"Maaf, Nak. Papa gak bisa melarang mamamu pergi dengan Anna," jawab Damian lesu. Menoleh ke dalam kamar, melihat istrinya sedang mematut diri di depan cermin rias. "Ya elah, Pa ... kenapa gak bisa? Aku beneran lagi banyak kerjaan. Butuh Annabel aku, Pah. Ck, mama tuh ada-ada aja."Sadam mulai frustasi jika mengingat kembali kelakuan wanita yang telah melahirkannya. Sejak mengenal Anna, Salsa jadi sering mengganggu pekerjaan sekretaris Sadam itu. "Kamu kayak gak tau mamamu saja, Nak. Gini aja, sekarang Papa ke kantor. Papa bantuin kerjaanmu.""Enggak usah, Pa. Aku butuhnya Annabel bukan Papa." Sangat tegas, Sadam mengucapkan kalimat tersebut. Damian tidak tersinggung, ia sudah tahu betul sifat anaknya. Sadam suka ceplas-ceplos. Kadang tak peduli, apakah perasaan orang lain akan tersinggung atau tidak. Damian justru tersenyum, mengingat kembali masa mudanya ketika awal mula menikah dengan Salsa. Dia pun sama. Selalu ketus pada Salsa, selalu menghina dan mengejek Salsa. Namun, seiring
Anna sangat terkejut mendengar ajakan Sadam. Selama ini memang dia beberapa kali diajak makan di restoran, entah siang atau malam. Tapi, biasanya bersama klien atau sedang bertemu dengan klien. Kalau hanya berdua makan malam, hanya baru kali ini. "Bos, enggak salah ngomong kan?" Anna memastikan yang didengarnya. Sadam membuka kedua mata, menatap lekat gadis yang duduk bersimpuh di bawah kakinya. "Kamu pikir saya cowok plinplan?" sentak Sadam tampak marah. Anna meringis, menggelengkan kepala. Bukan maksud Anna menganggap Sadam plinplan, tapi biasanya lelaki itu sering marah-marah terus. Sekarang tiba-tiba mengajak dinner, maksudnya apa?'Apa mungkin benar, yang dikatakan tante Salsa? Kalau Bos Sadam sebenarnya suka sama aku?' Tanpa disadari, Anna tersenyum manis sambil merunduk."Kamu kenapa senyam-senyum begitu? Senyummu pahit, gak ada manis-manisnya!" Sangat ketus, Sadam mengatakan kalimat itu. Sadam bangkit dari tempat duduk, bersiap merapikan berkas-berkas dan hendak pulang. A
"Bulan lalu omset perusahaan kut4ng menguntungkan karena ...," gumam Sadam Adiwilaga ketika membaca laporan keuangan yang diberikan oleh sekretarisnya, Anna Isabella. "Anabel, kenapa ini jadi perusahaan kut4ng? Maksudmu apa?"Anna yang sudah terbiasa dipanggil Anabel -nama boneka pembvnuh- terkejut mendengar pertanyaan bos-nya. Lelaki itu menyerahkan kembali laporan yang beberapa menit lalu dikerjakan seorang gadis keturunan Indo-Jepang. "Maksudnya kut4ng siapa, Bos?" Anna pun tak mengerti. "Kut4ngmu!""Astaghfirullahalazhim." Anna mendekap d4danya. "Nih baca! Kamu tuh bener-bener gak bisa diandelin. Dari tadi salah terus. Revisi lagi laporannya!" sentak Sadam kecewa akan laporan yang dibuat oleh Anna. "Astaghfirullah, Bos. Ini cuma typo. R dan T itu letaknya tetanggaan. Jadi---""Jangan banyak alasan! Revisi ulang! Saya tunggu sampe lima menit. Lewat lima menit, bonusmu bulan ini saya potong!" Ancam Sadam pada gadis yang terpaksa bekerja padanya karena membutuhkan uang untuk bia
"Memangnya Mamah mau punya mantu serba minimalis kayak dia? Penampilan minimalis, otak minimalis, hidungnya minimalis, tingginya juga minimalis," cibir Sadam melirik Anna yang merunduk malu. Baru kali ini ada orang yang menghinanya terang-terangan. Anna berusaha menahan kesedihan dan air matanya. "Astaghfirullah, Sadam ... Jaga bicaramu, Nak. Sekarang minta maaf sama ... siapa namamu, Nak?"Salsa agak membungkukkan badan, menatap wajah Anna yang merunduk. "Anna Isabella, Tante," jawab Anna sembari meraih telapak tangan Salsa, mencium takzim. "Oh namanya cantik. Anna, ucapan Sadam jangan diambil hati, ya? Eh, Sadam ... minta maaf dulu sama Anna. Sadaaamm ...." teriak Salsa karena Sadam sudah masuk ke dalam rumah lebih dulu. "Nanti aja minta maafnya, kalau lebaran."Jawaban Sadam membuat Salsa semakin tak enak hati pada Anna. "Astaghfirullahalazim.... ""Enggak apa-apa kok, Tante. Kenyataannya kan saya emang serba minimalis, hehehe." sebisa mungkin Anna ingin terlihat baik-baik saj
Mendengar perintah Sadam, Anna jadi serba salah. Menyuapi Sadam di depan kedua orang tuanya? Anna sangat malu. "Eh, kamu denger gak?" sentak Sadam membuat lamunan Anna buyar. "Denger, Bos." Anna bergegas mengangkat piring yang berisi nasi dan beberapa lauk pauk, lalu menyuapi Sadam dengan telaten. Salsa dan Damian yang melihat prilaku putranya hanya menggelengkan kepala dan diam seribu basa. Sebagai seorang ibu, sebetulnya Salsa tak enak hati pada Anna. Akan tetapi, Salsa pun tahu betul watak Sadam. "Kita berangkat sekarang! Bawa sarapanmu, nanti sarapannya di mobil!"Kedua pundak Anna menurun mendengar perintah selanjutnya dari Sadam. Anna menelan air liur melihat sarapan yang terhidang di atas meja makan keluarga Adiwilaga. "Sadam, Anna sarapan di sini dulu sebentar. Setelah itu, baru kalian berangkat."Anna tersenyum mendengar ucapan wanita yang telah melahirkan Sadam. Dalam hati, Anna berharap Sadam mau menuruti perintah Salsa yang tak lain ibu kandungnya. "Enggak apa-apa, M
"Kamu kenapa ngomongin nasi uduk? Kenapa ngomongin jengkol? Kenapa bilang suka jengkol? Kenapa? Aku sama Papah gak suka makanan itu. Bau!"Mulai dah, bos kampret merepet. Kalian tahu kenapa aku bilang dia bos kampret? karena bos galak itu selalu pulang malam dari kantor. Kalau dia pulang malam, aku juga pulang malam. Gak pernah tuh pulang sore apalagi masih siang. Aneh, jadi bos tapi jam kerjanya melebihi karyawan. Aku tak menanggapi ucapannya. Lebih memilih menikmati roti tawar panggang selay kacang. Ternyata rasanya sangat mantap. Jujur, baru kali ini merasakan roti panggang. Biasanya Aku makan roti tawar tanpa dipanggang. "Harusnya kamu bilang aja, gak suka jengkol. Enggak biasa ke pasar. Enggak biasa makan uduk! Sukanya makan steak, sukanya ke swalayan."Ngomel aja terus. Ya anggap aja, nyanyian di pagi hari. Aku tetap diam, sesekali tersenyum menikmati lezatnya roti tawar panggang. Ya emang norak, tapi memang beginilah aku. "Anabel! Kamu denger aku gak?"Kunyahanku seketika te
"Hah? Masa sih, Bos?""Iya.""Emang Juwita diapain sampe gila begitu?" tanya Anna penasaran. "Sini, duduk kamu di sini!"Anna mengikuti langkah Sadam, duduk di sofa bersebelahan. Lelaki itu mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang, memantiknya. Asap rokoknya sangat mengganggu. Kebiasaan Sadam, tiap kali mau cerita, pasti sambil merokok. "Aku mau cerita, kamu mau dengerin gak?" tanyanya dingin. Anna menganggukan kepala, mengubah posisi duduk lebih menghadapnya. "Gimana ceritanya, mantan pacar Bos itu mengalami gangguan jiwa."Sadam melonggorkan dasi, sorot matanya yang tajam menatap lurus ke depan. Sekian menit, terjadi keheningan. Anna sampai menarik napas panjang berulang kali menunggu cerita yang disampaikan lelaki yang tengah merokok itu. "Juwita gila gara-gara video m3svm mereka disebarluaskan. Wajah si Jagat gak dilihatin, cuma Juwita aja. Itu juga kata temenku yang lihat videonya.""Kamu juga lihat videonya?""Enggak," jawab Sadam menjentikkan abu rokok ke atas as
