Anna sangat terkejut mendengar ajakan Sadam. Selama ini memang dia beberapa kali diajak makan di restoran, entah siang atau malam. Tapi, biasanya bersama klien atau sedang bertemu dengan klien. Kalau hanya berdua makan malam, hanya baru kali ini. "Bos, enggak salah ngomong kan?" Anna memastikan yang didengarnya. Sadam membuka kedua mata, menatap lekat gadis yang duduk bersimpuh di bawah kakinya. "Kamu pikir saya cowok plinplan?" sentak Sadam tampak marah. Anna meringis, menggelengkan kepala. Bukan maksud Anna menganggap Sadam plinplan, tapi biasanya lelaki itu sering marah-marah terus. Sekarang tiba-tiba mengajak dinner, maksudnya apa?'Apa mungkin benar, yang dikatakan tante Salsa? Kalau Bos Sadam sebenarnya suka sama aku?' Tanpa disadari, Anna tersenyum manis sambil merunduk."Kamu kenapa senyam-senyum begitu? Senyummu pahit, gak ada manis-manisnya!" Sangat ketus, Sadam mengatakan kalimat itu. Sadam bangkit dari tempat duduk, bersiap merapikan berkas-berkas dan hendak pulang. A
Salsa bergegas masuk ke dalam kamar, membuka salah satu goodie bag hasilnya belanjaannya bersama Anna. Damian masuk ke dalam kamar, mengikuti sang istri. Dahi Damian mengkerut melihat gerakan Salsa yang tampak sedang mencari sesuatu. "Sayang, kamu lagi cari apaan?" Damian menghampiri, berdiri di sampingnya. "Nyari gaun yang aku beli buat Anna."Salsa menjawab tanpa menoleh pada suaminya. Ia membongkar satu persatu goodie bag. Lalu bibirnya tersenyum ketika barang yang dimaksud, sudah ditemukan. "Eh, kamu mau ngapain?" Damian menarik lengan Salsa. "Mau nitipin gaun ke Sadam buat Anna. Aku pengen, Anna mengenakan gaun ini pas dinner nanti malam."Wajah Salsa terlihat sangat sumringah. Cekalan tangan Damian melepas, diiringi embusan napas agak kesal. "Sayang, aku kan tadi udah bilang. Kamu harus pura-pura gak tau kalau malam ini Sadam dan Anna mau dinner," jelas Damian menurunkan kedua pundaknya. Senyum yang sempat terlukis di bibir Salsa, seketika memudar. Ia baru ingat, sudah berj
Sepanjang jalan menuju restoran, diam-diam Sadam melirik Anna yang tengah memandang lurus ke depan. Anna tidak menyadari kalau si bos galak sedang menganggumi kecantikannya malam ini. Bibir Sadam tersenyum, hatinya bahagia mengingat kembali kenangan bersama seorang gadis yang kerap kali ia panggi Annabel. Entah kapan persisnya, Sadam mulai jatuh cinta pada gadis itu. Bahkan foto Anna dijadikan wallpaper handphone. Tiba di area parkir restoran, Anna membuka seat bealt. Saat Anna hendak membuka pintu mobil, Sadam mencegah. Sadam langsung keluar mobil, membukakan pintu untuk gadis yang merasa heran melihat tingkah Sadam yang tak biasa. "Ngapain bengong? Cepetan turun!" Lagi, pikiran Anna buyar oleh bentakan Sadam. "Makasih," ucap Anna ketika sudah keluar dari dalam mobil. Sadam menutup pintu mobil, lalu menyuruh Anna menyelipkan tangan pada lengannya. "Malah bengong lagi?Cepetan selipin tangan kamu ke sini!" Sadam menarik tangan Anna agar menggamit lengannya. Anna menelan saliva. Tak
