"Apa kamu gila? Aku nggak mungkin melakukan semua itu!" Begitu sampai apartemen, Grace tidak bisa lagi menahan diri. Nanar, dia menatap penuh kejengkelan pada sepupunya yang memberi saran tidak masuk akal padanya. Bisa-bisanya Julia memberi saran untuk mendekati Eleanor. "Aku pasti sudah gila kalau ikuti saran kamu yang aneh itu, Nona Julia Harper!" Grace membanting tubuhnya di sofa dengan wajah tenggelam dalam amarah. "Kamu sudah membuatku merendahkan diri untuk mengemis kata maaf dari mereka hari ini, itu sudah cukup melukai harga diriku. Sekarang, kamu malah menyuruhku untuk mendekati Eleanor, wanita jalang itu...." Suara Grace makin melengking. Rasanya belum puas jika belum melampiaskan kemarahannya hari ini pada Julia. Aaron jelas-jelas tidak memberinya kehormatan sama sekali. Kejadian di foyer kediaman keluarga Fletcher tadi, kembali berkelindan memenuhi ruang ingatan. Di depan Eleanor, Aaron bersikap begitu dingin padanya. Bukankah keluarga mereka sangat dekat, bahkan ter
"Jangan membuat keributan, James! Cukup diam dan saksikan apa yang akan terjadi. Kita tidak boleh menutup mata, bahwa Elle menginginkan pernikahan ini." Fiona tak henti-henti mengomel sedari tadi. James terus saja uring-uringan karena tidak berhasil membujuk Eleanor untuk membatalkan rencana pernikahannya dengan Aaron Fletcher. Hanya terdengar suara dengusan kasar, James tidak menjawab. Rahangnya mengeras menandakan rasa kesal yang campur aduk dengan amarah."James, kamu dengar tidak?!" Fiona berteriak jengkel melirik pria yang sedang fokus memperhatikan jalanan menuju Hotel Morgan, tempat resepsi pernikahan Eleanor Wilson dan Aaron Fletcher."Ya.""Ingat, James. Kalau kamu tidak bisa menahan diri, sebaiknya segera keluar dari tempat acara. Jangan membuat keributan!" ulang Fiona sekali lagi. Entah berapa kali gadis cantik itu mendikte perkataan yang sama sejak mereka berangkat tadi."Fiona, aku tidak tuli. Kenapa kamu masih mengulang-ulang seperti orang bodoh!" James menyahut jengke
Di ballroom Hotel Morgan, kemegahan acara pernikahan CEO Morgan Co bisa disaksikan semua orang. Design panggung dengan segenap kemewahan tersuguh di hadapan ribuan tamu undangan. Seperti yang pernah dijanjikan oleh Aaron Fletcher, bahwa dia akan menggelar pernikahan mewah ini secara terbuka di depan awak media. Tersemat pin khusus di dada sebelah kiri para tamu undangan, sebagai tanda bahwa mereka tamu resmi yang diundang oleh pemilik hajat.Sudah satu jam berlalu sejak acara dimulai, sepasang mempelai berdiri di panggung yang begitu megah. Penampilan dua mempelai juga tampak megah. Gaun pengantin yang berharga ratusan ribu dollar membalut tubuh indah Elenaor, membuatnya terlihat seperti seorang dewi yang rupawan.James menatap dari kejauhan dengan perasaan berkecamuk. Sendirian, Fiona sedang pamit ke kamar kecil sejak lima menit yang lalu."Sendirian?" sapa Grace pada James seakan mendapatkan momen. Sejak melihatnya bersitegang dengan Edger sebelumnya, Grace sudah menandai James seb
Di presidential suite room Hotel Morgan, Aaron Fletcher duduk dengan resah di sofa. Entah berapa kali, dia duduk kemudian berdiri, lalu duduk kembali. Menatap pintu yang tertutup rapat setelah mendesah gusar. Di hadapannya, ruangan tempat Eleanor bermalam, sedangkan dirinya mempunyai ruangan sendiri di sebelah kanan dari tempatnya berdiri.Bukan pertama kali bagi mereka menginap di tempat ini. Ada dua ruang tidur yang sebelumnya mereka tidur terpisah, karena saat itu mereka belum menikah. Ini adalah malam pengantin, tapi dia dan Eleanor bahkan tak saling bertegur sapa begitu resepsi usai. Istrinya menggeloyor masuk kamar begitu saja dan menutupnya rapat, meninggalkan Aaron di luar kamar dengan gelisah. Sekian menit berlalu, Aaron masih tidak bergerak dari sana. Terdengar suara dengusan napas ketika Aaron menghempaskan punggungnya di sandaran sofa. Rahangnya mengeras, jengkel dengan situasi ini. Tak boleh memaksa sentuhan fisik yang intim tanpa izin pihak lain, merupakan salah satu p
