Tiba di kantor, Anna bergegas membuka layar laptop. Dengan cekatan, jari-jemarinya menari di atas keyboard. "Jangan lupa, batalin kerja sama dengan PT. Jagat Raya. Enggak punya otak si Jagat. Aku udah lama mutusin kerja sama. Eh malah nawarin kerja sama lagi. Peak!" cerocos Sadam yang baru saja duduk di kursi kebesaran. Anna yang mendengar ocehan si Bos hanya menghela napas berat."Udah saya batalin, Bos," ucap Anna setelah memutuskan kerja sama dengan PT yang direkturnya musuh bebuyutan Sadam. "Bagus. Emang seharusnya gitu. Sekarang kamu selesaikan pekerjaan. Selesai makan siang, kita langsung keluar kota.""Siap, Bos."Anna pun memfokuskan pandangan dan pikirannya ke layar laptop. Dia benar-benar terlihat sangat serius. Berbeda dengan Anna, Sadam justru tengah menikmati wajah cantik Anna yang fokus bekerja. Sesekali senyumnya tersungging jika mengingat kebersamaannya selama ini. Ekor mata Anna melirik. Hanya melirik, tidak menoleh. Cukup jelas bagi Anna kalau Sadam sedang memerha
Tiba di kota Bandung, Sadam mengajak Anna ke rumah pribadi Damian. Rumah yang dibeli sewaktu Sadam masih kecil. Anna membuka kaca jendela mobil. Kepalanya melongok keluar, pandangannya mengitari sekeliling. Baru sekarang Sadam mengajak Anna ke rumah ini. Sebelumnya jika mereka ada kerjaan di Bandung, Sadam selalu mengajak Anna tinggal di hotel. "Ini rumah siapa, Bos?" tanya Anna ketika kendaraan yang ditumpangi berhenti di halaman rumah yang megah dan mewah. "Rumah kedua orang tuaku, yang nantinya akan jadi rumah kita." Kalimat Sadam sontak membuat Anna mulutnya menganga lebar. Mendengar kata 'kita', hati Anna semakin bahagia. Ia tak menanggapi, hanya merunduk sembari tersenyum malu-malu. "Annabel, ngapain kamu senyum gitu? Turun!" Tiba-tiba Sadam sudah berdiri di samping pintu jok bagian Anna. Sadam membukakan pintu mobil, lalu mempersilakan Anna keluar. "Aku senyum bahagia. Senyum yang sangat bahagia." Jawaban Anna membuat Sadam sikapnya agak salah tingkah. Namun, cepat-cepat S
Kedua bola mata Anna membeliak sempurna mendengar kalimat yang terucap dari bibir Sadam. "Ni-nikah minggu depan, Bos? Di-di sini?" Suara Anna terdengar bergetar. Antara percaya dan tidak percaya. Tetapi, Anna yakin kalau Sadam tidak akan bercanda dalam urusan sepenting ini. "Iya. Kamu gak mau?" Raut wajah tampak tak suka. Berubah masam. "Bu-bukan gak mau. Mau, Bos. Mau ... ta-tapi kan ... saya belum--""Udah, jangan banyak alasan. Nanti di rumah kita obrolin lagi. Sekarang kamu belanja dulu." Sadam kesal dengan tanggapan Anna yang seolah meragukan keinginannya. Lelaki itu duduk di kursi tunggu dalam toko. Anna menghela napas berat, lalu melanjutkan memilih pakaian yang disukai. Hampir dua jam mereka berkeliling pusat perbelanjaan. Goodie bag ditangan Anna dan Sadam sudah cukup banyak. "Aku saja yang bawain goodie bag-nya." Sadam berusaha mengambil alih goodie bag dari tangan Anna. "Jangan, Bos. Nanti Bos repot. Biar aku aja. Kita pulang sekarang.""Kamu yakin, enggak ada yang d
Ternyata tes DNA yang dilakukan Anna dengan Mr. Jacky hasilnya positif. Anna sangat bahagia telah bertemu dengan ayah kandungnya. Orang tua yang selama ini tidak pernah ia kenali.Setelah mengetahui hasil tes DNA, Anna dan Sadam pun melangsungkan pernikahan. Malangnya, setelah Anna bertemu dengan ayah kandung, Neneknya yang tinggal di kampung meninggal dunia hingga wanita yang membesarkannya itu tidak dapat menghadiri pernikahannya. Acara pernikahan yang dilangsungkan di salah satu hotel mewah berlangsung sangat meriah. Hati Sadam sangat bahagia ketika Jagat, lelaki yang selama ini selalu menjadi rivalnya datang ke acara pernikahannya. "Terima kasih atas kedatanganmu," ucap Sadam puas ketika Jagat menyalaminya di atas pelaminan. Sorot mata Jagat begitu tajam."Sama-sama." Suara lelaki yang tengah merasa kecewa itu penuh penekanan. Jagat menghampiri Anna, namun Sadam melarang istrinya menjabat telapak tangan Jagat. "Aku cuma mau mengucapkan selamat, Sadam." Jagat sangat kesal karena
Anna benar-benar merasa bermimpi memiliki suami Sadam. Lelaki yang selama ini menjadi bos galaknya. Siapa sangka, dibalik sikap galak, Sadam mencintainya bahkan setengah jam lalu, mereka melakukan penyatuan. Meski awalnya perih, tetapi lama-kelamaan rasa perih berubah menjadi kenikmatan. Anna masih menatap lelaki yang berbaring di sampingnya. Kedua mata lelaki itu terpejam. Pandangan Anna menyusuri wajah tampan Sadam. Lalu, berhenti di bibir. Tanpa disadari, Anna memegang bibirnya yang sempat disentuh beberapa kali oleh Sadam. "Kamu masih mau?"Pertanyaan Sadam menyentak gadis yang belum mengenakan pakaian. Anna memalingkan wajah, menatap lurus ke langit-langit kamar. Dipikirnya Sadam sudah terlelap ternyata belum. "Annabel, kalau ditanya jawab! Bukan diem begitu!" sentak Sadam. Merasa kesal karena tak langsung dijawab pertanyaannya. Anna terlonjak kaget, menoleh. "Eng-enggak, Bos. Enggak mau lagi. Masih perih soalnya," jawab Anna meringis. Sadam menatap wanita yang berbaring di si
Suasana hening kembali tercipta. Anna melipat kedua tangan di depan dada. Ia ingin tahu, sebenarnya Sadam mau membawanya kemana? "Anabel!"Panggilan Sadam memecah keheningan diantara mereka. Anna menoleh, menatap lelaki yang duduk di sampingnya. "Iya, Bos?" sahut Anna. "Sekarang status hubungan kita apa?Atasan dengan bawahan? Atau suami istri?" Pertanyaan yang disampaikan Sadam membuat kening Anna mengkerut. Dia tak mengerti maksud ucapan si Bos. "Dua-duanya," jawab Anna enteng. Tanpa beban. Sadam menarik napas dalam-dalam. "Jawab salah satunya. Kamu ini gimana sih? Maksud aku .... sekarang, saat ini, di luar kantor, kamu sama aku statusnya apa?" sentak Sadam. Wajahnya memerah, karena menahan emosi. Dalam hati Sadam menggerutu. Anna tak juga mengerti arti ucapannya. "Oh ... kirain ... ya habis, pertanyaan Bos gak jelas. Saya kan gak ngerti," kata Anna apa adanya. "Udah, jawab ... status kita di luar kantor apa sekarang?" desak Sadam seolah ingin Anna menjawab dengan jelas sej
"Filmya gak seru. Nyesel udah nonton. Biasanya kalau aku nonton sendirian, filmnya pasti seru. Ini gara-gara ngajak kamu, kenapa filmnya jadi gak seru? Menyebalkan sekali," gerutu Sadam saat keluar dari bioskop. Anna yang berjalan di samping Sadam, mengerucutkan bibir beberapa centi. "Besok-besok kalau kamu mau nonton, pergi sendirian aja. Gak usah ngajak-ngajak saya," timpal Anna pelan. Langkah kaki Sadam terhenti, menoleh pada wanita yang berdiri di sampingnya. "Kenapa kamu ngomong kayak gitu? Kamu gak mau temenin aku nonton?" Anna memejamkan kedua mata, menarik napas panjang, berusaha menahan emosinya yang ingin meledak. "Bukan begitu. Tadi kan kamu sendiri yang bilang, kalau nonton bareng aku, filmnya jadi gak seru."Sadam salah tingkah, menggaruk tengkuk kepala. "Udahlah jangan dibahas lagi. Kamu mau shopping gak?""Enggak. Aku pengen pulang.""Shopping dulu, nanti baru pulang. Ayok!"'Dasar bos sekaligus suami aneh, istri gak mau shopping dipaksa shopping. Bodo amat ah, su
"Video apaan ini?" tanya Anna memicingkan kedua mata, menatap video yang diputar suaminya di layar laptop. "Ini sih bukan video, tapi film. Film Jepang?" Anna menoleh, menatap wajah Sadam yang berada di belakang tubuhnya. "Iya. Aku lebih suka film Jepang kayak gini. Mafia-mafia-an, driver-driver-an. Dari pada film di bioskop tadi." Sadam mengeratkan rengkuhan pada pinggang Anna. Wanita itu tak bisa berkutik, pasrah akan perlakuan Sadam yang mulai bergerilya. "Bos, tangannya bisa diem dulu gak?" "Emang kenapa?""Geli tau ...."Sadam tak peduli, meneruskan aksinya. Usai nonton film, keduanya mandi bersama. Di dalam sana, Sadam kembali memberikan nafkah batin yang entah sudah berapa kali. ***"Sayang, Sadam kenapa udah pulang dari hotel ya? Apa mereka bertengkar?" tanya Salsa ingin tahu penyebab anak tunggalnya dan menantunya pulang lebih cepat. "Kayaknya enggak. Sadam cuma kepikiran masalah kerjaan aja.""Emang kamu nyeritain masalah kerjaan kantor ke dia?" tanya Salsa sewot. Me
Jacky berdiri, memandangi lima orang yang tubuhnya bersimbah darah. Setelah bertahun-tahun lamanya, baru sekarang ia membunvh orang lagi. Kepala Jacky terasa pusing melihat genangan darah, tubuhnya limbung ke belakang. Damian dan kedua body guardnya yang baru datang dari arah belakang terkejut setengah mati. "Jack!" Damian berlari menghampiri sahabatnya yang duduk di atas sofa mewah ruang keluarga. Bram dan Toni seketika tercenung melihat lima mayat yang bergeletakan di atas lantai marmer putih. "Jack, kenapa kamu membunuh mereka?" Damian terlihat panik melihat korban dari kejahatan yang dilakukan Jacky. "Dari pada mereka mau membunuh anakku? Sebelum itu terjadi, lebih baik mereka lebih dulu yang aku bunuh. Uhuk, uhuk!" Jacky terbatuk-batuk. Sudut bibirnya mengeluarkan darah segar."Kamu ngeluarin darah, Jack. Wajahmu juga memucat." Tidak hanya panik, Damian juga sangat cemas melihat kondisi sahabatnya. "Dam, panggil polisi. Suruh mereka semua datang ke sini menangkapku. Cepat, D
Angel menelisik wajah wanita muda yang berdiri di hadapannya. Ia terpaku melihat kemiripan wajah wanita itu dengan Jacky. "Saya anaknya Papa Jacky. Hm, sebaiknya Anda pulang dulu. Nanti sore barulah kembali lagi kalau mau jenguk Papa. Permisi." Anna hendak menutup pintu namun Angel menahannya. "Tunggu! Tunggu sebentar." Anna terkejut, memicingkan kedua mata. Entah siapa wanita yang datang ke rumah papanya. "Ada apa, Tante?""Jangan!" ralat Angel cepat. "Jangan panggil aku Tante. Aku ini Mama kamu!" ucap Angel tegas. Pandangannya tak beralih dari wajah Anna. Anna tercenung, keningnya mengkerut."Mama? Mama aku?" Tangan Anna terlepas dari handle pintu. Memandang intens wanita yang bermake up tebal. "Iya, Nak. Kalau kamu anaknya Jacky, berarti kamu anakku yang hilang. Anakku yang diculik baby sitter.""Bohong!" Suara berat seorang lelaki dari belakang Anna membuat keduanya menoleh. Jacky berjalan cepat menghampiri dua wanita yang baru pertama kali bertemu. "Anna, kamu jangan percay
Hari ini Jacky sudah diperbolehkan pulang. Anna izin tidak masuk kantor, ingin menemani papanya di rumah dulu. Sedangkan Sadam dan Damian masuk kantor. Damian menghandle pekerjaan menantunya. Dia akan membantu Sadam menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda. "Pa, apakah Papa udah tau tentang hubungan Jagat dengan Fernandes?" tanya Sadam ketika mereka masuk ruangan direktur utama. "Udah. Bram udah dapat informasi tentang mereka," jawab Damian sembari membuka layar laptop, dan menyalakannya. "Apa, Pa?" Sadam penasaran, ia sampai menegakkan tubuh menghadap papa kandungnya. "Ternyata dulu, papanya Jagat adik tirinya Fernandes. Jadi mereka itu keponakan. Jujur saja, Sadam. Papa menduga kalau Jagat akan direkrut Fernandes untuk bergabung di bisnis hitamnya apalagi perusahaan Jagat sekarang sudah banyak kehilangan klien. Papa dengar, perusahaan itu mulai kolaps," papar Damian, pandangannya justru fokus pada layar laptop. Berbeda dengan Sadam, suami Anna itu justru menatap serius papa
"Enggak ada," jawab Jacky santai. "Enggak ada apa?" Damian mengubah posisi duduk lebih menghadap sahabatnya. "Enggak ada yang aku sembunyiin. Si Fernandesnya saja yang ingin membunuhku. Udahlah, kamu jangan mikir macam-macam. Kalau kamu mau pulang, pulang saja," cetus Jacky masih bersikukuh tidak ingin berterus terang akan pertanyaan yang disampaikan Damian. Namun, Damian tetap curiga kalau Jacky menyembunyikan sesuatu. "Kamu enggak takut kalau Anna yang jadi korban?"Tatapan Jacky langsung beralih pada Damian. kedua matanya melebar, keningnya mengkerut. "Kamu kasih tau Fernandes kalau Anna adalah anak kandungku?" Kedua mata Jacky hampir melompat. "Sialan kau, Dam!" maki Jacky hendak mencekal kerah kemeja yang dikenakan Damian. "Kamu pikir aku sekejam itu, heuh? Enggak, Jack! Makanya kamu jujur saja. Biar aku cari solusinya. Biar aku bisa antisipasi semuanya. Paling enggak, sebelum si Fernandes beraksi, aku udah cegah langkah dia. Paham kamu?" Damian mulai naik pitam menghadapi
Damian terkejut mendengar kejujuran yang terucap dari mulut Jacky. Dia pikir, Jacky tidak tahu kalau istri Fernandes adalah Angel. "Sejak kapan kamu tau kalau Angel sekarang istrinya Fernandes?" Damian jadi penasaran. Kalau memang Jacky sudah tahu Angel adalah istri Fernandes, kenapa sampai sekarang ia masih mengharapkan cinta Angel?"Udah lama. Sekitara lima tahun lalu. Enggak sengaja lihat mereka jalan. Aku ikuti, aku tanya warga sekitar, katanya dia istri Fernandes. Udahlah, Dam. Aku mau istirahat. Kamu pulang saja."Jacky memejamkan kedua mata, mengingat kembali pertemuannya bersama Angel serta Fernandes. Mereka tampak mesra. Bahkan Angel pernah menghina dan merendahkannya sewaktu diam-diam Jacky menarik lengan Angel. "Ngapain kamu sama Fernandes, Angel?" tanya Jacky lima tahun lalu. Kedua tangan Angel bersidekap, memalingkan wajah ke arah. "Bukan urusanmu, pecundang!" Jawaban Angel membuat Jacky sangat murka. "Kamu selingkuh?" tanya Jacky pelan tapi penuh penekanan. "Kalau
Damian terkejut melihat Angel muncul dari dalam rumah Fernandes. Angel pun salah tingkah melihat kehadiran Damian di rumahnya. Tidak menyangka kalau sahabat mantan suaminya itu datang ke rumah Fernandes. "Jadi, Sayang. Kita jadi berangkat sekarang," jawab Fernandes menyeringai. Sekarang Angel tak perlu disembunyikan. Dulu, memang Fernandes yang menggoda Angel disaat kedua orang tua Jacky telah meninggal dunia. Sedangkan anak kandung mereka, Fernandes titipkan pada baby sitter. Damian tak berkata apa-apa. Dia berusaha menguasi dirinya agar tidak terlihat kaget melihat keberadaan Angel di rumah Fernandes. "Tuan Dam, bukan aku tidak sopan. Tapi saat ini, aku dan istriku yang cantik ini mau ada acara yang sangat penting," bisik Fernandes tepat di depan telinga Damian. "Enggak masalah. Aku juga enggak mau berlama-lama di sini. Aku hanya berharap, kamu selalu ingat yang kukatakan dari."Setelah mengucapkan kalimat itu, Damian dan kedua bodyguardnya pergi meninggalkan rumah mewah milik
