Share

Suamiku ABG
Suamiku ABG
Author: Nev Nov

Bab 1

Author: Nev Nov
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi yang berisik di jalanan yang padat. Suara makian orang-orang di luar, juga bising kendaraan tidak memecah konsentrasi Eleanor dalam mengendarai mobilnya. Orang-orang gak berpendidikan, gerutunya dalam hati.

Memakai kacamata hitam, matanya lurus ke depan memandang jalan. Jakarta terasa padat menyesakkan setiap pagi di jalan yang Eleanor lalui. Suara klakson ditimpa dengan makian pengendara seakan-akan membawa suasana pagi nan damai berubah jadi area perang. Eleanor membawa mobilnya melaju pelan di antara lalu lintas yang padat. Headset terpasang di telinga kanannya untuk menerima telepon yang tidak ada habisnya. Sebentar-sebentar matanya melirik spion, memperhatikan suasana sekitar.

“Selamat pagi,  Pak Sandy. Iya betul, saya Eleanor. Bagaimana dengan meeting hari ini? Bisa? Oke, nanti akan saya konfirmasi dengan Bapak Direktur. Terima kasih.”

Nada bicara Eleanor berubah-ubah dalam menelepon, kadang lembut merayu tetapi sering tajam menusuk. Tergantung siapa lawan bicaranya. Posisinya sekarang sebagai sekretaris direktur utama tidak didapatkan dengan mudah. Semua hasil dari kerja keras dan loyalitas tinggi pada pekerjaannya.

Sampai di halaman kantor tepat jam delapan lewat sepuluh menit. Kantor mulai buka jam setengah sembilan, dan Eleanor selalu membiasakan diri datang dua puluh menit lebih awal untuk mempersiapkan pekerjaan. Memarkir mobil di tempat khusus untuknya tepat di samping parkir direktur. Hari ini baju yang dia kenakan rok berwarna putih yang panjangnya tepat di lutut, dikombinasi dengan blazer warna peach pudar dan memakai sepatu hak tinggi berwarna peach yang serasi dengan blazernya. Mematut sebentar di kaca spion, mengambil tas dan memeluk setumpuk dokumen di tangan kirinya, Eleanor melangkah ke pintu gedung.

“Selamat pagi, Ibu.” Dua orang satpam yang bertugas menjaga pintu menyapa dengan ramah. Eleanor mengangguk dan tersenyum kecil. Melewati pintu detektor, menempelkan tanda pengenal dan melangkah lurus menuju lift.

Lobi gedung ramai pengunjung. Gedung tempat Eleanor bekerja adalah milik pribadi atasannya, Dirga. Gedung megah dua belas lantai dengan dua bangunan utama. Lantai gedung terbuat dari marmer mengilat warna putih dengan langit-langit berwarna biru laut. Bagian samping bangunan utama terbuat dari kaca bening yang menyilaukan dengan taman kecil sebagai hiasan. Eleanor berjalan cepat melewati dua orang cewek yang tengah berdiri mengobrol di tengah lobi.

“Eih, lihat cewek itu nggak?”

“Yang mana?”

“Itu yang pakai blazer warna peach, dia kan simpanan bos besar.”

“Bohong lu!”

Eleanor mendengar bisik-bisik mereka dengan cuek dan terus melangkah. Dia sudah sering digosipkan seperti itu jadi bukan masalah lagi buatnya.

Palingan mereka pegawai rendahan. Sekali jentik juga akan keluar dari gedung ini. Tapi buat apa? Gak ada gunanya. Eleanor bergumam dalam hati, tak ingin membiarkan perasaan kesal menguasainya. Pintu lift terbuka, tidak banyak orang di dalam. Eleanor memencet tombol dua belas dan berdiri di sudut.

“Pagi, Kak.” Juwita sang asisten sekretaris berdiri dari tempat duduknya untuk mengambil dokumen dari tangan Eleanor.

“Pagi, Juwita. Ini tolong rapikan dan susun berdasarkan catatan yang sudah kubuat.” Eleanor menyerahkan dokumen ke tangan Juwita, menghampiri meja kerjanya yang berada di ujung ruangan. Menyalakan komputer dan mengecek jadwal.

“Juwita, apa sudah terhubung dengan Bu Irish dari PT. Pelita Jaya?” Eleanor bertanya tanpa mengalihkan kepala dari catatan elektronik di tangannya.

