SUAMI WARISAN
15 – Tukang Tipu
Tiga jam sudah berlalu, tapi para cewek-cewek ini belum ada tanda-tanda hendak pergi.
Rengganis gemas, dia mengecek jam tangannya. Jarum jam menunjukkan hampir tengah malam. Musik masih berdentam dan mereka tidak berhenti mengoceh.
Rengganis keluar dari kamarnya dan melihat pemandangan khas pesta anak muda. Musik disetel dengan volume keras, gelas-gelas minuman cola tersebar di mana-mana, mangkuk camilan, asbak rokok dan bungkus permen berantakan di atas meja.
Beberapa orang duduk bergerombol; di ruang tamu, ruang TV, meja makan sampai dapur. Rengganis mencari-cari di sekeliling ruangan, tapi tidak menemukan Narendra sama sekali. Dia sampai pergi ke halaman belakang yang sepi. Tidak ada batang hidung sang Patih Kerajaan Sunda.
Huh, Patih macam apa yang malah memanfaatkan anak-anak ingusan ini?
Mereka harus segera enyah dari sini, pasti para orang tua mereka cemas anak gad
Suami Warisan 16 – Kehilangan Energi “Nyai, Nyai. Tolong dengar dulu ….” Narendra tergopoh-gopoh sambil meringis mengikuti langkah Rengganis yang berderap menuju ruang tengah. Sebelah tangannya memegangi selangkangannya yang masih berdenyut-denyut. “Nyai, maafkan saya ….” Rengganis menghentikan langkahnya tiba-tiba hingga Narendra hampir menabrak punggungnya. Untung saja lelaki itu cepat menahan langkahnya. Refleks, dia berdiri sambil menutupi selangkangannya dengan sikap protektif. Dia berdiri tegak, waspada terhadap amukan dari perempuan gendut yang punya stok kekuatan otot ini. “Kamu tau enggak apa sebutan bagi kelakuan kamu tadi?” tanya Rengganis sambil menyipitkan matanya. “A… pa?” tanya Narendra, dia sengaja mengedarkan pandangannya kecuali menatap Rengganis yang sepertinya semakin lama semakin menggembung oleh amarah. “Pedofil!” seru Rengganis keras membuat Narendra terlonjak dari posisinya. “Apa?”
Suami Warisan17 – Tur Rumah WarisanMeja makan sudah siap.Narendra sedang duduk menunggu di meja makan saat Rengganis datang ke ruangan.Dia tersenyum. Sudut matanya berkerut dan manik matanya bercahaya. Lelaki itu terlihat tampan dan segar.“Good morning,” sapa Rengganis sambil menarik kursi dan duduk, matanya memandang hidangan di atas meja. Saat ini dia cukup lapar, semalam energinya terkuras gara-gara marah-marah.“Silakan dicoba, Nyai.” ujar Narendra sambil mendorong piring-piring makan. Sarapan yang disediakan kali ini cukup sederhana; nasi uduk dan lauk pendampingnya.Tanpa banyak bicara, Rengganis langsung menyendok makanannya. Di dalam pikirannya, dia sibuk berpikir.Sementara Narendra ikutan sibuk mengintip isi kepala perempuan itu. Mereka makan dalam diam, sampai akhirnya Rengganis bergumam, “Siapa yang masak?”“Huh?” Narendra menoleh. Dia b
SUAMI WARISAN 18 – Bukan Pembantu Biasa “Nyai tidak bisa melihat mereka?” Rengganis ternganga, “Ha?” apa maksudnya dia tidak bisa melihat mereka? Siapa mereka? Narendra menghampirinya dan menunduk, hidung mereka hampir bersentuhan hingga Rengganis harus mundur selangkah, menghindari invasi Narendra yang tiba-tiba saja mendekat padanya. “Mau apa kamu?” tanya Rengganis, sebelah tangannya menahan dada Narendra. Mata Narendra menyusuri wajah Rengganis, berhenti di manik matanya. Jarinya yang panjang mengangkat ujung dagu Rengganis hingga mereka bertatapan. “Hm,” gumamnya pelan, “matamu tidak bisa terbuka dengan sendirinya. Baiklah…” telapak tangan Narendra mengusap kedua mata Rengganis hingga kelopaknya menutup. Rengganis mengerutkan keningnya saat cahaya berbagai warna seakan menerjangnya, dia tersentak. “Buka perlahan-lahan, jangan sekaligus…” bisik Narendra memberinya instruksi.
