lembut. Wanita setengah baya itu tersenyum simpul, entah apa yang ada di benaknya. "Maaf jika pertanyaan ini sedikit sensitif, apa mbak sudah menikah?" tanyanya lagi. Ann tertegun, ada apa? Apakah ada seseorang yang mencarinya? "E ... iya, saya sudah menikah. Ada apa ya, Bu?" tanya Ann dengan gugup. Kembali senyum itu tersimpul, "Selamat ya, Mbak. Kamu sudah mengandung 6 Minggu," ucapnya. Seperti tersambar petir, Ann terdiam dalam lamunannya sendiri. "Mengandung? ja-jadi aku hamil?" tanya Ann terbata. "Iy
[Hai, Mbak. Aku Ailyn, maaf baru mengirim pesan padamu. Aku istri Mas Sena, jadi maaf jika tadi kamu melihat kami saling bermesraan. Jujur, aku cukup takut jika ada salah paham antara kita. Kalau Mbak berkenan bertemu, tolong hubungi nomor ini ya!] Sebuah pesan dari nomor yang asing bagi Ann, satu persatu kata yang ia baca terasa menyesakkan. Perlahan tangisnya pecah. [Lena, tolong katakan pada Pak Dewa aku akan cuti cukup lama!] Ann. Ann tidak lagi mampu berpikir jernih, ia merasa dirinya hancur berkeping-keping. Sakit dan kalut menyergap dirinya hingga terengah. "Pak, kita pindah tujuan ke bandara saja," tegas Ann. Meski matanya basah, tanpa bekal banyak yang ia bawa. 'Kemana aku harus pergi?' gumam Ann dalam batinnya. Dering telepon yang semakin sering, membuatnya risih. Akhirnya ia membuang kartunya, membiarkan ponselnya kosong. "Capek!" keluh Ann dengan lirih. Batin dan hatinya seolah dipermainkan, badannya cukup lemas. Baru saja merasa bahagia, sekaran
"Pagi ini Aisha harus memberikan jawaban 'kan?" tanya Ann dengan menatap Sena. "Seharusnya, iya. Tapi kita tunggu saja kabar dari Arka, aku antar ke kantor ya!" celetuk Sena. Setelah beres sarapan pagi, Ann dan Sena bergegas menuju kantor. Meski pagi ini sedikit gerimis, tidak menyusutkan semangat ke duanya. "Kalau di kantor lagi gak kondusif bilang ya, Sayang. Sepertinya aku bakalan kasih kantor cabang ke kamu aja," ujar Sena dengan penuh pertimbangan. "Kontrak aku di kantor masih setahun lagi, Sena. Jangan seperti itu deh," elak Ann. [Tuan muda, saya ingin bertemu dengan segera.] Arka. Sena mengulas senyum sejenak, matanya tidak beralih dari jalan kali ini. Satu pesan yang Sena baca, ia menebak-nebak apa jawabannya. "Kamu yakin Aisha menerima tawaranku?" Sena melemparkan tanya pada istrinya. "Yakin gak yakin sih, tapi kata Lena. Aisha termasuk orang yang punya keteguhan tinggi," balas Ann dengan menatap tajam Sena. "Kali ini aku yakin dia menerima tawaranku,
"Lena?" tanya Sena dengan tatapan penuh tanya. "Kan kamu janjiin dia cowok, Sayang. Kamu lupa?" tanya Ann dengan kekesalan. "Tidak, aku masih ingat kok. Hm, beberapa temanku memang sedang mencari pacar, nanti aku akan mengenalkan salah satunya pada Lena," terang Sena. Mata yang teduh kini menatap lekat ke arah Ann, perjalanan menuju apartment selalu menyenangkan baginya. "Malam ini biarkan aku memasak untukmu, Sayang. Kamu istirahat saja ya," bisik Sena. "Ta-tapi? Kenapa tidak pesan di luar saja?" Ann melempar tanya. Ia hanya cemas jika Sena memasak asal dan tidak bisa dimakan. Akan sangat mubazir jika itu terjadi. "Tenang saja!" ucap Sena. Tibalah mereka berdua di apartment, Sena yang langsung membawa Ann ke kamar. "Kamu istirahat ya, mandi dulu," titah Sena. "Tapi, Sayang," Ann memeluk erat tubuh Sena. Membuat lelaki itu terdiam sejenak, Ia membalas pelukan Ann dengan hangat. "Kamu mau apa sekarang? Mandi dulu ya, nanti aku yang memasak," terang Se