Kedua mata Anna membeliak sempurna mendengar kalimat yang baru saja Sadam ucapkan. "Malah bengong ... kamu mau aku nikahin gak? Mau terima lamaranku gak?" Dua pertanyaan Sadam membuat Anna tersentak kaget. Sikapnya berubah salah tingkah, ia menelan saliva, dan memejamkan kedua mata sejenak, memastikan apakah ia sedang bermimpi atau tidak?"B-Bos ... Bos me-me-melamar saya?" Bukan hanya sikap Anna yang gugup, suaranya juga terdengar sangat gugup."Iya ... mana jarimu!"Dengan gemetar, Anna menyodorkan jari manisnya. Namun, Sadam menarik kursi, bangkit dan berjalan ke samping Anna. Kepala Anna yang mendongak, mengikuti gerakan Sadam yang ke berdiri di sisinya. Dan ... tanpa diduga lagi, Sadam justru bersimpuh, sembari menyodorkan kotak cincin berbentuk hati. "Anna Isabella, will you marry me?" Sangat lembut, Sadam mengucapkan kalimat indah itu. Seketika tubuh Anna merasa lemas, ia menelan saliva, menarik napas, berusaha menahan tubuhnya yang ingin jatuh pingsan. Sebulir air mata ber
'Astaghfirullahalazhim ... mungkin sudah nasibku punya bos dan calon suami yang galak.'"Kalau aku gak galak sama kamu, bisa-bisa kamu ngelunjak. Kalau kamu mau jadi istriku, kamu harus mau menerimaku apa adanya. Kalau kamu gak mau, anggap saja malam ini aku gak pernah melamarmu." Ucapan Sadam membuat Anna menoleh cepat. Kedua matanya mengerjap berulang kali, menatap lekat lelaki yang duduk di balik kemudi dengan intens. Sekian menit, Anna tak menanggapi ucapan Sadam. Ia tengah berpikir. Khawatir ucapannya nanti salah. Sadam memang benar, kalau dirinya mau menerima lamaran dan mau menjadi istri Sadam, ia harus menerima perilaku dan kondisi Sadam. Seperti halnya Sadam, tidak menyuruhnya merubah apapun. "Bos, sa-saya minta maaf."Akhirnya Anna menyadari kesalahannya. Sadam selama ini selalu bersikap galak padanya meski sering kali juga Sadam menunjukkan perhatian dan baik. Selama bekerja menjadi sekretarisnya, Sadam tidak pernah melakukan hal-hal yang tak senonoh bahkan bonus bulanan
"Anaknya Jacky Yazeki," gumam Damian sambil berpikir. Mengingat kembali wajah sahabatnya yang menjalin kerja sama dengannya. Hanya saja, Jacky dipercaya Damian untuk mengelola bisnisnya yang di Bandung. "Iya, Sayang. Kalau aku perhatikan, senyumnya Anna mirip sekali dengan Jacky. Kamu inget gak, dulu Jacky pernah cerita kalau anaknya hilang. Waktu kita second honeymoon di Bandung. Waktu Sadam belum satu tahun. Inget gak kamu?" Salsa berusaha terus mengingat Damian tentang cerita Jacky dua puluh tahunan lalu. Damian menghela napas berat, menggaruk kepala yang tak gatal. "Sayang, aku kok lupa ya?""Astaghfirullahalazim ... masa sih, Yang? Ya udah deh kalau kamu lupa. Orang lupa mau diapain." Salsa menyerah mengingatkan suaminya. Damian masih berusaha keras mengingat cerita Jacky. "Tapi, emangnya benar kalau Jacky anaknya hilang? Hilang kenapa? Anak si Jacky emangnya cewek?" Ternyata Damian benar-benar lupa. Sama sekali tidak ingat sewaktu Jacky bercerita tentang anaknya yang masi
Sadam baru dua kali bertemu dengan Jacky. Dia dan Salsa sering dilarang Damian bertemu dengan mantan anggota mafia kelas kakap itu. "Iya. Kata Mamamu, Jacky wajahnya mirip sama Anna. Menurutmu bagaimana?"Sadam terkejut mendengar pertanyaan Damian. Pandangannya beralih pada Salsa yang menyimak obrolan Sadam dan Damian. "Kok Mama bilang gitu? Gimana ceritanya?" Tentu saja Sadam merasa bingung mendengar ucapan Damian. Salsa masih bersikap tenang. Ia kemudian membalas tatapan anaknya. Ingin menjelaskan tentang dugaannya itu."Mama menarik kesimpulan itu, karena dulu Mr. Jack pernah cerita ke Mama dan Papa, kalau anaknya yang perempuan hilang. Nah, waktu pertama kali kami bertemu dengan Anna, kami merasa udah gak asing lagi dengan wajah sekretarismu itu. Apa kamu tau, siapa orang tua atau latar belakangnya Anna?" Salsa menumpu kedua tangan di atas meja makan, menatap intens wajah anak semata wayangnya. Sadam tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak. "Jujur aja, Annabel emang gak p