"Ummph." Eleanor menguap. Kelopak matanya perlahan terbuka karena cahaya matahari merangsek masuk menyilaukan pandangan mata. Begitu membuka mata Eleanor sudah menemukan Aaron Fletcher sudah berdiri menghadap jendela kaca besar dengan pemandangan mentari pagi yang menyinari Kota London. Serta merta, Eleanor menutupi kepalanya dengan selimut. Susah payah dia menelan air ludah yang seakan tercekat di tenggorokan. "Kenapa tidak pergi ke kamarnya sendiri?" dengkus Eleanor lirih. Rasanya ingin berteriak mengusir pria itu dari kamarnya, tapi tak mampu. Dia takut pada pria gila itu.Bibirnya mengerucut kesal. Teringat kejadian semalam, kedua pipinya merona di balik selimut. Bisa-bisanya, dia tertidur lelap dan senyenyak itu! Benar-benar memalukan! Tak henti-hentinya Eleanor mengumpat dalam hati.Aaron menoleh, begitu menyadari wanita yang dinikahinya telah terjaga. Meski tak kentara, tarikan sudut bibirnya yang melengkung jelas menunjukkan bahwa dia senang melihat ulah konyol Eleanor y
Eleanor Wilson masih duduk mematung tak bicara sepatah kata, karena pria yang saat ini di sisinya tak mengajaknya bicara sama sekali sejak perjalanan mereka dari London.Sepasang netra sebiru samudra itu lebih sering melemparkan pandangan keluar jendela kaca besar yang membatasi lobi resort dengan keindangan Blue Sea yang eksotik.Pasir pantai yang berwarna keemasan berpadu dengan pantai biru toska lebih menarik perhatian Eleanor. Setidaknya, jika dibandingkan dengan wajah datar dan dingin Aaron Fletcher. Andai saja ada sedikit senyum dan kehangatan di sana, Eleanor mungkin akan berubah pikiran.Dia sampai bertanya-tanya dalam hati. Benarkah ini pria yang sama dengan yang mengajaknya menghabiskan malam bersama, semalaman? Kenapa seperti tampak berbeda?"Aku mau jalan-jalan," pamit Eleanor kemudian, tak tahan dengan sikap dingin suaminya. Aaron Fletcher menoleh, demi mendengar celoteh bosan Eleanor. Sepasang mata elangnya menatap tajam paras cantik yang sedang masygul tersebut."Kamu
"Nona, lain kali kita berjumpa lagi tanpa pengganggu ini!" Gavin berseloroh sambil menatap lembut Eleanor, mengabaikan keberadaan Aaron Fletcher yang mengaku sebagai suaminya.Sontak, Aaron makin mengeratkan kepalan tangannya. Belum pernah dia mengalami hal seperti ini sebelumnya. Sebagai putra bungsu Keluarga Fletcher, dia bahkan diperlakukan melebihi putra mahkota selama ini. Tidak ada orang yang berani menolak atau melawan keinginannya. Sekarang, di Grand Bay Resort yang merupakan salah satu cabang bisnisnya sendiri, dia justru dipertemukan dengan pria gila seperti model Gavin ini. Bagaimana dia bisa terima begitu saja?Sepasang netra biru Eleanor menangkap dengan jelas gelagat Aaron yang mulai terpancing emosi.Tak ingin terjadi perkelahian antara dua pria itu di tempat ini, Eleanor harus segera bertindak."Maaf, Tuan. Suami saya sudah mengajak saya pulang," sahutnya tanpa secuil senyum. "Ayo, Sayang. Kita kembali." Eleanor segera menggandeng tangan Aaron Fletcher dan membawany
Sejak pertengkaran kecil yang terjadi tadi, pasangan pengantin baru itu tak saling bicara. Eleanor terlalu malas untuk menyapa atau mengajak bicara Aaron lebih dahulu, sedangkan Aaron yang kaku, tak tahu harus berbuat apa. Maka terjadilah aksi saling diam seperti ini.Ironis, dalam perjalanan bulan madu yang mestinya dipenuhi dengan romantika cinta, yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih menghabiskan waktu bersama, mereka malah duduk terhalang dinding dingin dan beku.Duduk sendirian di ruangannya sambil menatap tumpukan paper yang diberikan Lucas, Aaron membolak-baliknya sejak tadi.Kendati terlihat sibuk memeriksa laporan yang diberikan oleh Lucas, tapi pikirannya sedang mengawang-awang jauh memikirkan orang yang mendiamkannya demikian rupa. Aaron berulang kali mendengus resah. Akhirnya, dia melemparkan tumpukan kertas yang tergeletak di meja dengan kesal. Lalu, menghempaskan punggung pada sandaran kursi memijit pelipis yang terasa berdenyut.Wajar, jika dia merasa sakit kepala