“Sudah, Kak. Tapi orangnya berkepribadian sulit. Harus dirimu yang mengatasi. Aku nggak sanggup.”

“Oh, oke. Ingatkan aku untuk menelepon dia nanti jam dua.”

Juwita mengangguk, menulis catatan di kertas kecil dan menempelkannya di atas meja. Eleanor berdiri, berjalan menuju ruangan direktur yang berada persis di samping ruangan mereka. Dia membuka pintu, menghampiri meja direktur untuk mengecek berkas yang ada di atas meja. Memeriksa air minum dan juga obat-obat yang harus dikonsumsi Dirga.

Obat jantung, darah tinggi, dan kolesterol sudah ada semua.” Eleanor menghitung cepat dalam hati, kemudian merapikan vas bunga dan menyalakan komputer Dirga. Suara telepon di meja membuyarkan konsentrasinya dalam mengecek berkas. Dia mengangkat dan menempelkan di kuping.

“Selamat pagi, dengan Elang Dirga Enterprise di sini.”

"...."

“Ah, ya. Selamat pagi, Pak Narto. Ini dengan Eleanor.” Eleanor tersenyum, mendengarkan dengan saksama apa yang dikatakan lawan bicaranya.

"...."

“Baiklah, akan saya sampaikan. Besok siang jam setengah dua belas sepertinya tepat. Bagaimana kalau kita bertemu di Menara Raya? Ada restoran yang enak di sana, cocok buat kita bertemu.”

Jam menunjukkan tepat pukul sembilan ketika Eleanor mengakhiri pembicaraan di telepon. Terdengar bunyi pintu dibuka, tampak direkturnya memasuki ruangan.

“Selamat pagi, Elea Sayang. Bagaimana jadwal hari ini?” Dirga adalah laki-laki berumur enam puluhan yang masih sehat dan bugar dengan rambut putihnya. Eleanor tersenyum dan menghampiri Dirga.

“Hari ini dasinya sudah keren, hanya agak miring sedikit.” Eleanor merapikan dasi Dirga dan tersenyum manis.

“Terima kasih. Beginilah duda, gak ada istri yang mengurusi. Jadi, akan ke mana kita hari ini?” Dirga duduk di kursinya sambil memperhatikan jadwal yang telah rapi tersusun di meja. “Wah … Senin sibuk ya?”

“Iya, Pak. Dan sekarang sarapan dulu, lalu minum obat darah tinggi.” Eleanor menyerahkan nampan berisi roti lapis dan teh tanpa gula yang baru saja diseduhnya.

“Ehm, roti lapis ini enak. Tidak terlalu manis.” Dirga makan dengan lahap. Eleanor memperhatikan atasannya makan dengan senyum sayang tersungging di bibirnya.

***

Reynand

Jam beker berbunyi memekakkan telinga. Reynand terbangun dengan kaget.

“Sial ini jam! Bikin gue pusing aja!”

Dengan berteriak marah Reynand bangkit dari tempat tidur. Waktu menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit. Masih pagi, tetapi dia harus bangun untuk sekolah. Reynand mengucek mata, dengan malas menyeret kaki menuju kamar mandi. Mandi, gosok gigi semua dilakukan dengan sangat cepat, berganti seragam dan langsung turun dari kamarnya. Di anak tangga terakhir dia menyambar jaket hitam yang tersampir di susuran tangga dan setengah berlari menuju halaman.

“Nak Reynand, kamu belum sarapan.” Sarni berlari dengan membawa roti untuknya.

“Udah nggak keburu, Bi. Entar aja di sekolah.” Dia memakai helm dan menstarter motor gedenya keluar rumah. Jalanan sudah mulai padat. Wah, bisa telat gue nih!

Semalam gara-gara mikirin lagu baru untuk band-nya, dia tidur menjelang subuh. Memacu motornya kencang-kencang dan mendapat banyak makian di jalan, Reynand melaju tak terkalahkan. Mendekati tikungan terakhir, motornya terhenti tiba-tiba. Ada apa ini, kenapa jalannya ditutup?

Matanya berkeliling mencari jalan memutar dan mendengkus sebal karena jalanan ditutup dengan bangku panjang. Dia melihat banyak anak cowok yang sepertinya berasal dari sekolah lain tengah bergerombol di samping bangku panjang.

