Isabel sengaja tidak memberi tau apa yang sebenarnya terjadi soal ayahnya dengan Daren ayah Andra. Ia ingin menyelesaikan semuanya sendiri tanpa ikut campur Andra. Permainan Gendon sepertinya sudah dimulai dalam penyerangan ini. "Bagaimana mungkin tidak punya musuh tapi seseorang menyasar ayahku? Apakah itu perbuatan paman Gendon? Kalian selalu memintaku berhati-hati dari paman Gendon padahal dia adalah ayahmu?" Isabel terdiam, ia tidak akan membuat Andra percaya dengan kesimpulan itu. "Ayahku sedang sibuk dalam pengiriman barang dan dia tidak tau soal kegiatan ini. Sebaiknya tidak terburu-buru berasumsi sebelum pelakunya tertangkap." Andra menatap Isabel sangat serius, "Jangan terburu-buru katamu? Padahal ayahku hampir mati?!" hardik Andra. "Andra, sudahlah, ayah baik-baik saja, ini bukan salah Isabel." Tak lama kemudian sebuah panggilan dari anak buah Daren terlihat di p
Selesai makan siang, Isabel mengemudi dengan tenang menuju perusahaan. Andra yang berada di sampingnya sesekali melirik Isabel. Saat itu tak sengaja melihat bekas luka yang berada di leher Isabel menggores samar. Akan tetapi Andra bisa tau apa yang menimpa Isabel saat ini. "Berhenti!" Andra seketika berteriak sehingga Isabel berhenti mendadak. Raut wajah Isabel keheranan dengan teriakan Andra yang mengejutkan padahal mereka baru saja keluar dari area parkir. "Ada apa dengan lehermu, Isabel?" tangan Andra mencekal lengan Isabel dan menariknya mendekat membuat Isabel meringis kesakitan. "Aukh!" rintihnya. Andra langsung melonggarkan cekalannya, sadar bahwa ia telah menyakiti Isabel. "Kamu terluka? Kenapa? Apa karena kemarin? Apakah parah?" pertanyaan Andra bertubi-tubi sementara Isabel semakin kebingungan. Isabel hanya bisa menatapnya karena Andra terlihat sangat kuatir. "Aku tidak apa-apa, ini hanya lecet," jawab Isabel santai, lalu kembali melajukan mobil. Andra yang p
Ya, Isabel tidak pernah tau bahwa sebenarnya ibunya sedang melakukan penyamaran. Irena tidak sepenuhnya gila tapi demi keselamatan Isabel iapun berpura-pura gila. Irena sangat tau dengan siapa Isabel tinggal selama ini. Melalui Irena, Andra mengetahui kisah implan sebuah chip berisi banyak rahasia besar. Chip itu jugalah yang menjadi dugaan kuat sebagai penyebab kematian ayahnya. "Apa maksudmu? Apa ibu sudah sembuh?" "Ibumu tidak sakit, Isabel. Dia hanya ingin kamu hidup dengan baik. Akan tetapi selama kau masih menjadi putri Gendon, dia tidak akan pernah percaya padamu." Isabel menatap Andra dengan sorot mata yang begitu tajam. "Kalau begitu, nikahi aku. Kalau aku menikah denganmu, aku akan terlepas dari ayahku bukan?" Akan tetapi kata-kata itu hanya tercekat di kerongkongan tanpa bisa keluar dari mulutnya. Ia tau pasti Andra ha
Wajah Andra benar-benar pucat saat Isabel benar-benar membuka kancing kemeja di hadapannya. Ia tak membayangkan jika Isabel benar-benar menunjukkan aset berharganya tanpa rasa malu. Kakinya segera terayun ke arah pintu atas ancaman telak wanita itu. Dokter Mark tersenyum kecil dengan tingkah Isabel barusan. Ia tak menyangka Isabel menjadikan tiga kancing kemejanya sebagai senjata untuk mengusir Andra dari ruangannya. "Kau terlalu berani," sindir Dokter Mark. "Apa perutmu memang terluka seperti yang kau katakan tadi?" "Enggak Dok, tapi organ hati sepertinya sudah hancur." "Astaga, penyakitmu sangat kronis, kau harus segera operasi," kata dokter Mark tak kalah dramatis. Mereka tertawa bersama-sama, setidaknya hal itu membuat Isabel sedikit terhibur. "Daren membuatnya seperti anak manja, bagaimana dia mengatasi hidupnya saat ini?" bisik Dokter Mark. Isabel menatap dokter Mark, memikirkan ucapan yang sedikit merendahkan Andra. "Apa dokter tidak tau, Andra sangat bersenan