Tiba di kantor, Anna bergegas membuka layar laptop. Dengan cekatan, jari-jemarinya menari di atas keyboard. "Jangan lupa, batalin kerja sama dengan PT. Jagat Raya. Enggak punya otak si Jagat. Aku udah lama mutusin kerja sama. Eh malah nawarin kerja sama lagi. Peak!" cerocos Sadam yang baru saja duduk di kursi kebesaran. Anna yang mendengar ocehan si Bos hanya menghela napas berat."Udah saya batalin, Bos," ucap Anna setelah memutuskan kerja sama dengan PT yang direkturnya musuh bebuyutan Sadam. "Bagus. Emang seharusnya gitu. Sekarang kamu selesaikan pekerjaan. Selesai makan siang, kita langsung keluar kota.""Siap, Bos."Anna pun memfokuskan pandangan dan pikirannya ke layar laptop. Dia benar-benar terlihat sangat serius. Berbeda dengan Anna, Sadam justru tengah menikmati wajah cantik Anna yang fokus bekerja. Sesekali senyumnya tersungging jika mengingat kebersamaannya selama ini. Ekor mata Anna melirik. Hanya melirik, tidak menoleh. Cukup jelas bagi Anna kalau Sadam sedang memerha
Tiba di kantor, Anna bergegas membuka layar laptop. Dengan cekatan, jari-jemarinya menari di atas keyboard. "Jangan lupa, batalin kerja sama dengan PT. Jagat Raya. Enggak punya otak si Jagat. Aku udah lama mutusin kerja sama. Eh malah nawarin kerja sama lagi. Peak!" cerocos Sadam yang baru saja duduk di kursi kebesaran. Anna yang mendengar ocehan si Bos hanya menghela napas berat."Udah saya batalin, Bos," ucap Anna setelah memutuskan kerja sama dengan PT yang direkturnya musuh bebuyutan Sadam. "Bagus. Emang seharusnya gitu. Sekarang kamu selesaikan pekerjaan. Selesai makan siang, kita langsung keluar kota.""Siap, Bos."Anna pun memfokuskan pandangan dan pikirannya ke layar laptop. Dia benar-benar terlihat sangat serius. Berbeda dengan Anna, Sadam justru tengah menikmati wajah cantik Anna yang fokus bekerja. Sesekali senyumnya tersungging jika mengingat kebersamaannya selama ini. Ekor mata Anna melirik. Hanya melirik, tidak menoleh. Cukup jelas bagi Anna kalau Sadam sedang memerha
Sadam baru dua kali bertemu dengan Jacky. Dia dan Salsa sering dilarang Damian bertemu dengan mantan anggota mafia kelas kakap itu. "Iya. Kata Mamamu, Jacky wajahnya mirip sama Anna. Menurutmu bagaimana?"Sadam terkejut mendengar pertanyaan Damian. Pandangannya beralih pada Salsa yang menyimak obrolan Sadam dan Damian. "Kok Mama bilang gitu? Gimana ceritanya?" Tentu saja Sadam merasa bingung mendengar ucapan Damian. Salsa masih bersikap tenang. Ia kemudian membalas tatapan anaknya. Ingin menjelaskan tentang dugaannya itu."Mama menarik kesimpulan itu, karena dulu Mr. Jack pernah cerita ke Mama dan Papa, kalau anaknya yang perempuan hilang. Nah, waktu pertama kali kami bertemu dengan Anna, kami merasa udah gak asing lagi dengan wajah sekretarismu itu. Apa kamu tau, siapa orang tua atau latar belakangnya Anna?" Salsa menumpu kedua tangan di atas meja makan, menatap intens wajah anak semata wayangnya. Sadam tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak. "Jujur aja, Annabel emang gak p
"Anaknya Jacky Yazeki," gumam Damian sambil berpikir. Mengingat kembali wajah sahabatnya yang menjalin kerja sama dengannya. Hanya saja, Jacky dipercaya Damian untuk mengelola bisnisnya yang di Bandung. "Iya, Sayang. Kalau aku perhatikan, senyumnya Anna mirip sekali dengan Jacky. Kamu inget gak, dulu Jacky pernah cerita kalau anaknya hilang. Waktu kita second honeymoon di Bandung. Waktu Sadam belum satu tahun. Inget gak kamu?" Salsa berusaha terus mengingat Damian tentang cerita Jacky dua puluh tahunan lalu. Damian menghela napas berat, menggaruk kepala yang tak gatal. "Sayang, aku kok lupa ya?""Astaghfirullahalazim ... masa sih, Yang? Ya udah deh kalau kamu lupa. Orang lupa mau diapain." Salsa menyerah mengingatkan suaminya. Damian masih berusaha keras mengingat cerita Jacky. "Tapi, emangnya benar kalau Jacky anaknya hilang? Hilang kenapa? Anak si Jacky emangnya cewek?" Ternyata Damian benar-benar lupa. Sama sekali tidak ingat sewaktu Jacky bercerita tentang anaknya yang masi
'Astaghfirullahalazhim ... mungkin sudah nasibku punya bos dan calon suami yang galak.'"Kalau aku gak galak sama kamu, bisa-bisa kamu ngelunjak. Kalau kamu mau jadi istriku, kamu harus mau menerimaku apa adanya. Kalau kamu gak mau, anggap saja malam ini aku gak pernah melamarmu." Ucapan Sadam membuat Anna menoleh cepat. Kedua matanya mengerjap berulang kali, menatap lekat lelaki yang duduk di balik kemudi dengan intens. Sekian menit, Anna tak menanggapi ucapan Sadam. Ia tengah berpikir. Khawatir ucapannya nanti salah. Sadam memang benar, kalau dirinya mau menerima lamaran dan mau menjadi istri Sadam, ia harus menerima perilaku dan kondisi Sadam. Seperti halnya Sadam, tidak menyuruhnya merubah apapun. "Bos, sa-saya minta maaf."Akhirnya Anna menyadari kesalahannya. Sadam selama ini selalu bersikap galak padanya meski sering kali juga Sadam menunjukkan perhatian dan baik. Selama bekerja menjadi sekretarisnya, Sadam tidak pernah melakukan hal-hal yang tak senonoh bahkan bonus bulanan
Kedua mata Anna membeliak sempurna mendengar kalimat yang baru saja Sadam ucapkan. "Malah bengong ... kamu mau aku nikahin gak? Mau terima lamaranku gak?" Dua pertanyaan Sadam membuat Anna tersentak kaget. Sikapnya berubah salah tingkah, ia menelan saliva, dan memejamkan kedua mata sejenak, memastikan apakah ia sedang bermimpi atau tidak?"B-Bos ... Bos me-me-melamar saya?" Bukan hanya sikap Anna yang gugup, suaranya juga terdengar sangat gugup."Iya ... mana jarimu!"Dengan gemetar, Anna menyodorkan jari manisnya. Namun, Sadam menarik kursi, bangkit dan berjalan ke samping Anna. Kepala Anna yang mendongak, mengikuti gerakan Sadam yang ke berdiri di sisinya. Dan ... tanpa diduga lagi, Sadam justru bersimpuh, sembari menyodorkan kotak cincin berbentuk hati. "Anna Isabella, will you marry me?" Sangat lembut, Sadam mengucapkan kalimat indah itu. Seketika tubuh Anna merasa lemas, ia menelan saliva, menarik napas, berusaha menahan tubuhnya yang ingin jatuh pingsan. Sebulir air mata ber
Sepanjang jalan menuju restoran, diam-diam Sadam melirik Anna yang tengah memandang lurus ke depan. Anna tidak menyadari kalau si bos galak sedang menganggumi kecantikannya malam ini. Bibir Sadam tersenyum, hatinya bahagia mengingat kembali kenangan bersama seorang gadis yang kerap kali ia panggi Annabel. Entah kapan persisnya, Sadam mulai jatuh cinta pada gadis itu. Bahkan foto Anna dijadikan wallpaper handphone. Tiba di area parkir restoran, Anna membuka seat bealt. Saat Anna hendak membuka pintu mobil, Sadam mencegah. Sadam langsung keluar mobil, membukakan pintu untuk gadis yang merasa heran melihat tingkah Sadam yang tak biasa. "Ngapain bengong? Cepetan turun!" Lagi, pikiran Anna buyar oleh bentakan Sadam. "Makasih," ucap Anna ketika sudah keluar dari dalam mobil. Sadam menutup pintu mobil, lalu menyuruh Anna menyelipkan tangan pada lengannya. "Malah bengong lagi?Cepetan selipin tangan kamu ke sini!" Sadam menarik tangan Anna agar menggamit lengannya. Anna menelan saliva. Tak