“Woi! Lu Reynand anak SMU 44, bukan?” Salah seorang di antara mereka, yang bertampang sangar dengan memegang semacam tongkat pukul, berteriak padanya.

“Siapa kalian?” Reynand bertanya dengan dingin.

“Lu nggak usah tahu siapa kami. Yang pasti kami di sini mau ngingetin lu biar nggak banyak tingkah.” Cowok paling depan yang mukanya hitam dan rambutnya kucel berkata mengancam sambil mengayunkan tongkat bisbol di tangannya.

Sial, bisa panjang urusannya, nih! Reynand menggerutu dalam hati.

“Oke, gue nggak akan cari tahu soal kalian. Lagian gue juga nggak peduli urusan kalian. Tapi bisa nggak, minggir sekarang? Gue mau telat, man!”

“Kalian dengar? Reynand anak 44 takut telat, coy!” Mereka tertawa terbahak-bahak.

“Manis banget, sih!” Mereka kembali tertawa dan bergerak pelan secara bersamaan untuk mendekati Reynand.

“Kalau kalian udahan ketawanya dan nggak mau minggir, jangan salahin kalau gue tabrak semua.” Reynand membuka helm dan memegangnya menggunakan tangan kiri. Tangan kanan mulai bergerak memasukkan kopling dan siap-siap menambah kecepatan.

“Lu pikir lu jagoan? Gue kasih tahu lu sekarang sebelum babak belur hari ini dan siapa tahu nggak bangun lagi. Kami dari SMU 38 sengaja datang buat ngasih pelajaran ama lu yang terbiasa ngrebut cewek orang.” Si Rambut Kucel berkata dengan suara lantang.

“Gue ngrebut cewek orang? Kagak salah dengar? Cewek-cewek itu yang nyodorin dirinya ke gue!” Reynand mendengkus geli. Jadi urusan ini cuma karena perempuan? Cuih, buang-buang waktu gue aja!

“Dia belagu, coy! Hajar sekarang!”

Mereka menyerbu Reynand dengan sangar. Reynand yang sudah bersiap dengan kecepatan penuh, mengegas motornya melewati mereka. Saat pengeroyoknya yang paling depan mengayunkan tongkat bisbol, Reynand menangkis menggunakan helm. Mengayunkan sekuat tenaga helmnya untuk menggebuk siapa pun yang mendekat.

Reynand merasa ada sesuatu yang menggebuk punggungnya, membuatnya sakit. Dia menghentikan laju motor dan berdiri meninggalkan motor. Membuka tas dan mengeluarkan gesper dengan banyak paku payung tersemat di sana. Reynand berdiri menantang menghadapi para pengeroyoknya.

“Ayok sini, kita lihat siapa yang banci sekarang! Gara-gara perempuan aja kayak gini. Cuih!” Reynand meludah di tanah. Selanjutnya dia tak tahu lagi siapa yang memukul siapa. Dia seorang diri menyabet, menggebuk, dan memukul setiap pengeroyoknya. Melumpuhkan mereka yang punya senjata tajam lebih dahulu selanjutnya menghabisi yang paling lemah. Setengah jam kemudian, semua pengeroyoknya tergolek di tanah dengan darah berlumuran di wajah mereka. Reynand berdiri sempoyongan menyeka darah dari mulutnya.

“Gue kasih tahu kalian semua! Gue anak 44 nggak akan nyerah sama pertarungan. Tapi gue paling empet kalau berantem soal perempuan. Kurang kerjaan!” Berkata dingin, Reynand menyimpan sabuknya kembali ke dalam tas dan menstarter motor.

Related chapters

  • Suamiku ABG   Bab 2

    Benar dugaannya, gerbang sekolah sudah tutup. Reynand mengeluh dalam hati, mencari akal, dia memarkir motor di dekat warung samping sekolahan.“Mang, gue nitip dulu, ya.”“Mau ngapain lu lewat belakang? Tadi gue lihat ada yang ketangkap lewat sana.” Sarjo pemilik warung memberitahu dengan waswas.“Itu urusan entar. Gue jalan dulu.” Dia berlari secepat kilat meninggalkan Sarjo, menuju halaman belakang sekolah. Melemparkan tas lebih dulu, selanjutnya memakai ranting pohon yang menjorok keluar dari pohon di dalam halaman, Reynand memanjat pelan. Dengan lompatan ringan dia mendarat selamat di halaman belakang sekolah. Dia terperangah kaget melihat Hadi berdiri di hadapannya dengan wajah tanpa senyum. Guru olahraga yang terkenal angker saat ini tengah memegang penggaris besi di tangannya.Aduh, mati gue!“Bagus sekali ya, Reynand. Sangat teladan kamu.” Hadi menegurnya dengan pelan.“Maa

