Home / Romansa / Suamiku Bukan Pegawai Biasa / Pertemuan tidak terduga

Share

Pertemuan tidak terduga

Author: mangpurna
last update Last Updated: 2024-08-03 23:22:29

Di sebuah butik mewah di mall terbesar kota, Anisa dengan cekatan merapikan tumpukan pakaian. Jemarinya menari di antara lipatan kain, menyusun display dengan presisi seorang profesional. Seorang wanita anggun mendekatinya, senyum ramah tersungging di wajahnya.

"Hei, Nis! Lihat kamu sibuk sekali. Bagaimana, sudah betah kerja di sini?" tanya wanita itu dengan nada riang.

Anisa menoleh, tersenyum hangat. "Oh, Santi! Iya, aku betah banget. Makasih ya, sudah memberiku kesempatan ini. Kamu benar-benar penyelamat."

Santi tertawa kecil. "Ah, jangan berlebihan. Aku justru beruntung dapat karyawan sepertimu. Pengalaman fashion-mu itu aset berharga lho, meskipun sempat 'cuti' jadi ibu rumah tangga."

"Aduh, kamu bisa aja. Aku nggak sehebat itu kok," ujar Anisa, pipinya merona.

Santi terdiam sejenak, raut wajahnya berubah serius. "Nis, boleh aku tanya sesuatu? Mungkin agak pribadi, tapi... aku penasaran."

Anisa menaikkan alisnya. "Tentu, San. Ada apa?"

"Begini..." Santi menarik napas dalam. "Maaf
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Penghinaan Dinda

    "Cukup!" teriak Santi. "Nyonya, saya minta Anda segera meninggalkan butik saya ini. Saya tidak akan membiarkan karyawan saya dipermalukan seperti ini. Dan kalian bertiga juga sudah mengganggu kenyamanan pelanggan saya yang lain"Dinda menatap Santi dengan geram. "Anda tidak tahu siapa saya! Saya bisa membuat butik ini bangkrut dalam seminggu!""Silakan saja," tantang Santi. "Tapi ingat, Nyonya. Reputasi Anda juga akan tercoreng jika orang-orang tahu bagaimana Anda memperlakukan karayawan saya yang sekaligus saudara ipar Anda sendiri. Apa anda tidak lihat berapa banyak ada CCTV di tempat ini"Dinda terdiam, sadar bahwa dia telah kalah. Dengan tatapan penuh kebencian ke arah Anisa, dia berbalik dan berkata, "Ini belum selesai. Kau akan menyesal, Anisa."Cukup!" Santi angkat bicara dengan nada final. "Silakan keluar dari butik saya sekarang, atau saya panggil keamanan!"Setelah kepergian Dinda yang dramatis, suasana di butik perlahan kembali tenang. Pelanggan yang sejak tadi menyaksikan

    Last Updated : 2024-08-04
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Flashback On

    Flashback OnSuasana kelas di salah satu SMA ternama di Jakarta terasa riuh dengan celoteh para siswa yang mengisi waktu sebelum bel berbunyi. Di tengah keramaian itu, Anisa duduk tenang di bangkunya, matanya terfokus pada buku pelajaran di hadapannya. Tiba-tiba, sebuah bayangan jatuh menutupi halaman bukunya."Anisa!" Suara Dinda terdengar setengah berbisik, setengah berteriak. "Kamu kenal Dirga, kan?"Anisa mengangkat wajahnya, alisnya terangkat penuh tanya. "Maksudmu Dirga, kakak kelas kita? Yang jadi ketua tim basket itu?"Mata Dinda langsung berbinar. "Iya, iya! Dia yang kumaksud.""Memangnya ada apa dengan dia?" tanya Anisa, menutup bukunya dan memberikan perhatian penuh pada Dinda yang kini duduk di tepi mejanya.Dinda menggigit bibir bawahnya, pipinya merona merah. Dengan suara yang nyaris tak terdengar, ia berkata, "Kamu... bisa kenalin aku nggak sama dia? Kamu kan kenal sama dia, kan?"Sebuah senyum jahil merekah di wajah Anisa. "Ooooh, jadi kamu naksir dia ya?""Ssssst!" Di

    Last Updated : 2024-08-04
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Dinda Cemburu