SUAMI WARISAN19 – Mata Batin“Di sini susah sinyal, ya?”Pertanyaan Rengganis membuat Narendra menoleh padanya, dia menyipitkan matanya melihat benda hitam yang ada di tangan perempuan itu.Setelah reda ngambeknya, kini Rengganis sibuk dengan ponselnya, matanya terpaku ke layar sementara mereka berjalan kembali ke halaman belakang rumah. Narendra sampai harus merentangkan tangannya di belakang bahu Rengganis, berjaga-jaga jika saja perempuan itu teledor dan tersandung, tangannya sudah siap untuk menahan berat tubuhnya.“Tergantung dari hapenya.”“Maksudnya?” kali ini Rengganis mengangkat tangannya tinggi-tinggi, berharap dengan begitu dia bisa mendapatkan sinyal. Tangannya bolak-balik ke kanan dan kiri, mencari tambahan sinyal bar bagi ponselnya.Kali ini Narendra memegangi pinggangnya saat Rengganis oleng, hampir saja terjatuh karena tanah yang tidak rata.“Ehmmm&h
SUAMI WARISAN 20 – Diary Mantan Istri Sepeninggal Narendra, Rengganis sibuk membuka, membaca dan mencoba mengerti apa saja informasi yang Nirmala tinggalkan di komputernya. Ada dokumen mengenai bisnis-bisnis yang dijalani mendiang Tantenya selama ini. Memang benar apa yang Narendra katakan, Nirmala punya Toko Mebel, beberapa mini market yang tersebar di berbagai wilayah, dan Perguruan Pencak Silat di mana Narendra mengajar di sana. Semua informasi mengenai harta warisan juga ada di sana. Seolah Nirmala seperti sengaja meninggalkannya untuk dilanjutkan oleh Rengganis. Selama sekitar dua jam Rengganis menyerap semua informasi sekaligus mencatat hal-hal penting yang harus dia ketahui. Ada tagihan-tagihan yang ternyata mendekati jatuh tempo. Dia juga harus segera pergi ke Bank untuk mengurus rekening atas nama Nirmala. Udah jelas semua dikerjain sama Tante Nirmala. Kayanya si Naren ini kerjaannya maen sama cabe-cabean, p
SUAMI WARISAN 21 – Api Kehidupan Diclaimer: Percakapan yang dilakukan antara Prabu dan Narendra dilakukan dalam Bahasa Sunda, tetapi untuk memudahkan pembaca secara umum, maka ditulis dalam Bahasa Indonesia. Suasana hutan pagi itu terasa berbeda. Kelopak bunga-bunga bermekaran, mengundang lebah-lebah untuk hinggap di sana. Berkas sinar mentari menyelusup di antara kanopi-kanopi daun yang menaungi jalan setapak yang tidak pernah dilalui manusia, kecuali Narendra. Langkah-langkah kaki lelaki itu ringan seakan dia berjalan di atas awan. Kecepatan kakinya tidak manusiawi, dia melesat membelah pepohonan yang makin lama makin rapat. Telinganya menangkap berbagai macam suara; kicau burung yang ramai di dahan-dahan pohon, suara derap kaki kijang yang berlari menghindari tangkapan macan, gema tikus-tikus yang berada di dalam liang tanah, bahkan kepakan sayap kupu-kupu yang berada di sisi lain hutan. Namun,
SUAMI WARISAN 22 – Kompromi “HAH…!” jeritan Rengganis teredam oleh helm-nya. Dia membelalak saat tiba-tiba saja motornya malah mundur, bukannya maju. Kakinya menginjak gas dalam-dalam, tapi motor itu terus saja mundur, seakan ada tali tak kasatmata yang menariknya. Rengganis menoleh. Dia melihat Narendra berdiri di teras rumah sambil menatapnya tajam. Sialan…! Rengganis panik. Dia bolak-balik menoleh ke depan dan belakang; ke jalan dan Narendra. “Woy! Wooyyy…!” serunya, kakinya dia turunkan ke tanah. Namun sama saja, kakinya malah ikut terseret. Selama beberapa saat, motornya meluncur mundur, bukannya pergi meninggalkan rumah, dia malah kembali ke halaman. “Heyyy…!” seru Rengganis lagi. Dadanya menggelegak oleh emosi. Dia mengentakkan-entakkan kakinya sampai akhirnya motornya berhenti dan mesinnya mati. Rengganis buru-buru melepaskan helm-nya. Narendra muncul di hadapannya. Menatapnya tajam seakan
SUAMI WARISAN23 – Suami yang TerlupakanWaktu melayang bagaikan bulu yang terbang dibawa angin.Tak terasa sudah lewat dari tiga hari dari waktu yang dijanjikan oleh Rengganis.Narendra tergolek di atas tempat tidurnya, matanya nyalang memandang langit-langit kamar. Suara menggeram terdengar menggema di kamar yang sunyi ini. Tangannya terangkat mengusap perutnya yang rata, dia bisa merasakan otot-otot perutnya menegang.Kali ini suara itu bukan hanya menggeram, tapi juga berkeriuk-keriuk. Lambung di dalam sana bergejolak minta segera diisi.Narendra menghembuskan napasnya perlahan-lahan. Dia lapar.Dirinya bukan hanya lapar ingin makan nasi. Selama ini dia sudah makan banyak nasi dan daging, bahkan kemarin dia menyembelih seekor kambing. Tapi dia lapar yang lainnya. Lapar yang dirasakan Narendra berbeda dengan rasa lapar yang dirasakan oleh kebanyakan manusia.Ketukan pelan terdengar di pintu. Mata Narendra
KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha
SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha
SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan
SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan
SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya
SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.
SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld
SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis
SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada