SUAMI WARISAN
21 – Api Kehidupan
Diclaimer: Percakapan yang dilakukan antara Prabu dan Narendra dilakukan dalam Bahasa Sunda, tetapi untuk memudahkan pembaca secara umum, maka ditulis dalam Bahasa Indonesia.
Suasana hutan pagi itu terasa berbeda.
Kelopak bunga-bunga bermekaran, mengundang lebah-lebah untuk hinggap di sana. Berkas sinar mentari menyelusup di antara kanopi-kanopi daun yang menaungi jalan setapak yang tidak pernah dilalui manusia, kecuali Narendra.
Langkah-langkah kaki lelaki itu ringan seakan dia berjalan di atas awan. Kecepatan kakinya tidak manusiawi, dia melesat membelah pepohonan yang makin lama makin rapat.
Telinganya menangkap berbagai macam suara; kicau burung yang ramai di dahan-dahan pohon, suara derap kaki kijang yang berlari menghindari tangkapan macan, gema tikus-tikus yang berada di dalam liang tanah, bahkan kepakan sayap kupu-kupu yang berada di sisi lain hutan.
Namun,
Maung (Basa Sunda): Harimau Prabu memanggil Narendra ‘Adi’ yang bermakna Adik. Kedudukannya yang lebih tinggi tidak membuatnya jumawa. Prabu memanggil Narendra ‘Adi’ sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang. Penasaran siapa Prabu? Terus ikuti kisah Suami Warisan, ya! Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan vote-nya. Terima kasih. Salam, Serafina
SUAMI WARISAN 22 – Kompromi “HAH…!” jeritan Rengganis teredam oleh helm-nya. Dia membelalak saat tiba-tiba saja motornya malah mundur, bukannya maju. Kakinya menginjak gas dalam-dalam, tapi motor itu terus saja mundur, seakan ada tali tak kasatmata yang menariknya. Rengganis menoleh. Dia melihat Narendra berdiri di teras rumah sambil menatapnya tajam. Sialan…! Rengganis panik. Dia bolak-balik menoleh ke depan dan belakang; ke jalan dan Narendra. “Woy! Wooyyy…!” serunya, kakinya dia turunkan ke tanah. Namun sama saja, kakinya malah ikut terseret. Selama beberapa saat, motornya meluncur mundur, bukannya pergi meninggalkan rumah, dia malah kembali ke halaman. “Heyyy…!” seru Rengganis lagi. Dadanya menggelegak oleh emosi. Dia mengentakkan-entakkan kakinya sampai akhirnya motornya berhenti dan mesinnya mati. Rengganis buru-buru melepaskan helm-nya. Narendra muncul di hadapannya. Menatapnya tajam seakan
SUAMI WARISAN23 – Suami yang TerlupakanWaktu melayang bagaikan bulu yang terbang dibawa angin.Tak terasa sudah lewat dari tiga hari dari waktu yang dijanjikan oleh Rengganis.Narendra tergolek di atas tempat tidurnya, matanya nyalang memandang langit-langit kamar. Suara menggeram terdengar menggema di kamar yang sunyi ini. Tangannya terangkat mengusap perutnya yang rata, dia bisa merasakan otot-otot perutnya menegang.Kali ini suara itu bukan hanya menggeram, tapi juga berkeriuk-keriuk. Lambung di dalam sana bergejolak minta segera diisi.Narendra menghembuskan napasnya perlahan-lahan. Dia lapar.Dirinya bukan hanya lapar ingin makan nasi. Selama ini dia sudah makan banyak nasi dan daging, bahkan kemarin dia menyembelih seekor kambing. Tapi dia lapar yang lainnya. Lapar yang dirasakan Narendra berbeda dengan rasa lapar yang dirasakan oleh kebanyakan manusia.Ketukan pelan terdengar di pintu. Mata Narendra