"Anna, Sadam!" Salsa memanggil anak dan menantunya ketika sampai di rumah sakit menjenguk Jacky. Anna dan Sadam menoleh, melihat kedatangan kedua orang tuanya. "Mama!" pekik Anna ketika dipeluk ibu mertua. Anna menangis dalam pelukan Salsa, hatinya begitu sedih melihat papa kandungnya tak juga sadarkan diri. "Anna tenang. Kamu harus tenang, ya? Semuanya pasti baik-baik saja." Salsa melepaskan pelukan, menyeka lelehan air mata yang membasahi wajah Anna. Malang sekali nasib Anna, baru saja menikah harus dihadapkan kenyataan yang menyakitkan tentang penembakan papa kandungnya. Salsa memapah Anna agar kembali duduk di kursi tunggu. Sementara itu, Damian mengajak Sadam duduk di kursi tunggu yang jaraknya agak jauh dengan Anna dan Salsa. "Gimana, Pa? Kelihatan gak di CCTV siapa pelakunya?" tanya Sadam tak sabar. Ia benar-benar penasaran siapa pelaku penembakan papa mertuanya. Damian menghela napas berat, lalu menganggukkan kepala. "Sudah. Tuan Fernandes dan ... dan Jagat Indragiri.""A
Setelah menyelidiki rekaman CCTV, Damian mengambil semua rekaman tersebut sekiranya yang menjadikan bukti agar si Penembak dan dalangnya di penjara. Damian keluar rumah, masuk ke dalam mobil dan melaju menuju rumahnya. Mengamankan alat bukti terlebih dahulu. "Kamu dari mana sih, Mas?" tanya Salsa menyambut kepulangan suaminya. Sedari tadi dia mencari keberadaan Damian. Lelaki itu pergi tergesa-gesa sampai tidak berpamitan dengan Salsa. "Maaf, Sayang. Tadi aku buru-buru waktu dapat telepon kalau Mr Jacky tertembak.""Apa? Tertembak?" Kedua mata Salsa hampir saja melompat. Terkejut, mendengar berita tentang Jacky. "Sayang, kamu jangan terkejut gitu. Biasa saja. Dia sekarang udah di rumah sakit." Damian mengibaskan sebelah telapak tangan di depan wajah istrinya. "Aku terkejut dong. Terus, terus, kondisinya sekarang udah lebih baik? Aku harus kasih tau Anna. Anna harus tau ini!"Salsa hendak beranjak, mengambil handphone, namun Damian mencekal pergelangan istrinya. "Anna udah di ruma
Anna dan Sadam sangat panik mendengar suara tembakan dari ujung telepon. Suara Jacky tidak terdengar, sambungan telepon mati begitu saja. "Bos, Papa saya, Bos ... Papa saya ...." Anna menangis meraung-raung, memegang jas Sadam. "Tenang ... kamu harus tenang. Kita ke rumah papamu sekarang. Aku juga mau telepon papa. Barang kali papa tau permasalahan papamu dengan si penembak."Anna hanya menganggukkan kepala. Air matanya semakin deras. Baru hitungan hari, Anna mengetahui siapa papa kandungnya. Ia tidak mau kalau berpisah lagi dengan Jacky. Anna tak henti mengucapkan doa untuk keselamatan Jacky. Sadam dan Anna yang baru tiba di ruangan, langsung keluar lagi. Mereka berjalan cepat ke area parkir mobil. Ingin segera menyelamatkan Jacky. "Aku udah telepon papa. Sekarang papa meluncur ke rumah papamu."Anna menganggukkan kepala. Berharap kondisi papanya yang sekarang tinggal di Jakarta baik-baik saja. Sadam melajukan kendaraan dengan kecepatan cukup tinggi. Ia juga sangat mencemaskan k