Lagi-lagi mereka berdebat. Saat di hadapan orang lain, baik Andra maupun Isabel berusaha menjaga image antara bos dengan bawahannya . Akan tetapi saat mereka hanya berdua, perdebatan sering tak terelakkan. "Tuan Andra, sekarang sudah diluar jam kerja, tidak seharusnya Anda protes dengan masalah pribadiku." Jawaban Isabel membuat Andra terdiam tak bisa membalas. Akan tetapi tidak sepenuhnya bisa menerima. "Aku cuma mengingatkan, ini sudah terlalu larut. Atau aku akan ikut bersamamu." Isabel mendelik, sejak kapan Andra punya pikiran ikut campur dalam urusannya? "Maaf, aku bisa menjaga diri. Lagipula Zein bukan orang lain, dia adalah sahabatmu." Isabel lalu cepat keluar mobil setelah sampai di halaman rumahnya. Ia bisa merasakan kekesalan Andra dari sorot matanya. Entahlah apa yang Andra pikirkan saat ini Isabel sedang tidak mau diganggu. Larut malam, Zein sudah duduk di tepi pantai menikmati hidangan laut. Zein sengaja membuat api unggun untuk memanggang ikan. Mereka cukup
"Iya kan? Dia nggak sekasar kamu! Ayo lepasin!" bentak Isabel sambil meringis kesakitan. "Kau pintar sekali membandingkan orang, tapi kamu sendiri?" "Apa maksudmu?" "Bisa nggak sih kamu jadi cewek yang lembut dan elegan, kau pikir kasar siapa antara kamu denganku?" Andra menghempaskan tangan Isabel keras sehingga merasa kesakitan. "Hei, apa yang ada padaku bukanlah urusanmu!" bantah Isabel mendengkus sangat marah. Andra tentu saja tidak setuju dengan apa yang diucapkan Isabel. Perjodohan mereka membuatnya semakin melihat kepribadian Isabel, jadi Isabel masih urusannya. Ia harus tau semua kekurangan Isabel lalu menjadikan dasar penolakan atas perjodohan itu. Selain itu dia ingin Isabel membencinya. "Tentu saja urusanku, aku pengen kamu sadar diri!" Isabel tersenyum sinis, "Nggak usah kuatir, aku nggak akan menjadi pendamping hidupmu, apa sih yang bisa dibanggakan? Kaya? Cerdas? Toh kamu juga gagal!" ejek Isabel. Andai saja cahaya lampu bisa menerangi wajah Andra, semua
Zein, Romi, dan Zack mencari keberadaan Isabel tapi Andra memberi isyarat untuk mereka segera kembali. Zack dan Romi akhirnya kembali tapi Zein yang tak tau apa-apa hanya bisa ketakutan dan gelisah. Zein memutuskan untuk mencari keberadaan Isabel apapun yang terjadi. Zein berjalan ke dekat dermaga mendapati Isabel sedang bersimpuh di atas bebatuan. Tak ada siapapun di sana, Isabel bersimpuh dan sesekali terlihat air matanya mengalir. "Isabel... kaulah di sana?".Zein memanggilku, berharap ia tidak mengusik ketenangan Isabel. "Zein, kenapa kau masih di sini?" Zein mendekat lalu memeluk Isabel sedih. "Maaf karena aku tidak bisa membantumu, aku..."
"Kenapa memangnya? Akulah yang bertanggungjawab dengan urusan proyek ini, kenapa kau terkesan melarangku?" bantah Andra. Isabel mendengkus, haruskah berdebat lagi? Pekerjaan ini tidak terlalu penting untuk saat ini bahkan bisa dikatakan baru saja dimulai, jadi untuk apa diperiksa padahal dua hari yang lalu baru saja diperiksa. "Baiklah, aku mengerti." Andra duduk di samping Isabel. Setelah melaju mereka hanya diam seribu bahas. Tiba-tiba Isabel berkata, "Kenapa kau melakukannya? Apa kau sungguh berharap aku kalah dalam pertarungan semalam?" "Bagaimana kau tau, apa Doge memberitahumu?" Isabel tersenyum sinis, bukannya minta maaf, Andra malah menyalahkan Doge. "Tentu saja,