  • Suamiku ABG   Bab 3

    “Ah ... lu gila, Bro! Bisa-bisanya bawa nama kakek buat alasan.” Roki menggeleng sambil melihat Reynand yang tengah duduk santai makan mi ayam. Sore itu sekolah sudah sepi. Mereka duduk di samping warung Sarjo. Reynand yang wajahnya masih lebam-lebam mengedikkan bahu. Di depannya ada Roki dan Dedy. Sebenarnya, dia bisa saja mengatakan kalau sekretaris sang kakek datang menyelamatkannya, tetapi entah kenapa dia merasa enggan bicara soal wanita itu.“Terpaksa. Itu guru tiba-tiba nongol di depan gue. Ya alasan yang kepikir cuma Kakek.”“Ckckck. Pantesan lu dapat hukuman dobel. Udah lari, nyapu halaman pula.” Dedy menimpali.“Udah, jangan ingetin gue lagi. Sebenarnya cewek yang mereka bela itu yang mana orangnya?” Reynand bertanya pada Roki yang duduk di depannya.“Udah gue cari tahu. Si Sherly itu yang cewek kelas 2. Centil, rambut cokelat sebahu.” Dedy memberi tanda di bahunya.“Si cen

  • Suamiku ABG   Bab 4

    Selesai rapat, Eleanor tergesa-gesa pulang. Dia pamit karena ada urusan penting. Dengan kecepatan tinggi, dia memacu mobilnya. Sejam kemudian, dia buru-buru memarkir mobil. Dengan langkah tergesa memasuki rumah. Mencopot sepatu di depan pintu dan setengah berlari menuju kamar adiknya.“Maaf Kakak terlambat, Andro. Bisa kita berangkat sekarang?” Adiknya sudah duduk tenang menunggu di atas kursi roda.“Nggak apa-apa, Kak. Pasti sibuk dan macet ya?”“Iya, ada rapat penting. Kamu sudah siap, 'kan?”Aleandro mengangguk. Eleanor mendorong kursi roda adiknya ke depan. Sampai ruang tamu dia menghentikan kursi roda dan berjalan menuju pintu kecil yang menghubungkan ruang tamu dengan ruangan kecil di sebelahnya. Ruangan itu berfungsi sebagai toko roti. Seketika tercium wangi mentega dan aroma gula-gula membuat perut Eleanor berkeriuk lapar.“Ma, Pa. Kami pergi dulu, ya.” Dia berteriak untuk pamitan.&ldq

  • Suamiku ABG   Bab 5a

    Kejadian dengan Renata membuat Reynand sedikit lebih berhati-hati soal cewek. Reynand tidak pernah peduli dengan gosip di sekelilingnya, tetapi dia tidak suka bila orang-orang mengatakan dia merebut pacar orang.“Pantang buat gue merebut pacar orang. Cewek banyak, Bro. Lu nggak harus naksir cewek orang lain biar bisa punya pacar.”Itu yang selalu Reynand katakan pada teman-temannya. Makanya dia sangat kesal dengan masalah Renata. Dia berusaha keras untuk menghindar dari cewek itu. Namun, sepertinya penolakan Reynand tidak membuat Renata patah semangat. Nyaris setiap hari dia menelepon, SMS atau mencarinya di kantin. Sikap Renata yang posesif membuatnya sebal. Lucunya, kesebalan Reynand adalah hiburan bagi teman-temannya.“Upz,Miss Universedatang.” Begitu ucapan Topan tiap kali melihat Renata muncul dan artinya itu waktu untuk Reynand menghilang dari pandangan.“Hai, Kalian Semua. Ada ngelihat Reynand, ngg

  • Suamiku ABG   Bab 5b

    Malam ini di rumah akan ada acara makan malam keluarga. Dirga akan ke Eropa tepatnya Italia untuk beberapa lama. Sebelum pergi, Dirga mengumpulkan seluruh anak dan cucunya. Rencana kepergian kali ini adalah untuk mengurus sesuatu yang sangat penting. Sepertinya pembukaan cabang dengan investor besar.Pasti bakalan berisik. Para om dan tante itu akan banyak bicara. Membosankan.Reynand menggerutu dalam hati. Jujur jika boleh memilih dia tidak akan ikut acara makan malam keluarga. Namun kakeknya akan marah besar, dan dia tidak ingin kakek marah.“Eh, mau ke mana? Masih sore gini mau pulang?” Dedy heran melihat Reynand merapikan tas dan perlengkapan sekolah. Hari ini tidak ada jadwal latihanbandjadi mereka menghabiskan waktu di kelas untuk nongkrong dan mengerjakan PR. Lebih tepatnya terpaksa mengerjakan tugas daripada kena masalah.“Ada acara malam ini di rumah. Tante dan om gue akan datang semua buat makan mala

  • Suamiku ABG   Bab 6a

    Malam yang ramai, jalanan masih sibuk meski jam pulang kerja telah lewat. Pekerjaan yang menumpuk membuat Eleanor terpaksa menunda jam pertemuan. Lebih lambat dua jam dari waktu yang disepakati, setelah pemberitahuan sebelumnya Ferdinand setuju waktu diundurkan.“Kak, apa aku sudah kelihatan cantik?” Juwita mengedipkan mata ke arah Eleanor yang tengah menyetir. Wajahnya yang bulat montok sangat menggemaskan.“Sangat, seperti boneka. Inimeetingbiasa bukan ikut kontes kecantikan. Santai saja, Juwita.” Eleanor menenangkan Juwita yang sepertinya sangat gelisah.“Aku juga maunya begitu, Kak. Dirimu enak. Langsing, cantik, tirus, mau pakaimake-upatau nggak tetap saja cantik.”“Hahaha! Dan kamu montok menggemaskan. Banyak yang bilang padaku melihatmu seperti melihat boneka lucu dan ingin dimiliki.”“Benarkah? Siapa yang bilang begitu, Kak? Pegawai dari bagian m

  • Suamiku ABG   Bab 6b

    Setelah peristiwa malam itu, Reynand lebih banyak mengurung diri di kamar sampai waktu pemberangkatan kakeknya ke Eropa. Dia tahu semua orang di perusahaan tengah sibuk, tetapi itu bukan urusannya. Terlebih setelah pertemuannya dengan Eleanor dan berakhir dengan dia mencium wanita itu. Sampai sekarang dia tak habis pikir kenapa melakukan perbuatan seperti itu. Eleanor memang meremehkannya, tetapi bukan berarti dia harus mencium wanita itu. Terkadang, dia merasa gila karena berbuat nekat.Seperti biasa, pulang sekolah dan selesai makan malam, Reynand mengutak-atik komputernya atau bermain gitar. Pikirannya mengembara pada perkenalannya dengan Cindy, yang seperti perkiraannya nyaris tanpa halangan. Dibandingkan Renata, Cindy memang kalah cantik, tetapi dia punya sesuatu yang manis dalam dirinya. Caranya tertawa membuat orang lain betah mengobrol lama-lama dengannya.“Menurut lu Cindy gimana?” Dedy bertanya penasaran karena dilihatnya Reynand tenang-tenang saj

Latest chapter

  • Suamiku ABG   Bab 6b

    Setelah peristiwa malam itu, Reynand lebih banyak mengurung diri di kamar sampai waktu pemberangkatan kakeknya ke Eropa. Dia tahu semua orang di perusahaan tengah sibuk, tetapi itu bukan urusannya. Terlebih setelah pertemuannya dengan Eleanor dan berakhir dengan dia mencium wanita itu. Sampai sekarang dia tak habis pikir kenapa melakukan perbuatan seperti itu. Eleanor memang meremehkannya, tetapi bukan berarti dia harus mencium wanita itu. Terkadang, dia merasa gila karena berbuat nekat.Seperti biasa, pulang sekolah dan selesai makan malam, Reynand mengutak-atik komputernya atau bermain gitar. Pikirannya mengembara pada perkenalannya dengan Cindy, yang seperti perkiraannya nyaris tanpa halangan. Dibandingkan Renata, Cindy memang kalah cantik, tetapi dia punya sesuatu yang manis dalam dirinya. Caranya tertawa membuat orang lain betah mengobrol lama-lama dengannya.“Menurut lu Cindy gimana?” Dedy bertanya penasaran karena dilihatnya Reynand tenang-tenang saj

  • Suamiku ABG   Bab 6a

    Malam yang ramai, jalanan masih sibuk meski jam pulang kerja telah lewat. Pekerjaan yang menumpuk membuat Eleanor terpaksa menunda jam pertemuan. Lebih lambat dua jam dari waktu yang disepakati, setelah pemberitahuan sebelumnya Ferdinand setuju waktu diundurkan.“Kak, apa aku sudah kelihatan cantik?” Juwita mengedipkan mata ke arah Eleanor yang tengah menyetir. Wajahnya yang bulat montok sangat menggemaskan.“Sangat, seperti boneka. Inimeetingbiasa bukan ikut kontes kecantikan. Santai saja, Juwita.” Eleanor menenangkan Juwita yang sepertinya sangat gelisah.“Aku juga maunya begitu, Kak. Dirimu enak. Langsing, cantik, tirus, mau pakaimake-upatau nggak tetap saja cantik.”“Hahaha! Dan kamu montok menggemaskan. Banyak yang bilang padaku melihatmu seperti melihat boneka lucu dan ingin dimiliki.”“Benarkah? Siapa yang bilang begitu, Kak? Pegawai dari bagian m

  • Suamiku ABG   Bab 5b

    Malam ini di rumah akan ada acara makan malam keluarga. Dirga akan ke Eropa tepatnya Italia untuk beberapa lama. Sebelum pergi, Dirga mengumpulkan seluruh anak dan cucunya. Rencana kepergian kali ini adalah untuk mengurus sesuatu yang sangat penting. Sepertinya pembukaan cabang dengan investor besar.Pasti bakalan berisik. Para om dan tante itu akan banyak bicara. Membosankan.Reynand menggerutu dalam hati. Jujur jika boleh memilih dia tidak akan ikut acara makan malam keluarga. Namun kakeknya akan marah besar, dan dia tidak ingin kakek marah.“Eh, mau ke mana? Masih sore gini mau pulang?” Dedy heran melihat Reynand merapikan tas dan perlengkapan sekolah. Hari ini tidak ada jadwal latihanbandjadi mereka menghabiskan waktu di kelas untuk nongkrong dan mengerjakan PR. Lebih tepatnya terpaksa mengerjakan tugas daripada kena masalah.“Ada acara malam ini di rumah. Tante dan om gue akan datang semua buat makan mala

  • Suamiku ABG   Bab 5a

    Kejadian dengan Renata membuat Reynand sedikit lebih berhati-hati soal cewek. Reynand tidak pernah peduli dengan gosip di sekelilingnya, tetapi dia tidak suka bila orang-orang mengatakan dia merebut pacar orang.“Pantang buat gue merebut pacar orang. Cewek banyak, Bro. Lu nggak harus naksir cewek orang lain biar bisa punya pacar.”Itu yang selalu Reynand katakan pada teman-temannya. Makanya dia sangat kesal dengan masalah Renata. Dia berusaha keras untuk menghindar dari cewek itu. Namun, sepertinya penolakan Reynand tidak membuat Renata patah semangat. Nyaris setiap hari dia menelepon, SMS atau mencarinya di kantin. Sikap Renata yang posesif membuatnya sebal. Lucunya, kesebalan Reynand adalah hiburan bagi teman-temannya.“Upz,Miss Universedatang.” Begitu ucapan Topan tiap kali melihat Renata muncul dan artinya itu waktu untuk Reynand menghilang dari pandangan.“Hai, Kalian Semua. Ada ngelihat Reynand, ngg