SUAMI WARISAN24 – Istri yang HilangKanjeng Prabu tidak kaget saat Ipah tergopoh-gopoh masuk ke dalam hutan. Perempuan yang sering dijuluki sebagai ‘Punuk Unta’ karena bentuk punggungnya yang aneh terlihat kebingungan.“Ipah ….” Panggil Prabu perlahan. Nadanya lembut seperti seorang ayah memanggil anak gadisnya.Ipah terlonjak kaget, dia memutar tubuhnya dan langsung membeku begitu berhadapan dengan lelaki yang memancarkan aura wibawa.“Ada apa datang kemari?” tanya Prabu lagi, kakinya melangkah mendekat. Kali ini beliau menghampiri seorang diri, tau dengan pasti jika Harimau Putih datang bersamanya, Ipah bisa semaput.“Eh, itu …” Ipah tergagap. Tangannya menunjuk ke belakang punggungnya, memberi isyarat ke arah rumah.Senyum Prabu yang menenangkan terbit, “Apa yang terjadi dengan Adi?”“Lemes.” Hanya itu kata yang mampu d
SUAMI WARISAN25 – Terpaksa CutiSibuk.Waktu 24 jam rasanya tidak cukup bagi Rengganis. Kalau bisa dia ingin ada injury time bagi deadlinenya.Etos kerja yang serba cepat membuatnya ngos-ngosan bagai dikejar setan. Kerjaannya harus segera selesai, begitu selesai, lanjut pada pekerjaan berikutnya.Tak ada waktu untuk menarik napas dan bersantai, ada banyak pekerjaan yang tak berkesudahan.Bahkan untuk makan saja Rengganis terpaksa makan di meja kerjanya. Tumpukan kardus-kardus bekas makanan bertumpuk di tempat sampahnya. Kolong mejanya sudah mulai dikerubuti semut, dia harus segera membersihkan meja.Nanti, nanti aja beresin mejanya, tanggung! Setiap kali niat untuk berbenah melintas, tiap kali pula selalu ada alasan untuk menunda.Rengganis menyelipkan sebatang pensil di balik telinganya. Dikepitnya sebuah peniti di antara bibirnya sementara tangannya sibuk menata kain
SUAMI WARISAN26 – Hari NahasMalam menggantikan senja.Peluh Narendra membasahi bajunya sementara dia terus berjalan. Tangannya mengusap titik keringat di keningnya, dia mendongak dan melihat lampu-lampu terang benderang menggantikan matahari.Kerlipnya menghiasi langit malam Jakarta yang tak pernah tidur.Narendra menghentikan langkahnya di depan sebuah emperan toko. Dia duduk di depan toko yang tutup. Begitu kakinya diluruskan, dia mengerang karena ternyata jempolnya lecet kebanyakan berjalan.Narendra menghela napasnya. Bahunya terkulai saat dia memandang ke jalanan, lalu lalang kendaraan seakan tak ada habisnya.Dia menarik napasnya dalam-dalam. Kepalanya pusing, riuh rendah berbagai macam suara menyerbunya sekaligus; mesin kendaraan, suara orang dan ramainya pikiran mereka.Semua pikiran baik dan jahat terdengar olehnya. Narendra sempat kewalahan. Dia bisa mendengar ada orang yang berniat hendak
SUAMI WARISAN 27 – Akhirnya Menemukanmu Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Tabrakan tak dapat dihindari lagi. Bunyi decitan ban yang mengerem mendadak terdengar nyaring. Jeritan orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu menghiasi langit kota. Seseorang terlempar ke udara, melayang sejenak kemudian terjun bebas di atas aspal yang panas. Ya Tuhan…! Rengganis terkesiap menahan napasnya. Dia menghentikan motornya ke sisi jalan dan bergegas menuju TKP, begitu juga dengan beberapa orang yang berlari untuk membantu korban kecelakaan lalu lintas. Orang-orang mulai berkerumun. “Enggak apa-apa, Pak?!” “Berdarah?” “Ada yang luka?” “Bawa ke klinik! Klinik!” “Minum, minum! Ada yang bawa minum?!” Rengganis buru-buru merogoh botol minum yang selalu dibawanya. Isinya sudah setengah, dia segera mengacungkan botol Tupperware-nya sambil menyeruak kerumunan “Ini, Pak…!”