"Assalamu'alaikum, Tante ..., " sapa Anna saat pintu telah dibuka oleh seorang wanita cantik meski sudah tak lagi muda. "Waalaikumsalam, Anna Isabella... Tante pikir kamu gak jadi nginep.""Jadi dong, Tante.... Anna kan udah janji.""Eh, kamu pake parfum apa sih? Wanginya Tante seneng deh!"Hidung Salsa mengendus tubuh Anna. Dia memang mengkoleksi berbagai macam parfum. Dari harga 15 ribu rupiah sampai 150 juta. Yamaklum, istri seorang Damian. Apapun yang diinginkan, pasti dikabulkan. Parfum seharga 150 juta bagi Damian, bukan masalah besar. Masalah besar bagi Damian jika istri tercinta tidak bicara padanya lewat dia jam. "Dia pake parfum murah, Mah. Paling wanginya cuma satu jam doang." Baru saja Anna mau menjawab, sudah dijawab lebih dulu oleh Sadam. "Jangan diambil ati ucapannya. Dibalik nyinyirannya, ada pujian yang tersembunyi, " bisik Salsa pada Anna yang wajahnya sempat murung. "Masa sih, Tante? Kayaknya gak mungkin deh." Anna langsung mengelak ucapan Salsa. Secara nyata,
Anna sangat terkejut mendengar ajakan Sadam. Selama ini memang dia beberapa kali diajak makan di restoran, entah siang atau malam. Tapi, biasanya bersama klien atau sedang bertemu dengan klien. Kalau hanya berdua makan malam, hanya baru kali ini. "Bos, enggak salah ngomong kan?" Anna memastikan yang didengarnya. Sadam membuka kedua mata, menatap lekat gadis yang duduk bersimpuh di bawah kakinya. "Kamu pikir saya cowok plinplan?" sentak Sadam tampak marah. Anna meringis, menggelengkan kepala. Bukan maksud Anna menganggap Sadam plinplan, tapi biasanya lelaki itu sering marah-marah terus. Sekarang tiba-tiba mengajak dinner, maksudnya apa?'Apa mungkin benar, yang dikatakan tante Salsa? Kalau Bos Sadam sebenarnya suka sama aku?' Tanpa disadari, Anna tersenyum manis sambil merunduk."Kamu kenapa senyam-senyum begitu? Senyummu pahit, gak ada manis-manisnya!" Sangat ketus, Sadam mengatakan kalimat itu. Sadam bangkit dari tempat duduk, bersiap merapikan berkas-berkas dan hendak pulang. A
"Maaf, Nak. Papa gak bisa melarang mamamu pergi dengan Anna," jawab Damian lesu. Menoleh ke dalam kamar, melihat istrinya sedang mematut diri di depan cermin rias. "Ya elah, Pa ... kenapa gak bisa? Aku beneran lagi banyak kerjaan. Butuh Annabel aku, Pah. Ck, mama tuh ada-ada aja."Sadam mulai frustasi jika mengingat kembali kelakuan wanita yang telah melahirkannya. Sejak mengenal Anna, Salsa jadi sering mengganggu pekerjaan sekretaris Sadam itu. "Kamu kayak gak tau mamamu saja, Nak. Gini aja, sekarang Papa ke kantor. Papa bantuin kerjaanmu.""Enggak usah, Pa. Aku butuhnya Annabel bukan Papa." Sangat tegas, Sadam mengucapkan kalimat tersebut. Damian tidak tersinggung, ia sudah tahu betul sifat anaknya. Sadam suka ceplas-ceplos. Kadang tak peduli, apakah perasaan orang lain akan tersinggung atau tidak. Damian justru tersenyum, mengingat kembali masa mudanya ketika awal mula menikah dengan Salsa. Dia pun sama. Selalu ketus pada Salsa, selalu menghina dan mengejek Salsa. Namun, seiring