    Anisa mengangguk. "Iya, Kak. Dia..." Anisa terdiam sejenak, teringat janjinya pada Dinda. "Dia orangnya baik kok, Kak. Pasti kakak suka.""Oh ya?" Dirga tersenyum, tapi entah mengapa senyumnya terasa berbeda di mata Anisa. "Kita lihat saja nanti."Mereka tiba di mobil Dirga. Saat Anisa hendak masuk, ia merasakan getaran di sakunya. Ada pesan dari Dinda:"Nis, gimana? Jadi nggak sama Kak Dirga? Aku udah nunggu di gerbang nih!"Anisa menatap pesan itu, lalu melirik Dirga yang sudah duduk di kursi pengemudi. Tiba-tiba, firasat aneh yang ia rasakan sejak tadi semakin kuat. Namun, ia mengabaikannya dan membalas pesan Dinda:"Jadi kok, Din. Kita jemput kamu di gerbang ya."Di gerbang sekolah, Dinda berdiri dengan gelisah, matanya terus mencari-cari mobil Dirga. Ketika akhirnya mobil itu muncul, jantungnya berdegup kencang."Kak, bisa berhenti sebentar? Itu Dinda sudah menunggu kita," ujar Anisa.Dirga hanya mengangguk singkat, wajahnya masih tanpa ekspresi saat ia menghentikan mobil di depa

    Last Updated : 2024-08-04
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Flashback Off

    Setelah beberapa lama mencari, Dinda akhirnya menemukan buku yang diinginkannya. Setelah membayar, dengan jantung berdebar, ia memberanikan diri mengajak Dirga."Kak, sebagai rasa terima kasih saya, gimana kalau kakak saya traktir makan di restoran itu?" Dinda menunjuk ke arah restoran di ujung mall, matanya penuh harap.Dirga menatap Dinda sejenak, lalu menggeleng. "Nggak usah, aku tidak lapar. Kita langsung aja pulang. Habis ini aku ada janji sama temanku untuk main basket," jawabnya dingin.Dinda merasa seperti ada yang meremas jantungnya. "Baiklah kalau begitu, kita langsung pulang saja," ujarnya, berusaha menyembunyikan kekecewaannya.Di dalam mobil, keheningan kembali menyelimuti mereka. Dinda sibuk dengan pikirannya, membayangkan skenario makan siang romantis yang kini hanya tinggal angan-angan.Tiba-tiba, Dirga menepikan mobilnya di jalan yang sepi. Dinda tersentak dari lamunannya."Kenapa berhenti, Kak?" tanyanya bingung.Dirga menatap lurus ke depan. "Aku mau ngomong sesuatu

    Last Updated : 2024-08-05
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Cemburu dengan Anisa

    Bella dan Cici saling melempar pandang cemas, tapi tak ada yang berani memotong. Dinda meletakkan gelasnya, senyum misterius tersungging di bibirnya."Lihat saja nanti," ia berkata, matanya berkilat penuh tekad dan sesuatu yang lebih gelap. "Anisa akan menyadari, bahwa ia telah membuat kesalahan terbesar dalam hidupnya ketika ia meremehkanku. Dan aku? Aku akan ada di sana, menyaksikan semuanya terjadi."Dengan kalimat itu, Dinda mengakhiri pembicaraan mereka, meninggalkan Bella dan Cici dalam keheningan yang dipenuhi antisipasi dan sedikit rasa takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya.Di sebuah kafe yang nyaman di pusat kota Jakarta, Siska duduk sendirian, jemarinya mengetuk-ngetuk cangkir kopi yang sudah setengah kosong. Matanya menatap jauh ke luar jendela, tapi pikirannya berada di tempat lain. Hiruk pikuk kota besar yang biasanya memenuhi pikirannya kini tak lebih dari sekadar latar belakang buram.Tiba-tiba, ponselnya berdering, memecah lamunannya. Nama "Ibu" muncul di layar

    Last Updated : 2024-08-05
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kejutan dari Dimas

    Sekolah mengadakan kompetisi bakat tahunan, dan baik Siska maupun Anisa memutuskan untuk ikut serta. Anisa, dengan suara emasnya, akan menyanyi. Siska, yang sudah berlatih karate selama bertahun-tahun, memutuskan untuk menampilkan demo bela diri.Selama berminggu-minggu sebelum kompetisi, rumah dipenuhi dengan suara Anisa yang berlatih. Ibu sering duduk di samping piano, memberikan komentar dan saran, kadang bahkan memanggil guru vokal untuk membantu Anisa.Sementara itu, Siska berlatih sendiri di halaman belakang. Setiap sore, ia menghabiskan berjam-jam menyempurnakan gerakannya, berkeringat di bawah terik matahari.Suatu hari, saat Siska sedang berlatih, Ibu keluar ke halaman."Siska, bisa tolong kecilkan suara hitunganmu? Anisa sedang berlatih di dalam, suaramu mengganggu konsentrasinya," pinta Ibu.Siska mengangguk, menelan kekecewaan. Ia bahkan tidak yakin ibunya tahu apa yang sedang ia latih.Malam sebelum kompetisi, keluarga berkumpul untuk makan malam. Ayah mengangkat gelasnya