  • Suamiku ABG   Bab 4

    Selesai rapat, Eleanor tergesa-gesa pulang. Dia pamit karena ada urusan penting. Dengan kecepatan tinggi, dia memacu mobilnya. Sejam kemudian, dia buru-buru memarkir mobil. Dengan langkah tergesa memasuki rumah. Mencopot sepatu di depan pintu dan setengah berlari menuju kamar adiknya.“Maaf Kakak terlambat, Andro. Bisa kita berangkat sekarang?” Adiknya sudah duduk tenang menunggu di atas kursi roda.“Nggak apa-apa, Kak. Pasti sibuk dan macet ya?”“Iya, ada rapat penting. Kamu sudah siap, 'kan?”Aleandro mengangguk. Eleanor mendorong kursi roda adiknya ke depan. Sampai ruang tamu dia menghentikan kursi roda dan berjalan menuju pintu kecil yang menghubungkan ruang tamu dengan ruangan kecil di sebelahnya. Ruangan itu berfungsi sebagai toko roti. Seketika tercium wangi mentega dan aroma gula-gula membuat perut Eleanor berkeriuk lapar.“Ma, Pa. Kami pergi dulu, ya.” Dia berteriak untuk pamitan.&ldq

  • Suamiku ABG   Bab 3

    “Ah ... lu gila, Bro! Bisa-bisanya bawa nama kakek buat alasan.” Roki menggeleng sambil melihat Reynand yang tengah duduk santai makan mi ayam. Sore itu sekolah sudah sepi. Mereka duduk di samping warung Sarjo. Reynand yang wajahnya masih lebam-lebam mengedikkan bahu. Di depannya ada Roki dan Dedy. Sebenarnya, dia bisa saja mengatakan kalau sekretaris sang kakek datang menyelamatkannya, tetapi entah kenapa dia merasa enggan bicara soal wanita itu.“Terpaksa. Itu guru tiba-tiba nongol di depan gue. Ya alasan yang kepikir cuma Kakek.”“Ckckck. Pantesan lu dapat hukuman dobel. Udah lari, nyapu halaman pula.” Dedy menimpali.“Udah, jangan ingetin gue lagi. Sebenarnya cewek yang mereka bela itu yang mana orangnya?” Reynand bertanya pada Roki yang duduk di depannya.“Udah gue cari tahu. Si Sherly itu yang cewek kelas 2. Centil, rambut cokelat sebahu.” Dedy memberi tanda di bahunya.“Si cen

  • Suamiku ABG   Bab 2

    Benar dugaannya, gerbang sekolah sudah tutup. Reynand mengeluh dalam hati, mencari akal, dia memarkir motor di dekat warung samping sekolahan.“Mang, gue nitip dulu, ya.”“Mau ngapain lu lewat belakang? Tadi gue lihat ada yang ketangkap lewat sana.” Sarjo pemilik warung memberitahu dengan waswas.“Itu urusan entar. Gue jalan dulu.” Dia berlari secepat kilat meninggalkan Sarjo, menuju halaman belakang sekolah. Melemparkan tas lebih dulu, selanjutnya memakai ranting pohon yang menjorok keluar dari pohon di dalam halaman, Reynand memanjat pelan. Dengan lompatan ringan dia mendarat selamat di halaman belakang sekolah. Dia terperangah kaget melihat Hadi berdiri di hadapannya dengan wajah tanpa senyum. Guru olahraga yang terkenal angker saat ini tengah memegang penggaris besi di tangannya.Aduh, mati gue!“Bagus sekali ya, Reynand. Sangat teladan kamu.” Hadi menegurnya dengan pelan.“Maa

  • Suamiku ABG   Bab 1

    Pagi yang berisik di jalanan yang padat. Suara makian orang-orang di luar, juga bising kendaraan tidak memecah konsentrasi Eleanor dalam mengendarai mobilnya. Orang-orang gak berpendidikan,gerutunya dalam hati.Memakai kacamata hitam, matanya lurus ke depan memandang jalan. Jakarta terasa padat menyesakkan setiap pagi di jalan yang Eleanor lalui. Suara klakson ditimpa dengan makian pengendara seakan-akan membawa suasana pagi nan damai berubah jadi area perang. Eleanor membawa mobilnya melaju pelan di antara lalu lintas yang padat.Headsetterpasang di telinga kanannya untuk menerima telepon yang tidak ada habisnya. Sebentar-sebentar matanya melirik spion, memperhatikan suasana sekitar.“Selamat pagi, Pak Sandy. Iya betul, saya Eleanor. Bagaimana denganmeetinghari ini? Bisa? Oke, nanti akan saya konfirmasi dengan Bapak Direktur. Terima kasih.”Nada bicara Eleanor berubah-ubah dalam menelepon

DMCA.com Protection Status