Salsa bergegas masuk ke dalam kamar, membuka salah satu goodie bag hasilnya belanjaannya bersama Anna. Damian masuk ke dalam kamar, mengikuti sang istri. Dahi Damian mengkerut melihat gerakan Salsa yang tampak sedang mencari sesuatu. "Sayang, kamu lagi cari apaan?" Damian menghampiri, berdiri di sampingnya. "Nyari gaun yang aku beli buat Anna."Salsa menjawab tanpa menoleh pada suaminya. Ia membongkar satu persatu goodie bag. Lalu bibirnya tersenyum ketika barang yang dimaksud, sudah ditemukan. "Eh, kamu mau ngapain?" Damian menarik lengan Salsa. "Mau nitipin gaun ke Sadam buat Anna. Aku pengen, Anna mengenakan gaun ini pas dinner nanti malam."Wajah Salsa terlihat sangat sumringah. Cekalan tangan Damian melepas, diiringi embusan napas agak kesal. "Sayang, aku kan tadi udah bilang. Kamu harus pura-pura gak tau kalau malam ini Sadam dan Anna mau dinner," jelas Damian menurunkan kedua pundaknya. Senyum yang sempat terlukis di bibir Salsa, seketika memudar. Ia baru ingat, sudah berj
Anna sangat terkejut mendengar ajakan Sadam. Selama ini memang dia beberapa kali diajak makan di restoran, entah siang atau malam. Tapi, biasanya bersama klien atau sedang bertemu dengan klien. Kalau hanya berdua makan malam, hanya baru kali ini. "Bos, enggak salah ngomong kan?" Anna memastikan yang didengarnya. Sadam membuka kedua mata, menatap lekat gadis yang duduk bersimpuh di bawah kakinya. "Kamu pikir saya cowok plinplan?" sentak Sadam tampak marah. Anna meringis, menggelengkan kepala. Bukan maksud Anna menganggap Sadam plinplan, tapi biasanya lelaki itu sering marah-marah terus. Sekarang tiba-tiba mengajak dinner, maksudnya apa?'Apa mungkin benar, yang dikatakan tante Salsa? Kalau Bos Sadam sebenarnya suka sama aku?' Tanpa disadari, Anna tersenyum manis sambil merunduk."Kamu kenapa senyam-senyum begitu? Senyummu pahit, gak ada manis-manisnya!" Sangat ketus, Sadam mengatakan kalimat itu. Sadam bangkit dari tempat duduk, bersiap merapikan berkas-berkas dan hendak pulang. A
"Maaf, Nak. Papa gak bisa melarang mamamu pergi dengan Anna," jawab Damian lesu. Menoleh ke dalam kamar, melihat istrinya sedang mematut diri di depan cermin rias. "Ya elah, Pa ... kenapa gak bisa? Aku beneran lagi banyak kerjaan. Butuh Annabel aku, Pah. Ck, mama tuh ada-ada aja."Sadam mulai frustasi jika mengingat kembali kelakuan wanita yang telah melahirkannya. Sejak mengenal Anna, Salsa jadi sering mengganggu pekerjaan sekretaris Sadam itu. "Kamu kayak gak tau mamamu saja, Nak. Gini aja, sekarang Papa ke kantor. Papa bantuin kerjaanmu.""Enggak usah, Pa. Aku butuhnya Annabel bukan Papa." Sangat tegas, Sadam mengucapkan kalimat tersebut. Damian tidak tersinggung, ia sudah tahu betul sifat anaknya. Sadam suka ceplas-ceplos. Kadang tak peduli, apakah perasaan orang lain akan tersinggung atau tidak. Damian justru tersenyum, mengingat kembali masa mudanya ketika awal mula menikah dengan Salsa. Dia pun sama. Selalu ketus pada Salsa, selalu menghina dan mengejek Salsa. Namun, seiring