    Last Updated : 2024-08-05
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Siska tahu semuanya

    Di ambang pintu, berdiri kakaknya, Dimas. Tapi bukan itu yang membuat Siska terkejut. Di samping Dimas, bergelayut mesra seorang wanita muda yang tidak dikenalnya. Tangan Dimas melingkar di pinggang wanita itu, gesture yang terlalu intim untuk sekadar teman.Siska cepat-cepat menunduk, bersembunyi di balik bukunya. Otaknya berpacu, mencoba memahami apa yang dilihatnya. 'Siapa wanita itu? Kenapa mereka begitu mesra?' batinnya bertanya-tanya.Dimas dan wanita itu memilih meja di sudut lain cafe, cukup jauh dari Siska namun masih dalam jarak pandangnya. Mereka tampak begitu bahagia, tertawa dan berbisik-bisik, seolah dunia hanya milik berdua.Siska merasakan dadanya sesak. Dia tahu Dimas sudah menikah dengan Dinda, selama empat tahun. Mereka adalah pasangan yang sempurna di mata semua orang. Siska mengerutkan kening, bertanya-tanya dalam hati."Siapa wanita itu? Kenapa mereka begitu mesra?" gumam Siska pada dirinya sendiri. Rasa penasaran mengalahkan akal sehatnya. "Aku harus ke sana, me

    Last Updated : 2024-08-06
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   kemarahan dinda

    Dimas memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi melalui jalan-jalan kota yang padat. Jantungnya berdegup kencang, pikirannya dipenuhi kekhawatiran, takut semua kebohongannya terbongkar. Setibanya di rumah, ia membanting pintu mobil dan berlari masuk."Dinda! Dinda! Dimana kamu?" teriak Dimas, suaranya menggema di seluruh rumah.Ibunya yang sedang di dapur, terkejut mendengar teriakan putranya. Dengan cemas, ia bergegas ke ruang tamu."Ada apa, Dimas? Kenapa teriak-teriak begitu?" tanya ibunya dengan nada khawatir.Dimas terengah-engah, "Ibu tahu dimana Dinda?""Dia ada di kamar," jawab ibunya, lalu mengernyitkan dahi. "Memangnya ada apa, sih? Kamu kelihatan panik sekali."Dimas mengusap keningnya yang berkeringat. "Nggak ada apa-apa, Bu. Tadi Dinda nelpon, nyuruh aku cepat pulang.""Loh, terus kenapa kamu panik begitu? Apa terjadi sesuatu?" desak ibunya, rasa penasaran semakin menjadi."Aku... aku nggak tahu, Bu," Dimas tergagap. "Suaranya di telepon terdengar aneh. Aku khawatir..."Ibu

    Last Updated : 2024-08-07

Latest chapter

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Prawira Group di ujung tanduk

    Namun, Mr. Lee mengangkat tangan, menghentikan Daniel. “Cukup. Saya juga akan memberi tahu kepada semua mitra bisnis kami di China tentang apa yang sudah terjadi hari ini. Saya ingin mereka tahu betapa bobroknya integritas Prawira Group.”Daniel tampak seperti dihantam badai. Wajahnya merah padam, tetapi kali ini bukan karena amarah, melainkan karena ketakutan. “Tuan Lee, tolong… tolong jangan lakukan itu. Anda tahu apa artinya bagi perusahaan kami jika reputasi kami hancur di pasar China. Kami tidak akan bisa bertahan. Saya mohon, beri kami kesempatan untuk memperbaiki kesalahan ini.”Mr. Lee menatapnya dengan dingin. “Kesempatan? Kesempatan itu Anda sudah sia-siakan ketika Anda memutuskan untuk bermain kotor. Saya tidak peduli berapa besar perusahaan Anda. Bagi kami, kejujuran adalah segalanya.”Setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya, Mr. Lee meraih koper itu dan menyerahkannya kembali kepada Daniel. “Ambil u

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Hukuman Daniel

    Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Ruang konferensi besar di sebuah hotel bintang lima di pusat kota dipenuhi oleh perwakilan dari dua perusahaan besar, Aditya Corporation dan Prawira Group, serta para eksekutif dari Techno Guard, perusahaan teknologi nomor satu di Asia. Atmosfer di ruangan itu tegang, penuh dengan harapan, ambisi, dan strategi tersembunyi.Adrian duduk di barisan depan bersama timnya, mengenakan jas hitam yang rapi, dengan tatapan penuh keyakinan. Di sebelahnya, Satya dengan percaya diri memegang tumpukan dokumen presentasi yang baru saja selesai dipaparkan. Adrian menepuk bahu Satya pelan. "Kerja bagus. Presentasimu tadi sempurna. Semua poin yang aku ingin sampaikan berhasil kau jabarkan dengan jelas," ucapnya.Satya tersenyum lega. "Terima kasih, Pak Adrian. Semoga ini cukup untuk memenangkan kepercayaan mereka."Di sisi lain ruangan, Daniel duduk santai di kursinya dengan senyum sinis. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi, sesekali melirik ke

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Pertarungan di mulai

    "Risiko?" Daniel menyambar dengan nada dingin, memotong kalimat pria itu sebelum selesai. "Risiko terbesar buatku adalah jika kalain semua gagal mendapatkan tender itu. Dan aku tidak akan mentolerir kegagalan lagi. Kalian tahu betapa malunya aku ketika Adrian memenangkan tender terakhir?!" Suaranya meninggi di akhir kalimat, membuat manajer itu menunduk dalam-dalam, takut untuk menjawab.Daniel menghela napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. "Kalian pikir Adrian lebih pintar dariku? Tidak! Dia hanya lebih licik, lebih oportunis dan kebetulan lebih beruntung dari ku. Tapi kali ini, kita akan menunjukkan siapa yang sebenarnya memegang kendali." Dia berhenti sejenak, matanya menatap jauh ke jendela besar di belakang ruangan, mengamati gemerlap lampu kota yang seolah menertawakannya."Adrian pikir dia sudah bisa mengalahkanku dan akan terus berada di atas," gumam Daniel, lebih kepada dirinya sendiri. Kemudian dia berbalik menghadap timnya lagi, menambahkan dengan n

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kemarahan Daniel

    Anisa dan Siska saling berpandangan, ekspresi keduanya sama-sama penuh rasa penasaran. Kedatangan Dirga yang tiba-tiba membuat mereka bertanya-tanya."Kamu memangnya ada janji sama Dirga, Sis?" tanya Anisa, matanya menyipit seolah mencoba membaca pikiran adiknya.Siska menggeleng pelan. "Tidak, aku nggak punya janji apa-apa sama dia."Anisa mengerutkan kening, berpikir keras. "Terus, kenapa ya dia datang ke sini? Ada urusan apa kira-kira?" ucapnya sambil memiringkan kepala, jelas tak puas dengan jawaban Siska.Tiba-tiba, sebuah pemikiran melintas di benak Anisa, membuatnya tersenyum menggoda. "Jangan-jangan dia suka sama kamu, Sis! Makanya dia datang menemuimu kesini" celetuk Anisa dengan nada menggoda.Siska langsung merona, wajahnya memerah. "Apaan sih, Nis? Jangan ngomong yang aneh-aneh deh." Dia mencoba menutupi rasa malunya dengan memalingkan wajah. "Aku lagi nggak mau punya hubungan sama pria dulu. Karena aku masih trauma sama hubuganku dengan Reza."Anisa tersenyum lembut, mele

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kesempatan kedua

    "Maafkan Mama, Nisa... Mama nggak pernah bermaksud membuat kalian merasa berbeda. Mama selalu berusaha adil, tapi mungkin Mama salah cara. Kalau sampai hubungan kalian jadi seperti ini, Mama ikut merasa bersalah."Anisa tersenyum lemah, mencoba menenangkan ibunya. "Mama, jangan salahkan diri Mama sendiri. Siska hanya perlu waktu untuk menyadari semua itu. Aku yakin nanti dia akan mengerti kalau perhatian Mama dan Papa selama ini bukan untuk membandingkan, tapi karena Mama ingin yang terbaik buat kami berdua."Adrian menimpali, mencoba mengalihkan suasana. "Sebaiknya kita berdoa saja. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran buat Siska, supaya dia sadar kalau perlakuannya selama ini terhadap Anisa itu salah." Dia memeluk Anisa lebih erat, lalu mencium puncak kepalanya penuh kasih.Anisa mengangguk pelan. "Semoga saja, Mas. Aku cuma ingin dia sadar, kalau semua orang menyayanginya."Di sudut ruangan, Dirga berdiri diam, memperhatikan dari kejauhan. Tangannya terlipat di depan dada, tapi ma

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Menyelamatkan Siska

    Tak lama kemudian, suara langkah cepat terdengar. Dirga mendongak, melihat wajah-wajah yang familiar. Anisa tiba bersama keluarganya—Adrian, Dimas, serta kedua orang tua mereka. Wajah mereka dipenuhi kekhawatiran."Dirga! Apa yang sebenarnya terjadi pada Siska?" tanya Anisa panik, langsung mendekati Dirga. Tangannya menggenggam lengan Dirga erat.Dirga menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab. "Siska mengalami luka tembak. Dia masih berada di dalam, Anisa. Dokter masih berusaha menyelamatkan nyawanya. ""Tertembak?!" Anisa menjerit kecil, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Wajahnya langsung pucat. "Siapa yang melakukannya, Dirga? Bagaimana ini bisa terjadi?!"Adrian yang berdiri di belakangnya memasang wajah tegang. "Ya, Dirga. Tolong jelaskan pada kami. Apa yang sebenarnya terjadi?"Dirga mengangguk, berusaha menjelaskan semuanya sejelas mungkin meski hatinya sendiri masih terguncang. "Tadi, Siska diculik oleh dua orang pria suru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Siska Tertembak

    KAU HARUS MATI, SISKA!" Lina berteriak histeris.Sebelum siapa pun sempat bergerak, suara tembakan menggema di ruangan itu. Peluru itu meluncur cepat, dan semua terasa seperti berjalan lambat. "DOR!"Peluru itu menghantam perut Siska, membuat tubuhnya terhempas ke belakang. Siska jatuh ke lantai dengan tangan yang mencengkeram perutnya. Darah segera mengalir membasahi pakaiannya. "Ahh!" Siska mengerang kesakitan, tubuhnya menggeliat saat rasa nyeri yang luar biasa menyerangnya."SISKA!" Dirga berteriak panik, langsung berlari ke arahnya. Sementara polisi lainnya bereaksi cepat, menundukkan Lina dan menjatuhkannya ke lantai. Pistol yang dia genggam terlepas dari tangannya, dan dia menjerit seperti orang kesetanan. "Dia harus mati! Dia pantas mati!" Lina terus meronta meski tangannya sudah diborgol dengan kuat.Dirga berlutut di samping Siska, wajahnya penuh dengan kecemasan. "Siska, bertahanlah! Tolong, jangan tutup matamu! Bantuan medis sedang dalam perjalanan!" Dia menekan luka di pe

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Tidak ada harapan

    Kedua pria suruhan Lina yang sejak tadi diam mulai saling melirik. Pria gondrong itu akhirnya memberanikan diri berbicara, meski suaranya bergetar. "Bos... maaf, ini kayaknya sudah di luar kesepakatan kita. Kita cuma disuruh bawa wanita ini ke sini. Kalau urusan ngebunuh, kita nggak mau ikut campur."Lina langsung berbalik ke arah mereka, matanya penuh dengan api kemarahan. "Diam kalian! Dari awal kalian membawa dia ke sini saja, kalian sudah ikut campur. Dan jangan lupa, kalian sudah kubayar mahal. Jadi sekarang, lakukan perintahku, atau aku akan memastikan kalian tidak akan bisa lari dari ini!"Pria botak mulai berkeringat dingin. "Tapi, Bos... ini bukan pekerjaan kita. Kita nggak pernah ngelakuin hal seperti ini sebelumnya. Kalau ini ketahuan, kita bisa kena masalah besar."Lina mendesah kesal, lalu mengambil amplop lain dari tasnya dan melemparkannya ke meja di depan mereka. "Dengar baik-baik. Kalau kalian membantuku menghabisinya, aku akan bayar kalian dua kali lipat dari yang su

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Intimidasi Lina

    Wanita itu menatap Siska dengan pandangan dingin, matanya menyiratkan sesuatu yang sulit dijelaskan—antara kebencian, kepuasan, dan mungkin dendam yang membara. Dirga mengamati semua itu dengan hati yang semakin dipenuhi kegelisahan."Siapa dia sebenarnya? Apa hubungannya dengan Siska? Kenapa dia sampai tega melakukan ini?" pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui Dirga.Ia mencoba mengatur napasnya yang semakin berat, menanti saat yang tepat untuk bertindak, sementara kepalanya terus memutar berbagai kemungkinan. Di saat itu juga, suara sirene yang samar mulai terdengar di kejauhan, memberikan secercah harapan dalam situasi yang mencekam.Dirga merapat ke sisi rumah kosong itu, bersembunyi di bawah jendela yang retak. Ia menahan napas, berharap mendengar atau melihat apa yang sedang terjadi di dalam. Dari celah kecil di jendela, ia bisa melihat wanita cantik itu berdiri angkuh, sementara kedua pria suruhan membungkuk hormat di hadapannya.Wanita itu menyerahkan amplop cokelat yang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status