Baru kali ini Salsa sangat menikmati masakan sendiri. Makan masakan favorit tidak sendirian, ada temannya. Sepertinya Anna harus, wajib, mesti, jadi istrinya Sadam. Cewek kayak gini tuh sulit dicari apalagi multitalenta. Anna bukan hanya pandai memasak masakan kampung, tetapi dia juga gadis yang cerdas. Mampu bekerja di perusahaan besar. "An, kamu mau gak jadi mantu, Tante?" Salsa sudah tak tahan ingin bertanya masalah itu pada Anna. "Hah? Mantu, Tante? Gak salah?"Gadis itu kayaknya masih gak percaya kalau Sadam jatuh hati padanya. Salsa yakin, Sadam sebenarnya sangat menyukai Anna. Kalau gak suka, mana berani Sadam bawa cewek ke rumah. Dulu, waktu pacaran sama Juwita, dia gak pernah bawa Juwita ke rumah. Salsa dan Damian hanya dikenalkan di restoran waktu Sadam ingin makan malam bersama mereka. Tapi, Salsa gak suka pada Juwita. Menurut Salsa, Juwita orangnya sombong. Memang dia lebih cantik jika dibandingkan Anna, tetapi sama sekali tidak ramah. Dia ramah saat ada Sadam saja. Kala
Anna terkejut mendapat perintah Sadam. Dia bingung, mau mengambilkan celana d4lam Sadam atau gak. "B-Bos ... yang bener aja, cuma cel4na dalam saya yang ngambilin?" Anna meringis, garuk-garuk kepalanya yang tak gatal."Ya sudah kalau gak mau. Keluar sana!"Anna bernapas lega. Sadam tidak memaksa seperti biasa. Gadis itu melenggang keluar kamar, berjalan ke ruang makan. Di sana Salsa dan Damian sedang menyantap sarapan. "An, Sadam susah dibanguninnya ya?" tanya Salsa melihat Anna sudah datang ke ruang makan. Anna menarik kursi, duduk dan tersenyum simpul. "Bos Sadam udah bangun, Tante.""Kok kamu sampe lama?""Itu ... Bos Sadam pengen disiapin pakaiannya.""Oohh ...." Salsa menanggapi sambil melirik suaminya yang tampak menggelengkan kepala. Tidak berselang lama, Sadam datang. Lelaki itu duduk di kursi samping Anna. Sadam mengambil roti tawar yang sudah diberi selai Kacang oleh Anna. "Sadam, nanti di pasarnya kamu nungguin di mobil aja. Gak usah ikut masuk pasar," tukas Salsa mena
"Nikah sama Anabel? Yang bener aja, Mah!" Tanggapan Sadam tampak tak suka. Terkejut, menyugar rambut kesal. "Gak bener kenapa? Anabel itu anak yang baik, cantik, menarik lagi. Kurang apa coba? Udahlah, Dam ... lupain Juwita. Move on ...." Salsa tak henti, membujuk anak semata wayangnya agar mau menikah dengan Anna Isabella. Gadis yang selama ini menjadi sekretarisnya. "Aku belum pengen nikah, Mah. Dah ya, aku mau tidur dulu. Night, Mah."Belum sempat Salsa menanggapi ucapan Sadam, lelaki itu langsung menutup pintu kamar. Salsa hanya menghela napas berat. Meninggalkan pintu kamar Sadam, berjalan menghampiri sang suami yang menunggu di dalam kamarnya. Damian yang tengah menonton berita tanah air di televisi kamar menoleh. Salsa masuk kamar, bibirnya cemberut, terlihat kesal. "Bibirmu manyun gitu, pengen aku sosor?"Damian justru menggoda istrinya. Salsa memutar bola mata malas. Menajuhkan bibir Damian yang hendak meng3cup bibirnya. "Aku kesel sama Sadam. Masa dia belum mau nikah se
"Assalamu'alaikum, Tante ..., " sapa Anna saat pintu telah dibuka oleh seorang wanita cantik meski sudah tak lagi muda. "Waalaikumsalam, Anna Isabella... Tante pikir kamu gak jadi nginep.""Jadi dong, Tante.... Anna kan udah janji.""Eh, kamu pake parfum apa sih? Wanginya Tante seneng deh!"Hidung Salsa mengendus tubuh Anna. Dia memang mengkoleksi berbagai macam parfum. Dari harga 15 ribu rupiah sampai 150 juta. Yamaklum, istri seorang Damian. Apapun yang diinginkan, pasti dikabulkan. Parfum seharga 150 juta bagi Damian, bukan masalah besar. Masalah besar bagi Damian jika istri tercinta tidak bicara padanya lewat dia jam. "Dia pake parfum murah, Mah. Paling wanginya cuma satu jam doang." Baru saja Anna mau menjawab, sudah dijawab lebih dulu oleh Sadam. "Jangan diambil ati ucapannya. Dibalik nyinyirannya, ada pujian yang tersembunyi, " bisik Salsa pada Anna yang wajahnya sempat murung. "Masa sih, Tante? Kayaknya gak mungkin deh." Anna langsung mengelak ucapan Salsa. Secara nyata,
"Hah? Masa sih, Bos?""Iya.""Emang Juwita diapain sampe gila begitu?" tanya Anna penasaran. "Sini, duduk kamu di sini!"Anna mengikuti langkah Sadam, duduk di sofa bersebelahan. Lelaki itu mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang, memantiknya. Asap rokoknya sangat mengganggu. Kebiasaan Sadam, tiap kali mau cerita, pasti sambil merokok. "Aku mau cerita, kamu mau dengerin gak?" tanyanya dingin. Anna menganggukan kepala, mengubah posisi duduk lebih menghadapnya. "Gimana ceritanya, mantan pacar Bos itu mengalami gangguan jiwa."Sadam melonggorkan dasi, sorot matanya yang tajam menatap lurus ke depan. Sekian menit, terjadi keheningan. Anna sampai menarik napas panjang berulang kali menunggu cerita yang disampaikan lelaki yang tengah merokok itu. "Juwita gila gara-gara video m3svm mereka disebarluaskan. Wajah si Jagat gak dilihatin, cuma Juwita aja. Itu juga kata temenku yang lihat videonya.""Kamu juga lihat videonya?""Enggak," jawab Sadam menjentikkan abu rokok ke atas as
"Kamu kenapa ngomongin nasi uduk? Kenapa ngomongin jengkol? Kenapa bilang suka jengkol? Kenapa? Aku sama Papah gak suka makanan itu. Bau!"Mulai dah, bos kampret merepet. Kalian tahu kenapa aku bilang dia bos kampret? karena bos galak itu selalu pulang malam dari kantor. Kalau dia pulang malam, aku juga pulang malam. Gak pernah tuh pulang sore apalagi masih siang. Aneh, jadi bos tapi jam kerjanya melebihi karyawan. Aku tak menanggapi ucapannya. Lebih memilih menikmati roti tawar panggang selay kacang. Ternyata rasanya sangat mantap. Jujur, baru kali ini merasakan roti panggang. Biasanya Aku makan roti tawar tanpa dipanggang. "Harusnya kamu bilang aja, gak suka jengkol. Enggak biasa ke pasar. Enggak biasa makan uduk! Sukanya makan steak, sukanya ke swalayan."Ngomel aja terus. Ya anggap aja, nyanyian di pagi hari. Aku tetap diam, sesekali tersenyum menikmati lezatnya roti tawar panggang. Ya emang norak, tapi memang beginilah aku. "Anabel! Kamu denger aku gak?"Kunyahanku seketika te
Mendengar perintah Sadam, Anna jadi serba salah. Menyuapi Sadam di depan kedua orang tuanya? Anna sangat malu. "Eh, kamu denger gak?" sentak Sadam membuat lamunan Anna buyar. "Denger, Bos." Anna bergegas mengangkat piring yang berisi nasi dan beberapa lauk pauk, lalu menyuapi Sadam dengan telaten. Salsa dan Damian yang melihat prilaku putranya hanya menggelengkan kepala dan diam seribu basa. Sebagai seorang ibu, sebetulnya Salsa tak enak hati pada Anna. Akan tetapi, Salsa pun tahu betul watak Sadam. "Kita berangkat sekarang! Bawa sarapanmu, nanti sarapannya di mobil!"Kedua pundak Anna menurun mendengar perintah selanjutnya dari Sadam. Anna menelan air liur melihat sarapan yang terhidang di atas meja makan keluarga Adiwilaga. "Sadam, Anna sarapan di sini dulu sebentar. Setelah itu, baru kalian berangkat."Anna tersenyum mendengar ucapan wanita yang telah melahirkan Sadam. Dalam hati, Anna berharap Sadam mau menuruti perintah Salsa yang tak lain ibu kandungnya. "Enggak apa-apa, M