SUAMI WARISAN28 – Tamu yang Tidak DiinginkanSetelah kejadian pencurian ciuman dan penarikan energi tanpa permisi, Rengganis tidur seperti orang pingsan.Dia terbangun keesokan harinya dan menemukan Narendra berdiri di tengah ruangan sambil bersedekap. Lelaki itu kelihatan sedang menunggunya untuk bangun.Rengganis terduduk di sofa ruang tamunya. Dia menyibakkan selimut yang tersampir di tubuhnya, “Jam berapa sekarang…?” tanyanya sambil mengucek matanya.“Sepuluh.” jawab Narendra sambil bersedekap. Dia sudah menunggu istrinya itu bangun sejak subuh tadi. Matanya tajam menatap Rengganis yang berdiri linglung.“Hah?!” Mata perempuan gemuk itu berlari mencari jam dinding yang menunjukkan angka 10. Dia membelalak. Tanpa disadarinya, dirinya tidur hampir setengah hari! Dia melewatkan sore dan malam hari kemarin!Tidak bisa dipercaya! Gila…!Tanpa berbica
SUAMI WARISAN 29 – Jawaban yang Tertunda Narendra tidak tahan lagi. Dia sudah sabar menunggu Rengganis seharian menjahit di dalam kamarnya, namun perempuan itu malah keasyikan. Matahari bergulir menuju senja, namun Rengganis sama sekali belum keluar kamarnya. Narendra mengintip isi kepalanya dan perempuan itu tenggelam dalam dunianya sendiri. Ini yang dia maksud sibuk. Gumam Narendra dalam hati, matanya menerawang, mengintip pikiran Rengganis yang sedang fokus. Visinya terlihat jelas, berwarna terang dan keinginannya sangat kuat. Amarah, kekesalan, kecewa dan rasa ingin membuktikan diri menjadi bensin dalam mesin balas dendamnya. Namun Narendra sudah tidak tahan. Dia benci merasa gelisah terus-menerus. Lelaki itu berdiri dan menghampiri pintu kamar Rengganis. Pintu kamar yang terkunci itu terbuka dengan sendirinya, Narendra tidak merasa perlu permisi untuk masuk ke kamar Rengganis. Dia mengeryitk
KEKASIH AKHIR PEKAN Sekuel of Suami Warisan by Serafina Di umurnya yang telah menginjak angka 25 tahun, Sasikirana belum pernah pacaran. Dulu dia bersekolah di rumah karena sering berpindah-pindah hingga membuatnya kesulitan untuk bersosialisasi. Namun sekarang, Sasi seorang kurator galeri seni yang andal. Suatu hari, Sasi diminta Direktur Galeri untuk membuat pameran seorang pelukis misterius. Sasi berhasil menemukan alamatnya di pedesaan yang terpencil. Di sana dia bertemu sang pelukis. Tak disangka, di pertemuan pertama mereka, lelaki itu malah menawarinya untuk jadi kekasihnya setiap akhir pekan. Apakah Sasi menerima tawarannya? “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu jadi kekasihku setiap akhir pekan?” -SNIPPET KEKASIH AKHIR PEKAN- “Aku tau kamu kesepian, aku juga. Jadi maukah kamu menjadi kekasihku setiap akhir pekan?” Sasi memandang lelaki yang berdiri di ha
SUAMI WARISAN 175 – Sailendra [TAMAT] -EMPAT TAHUN KEMUDIAN- Diri kita bisa pulih sekaligus merasa hancur di waktu yang bersamaan. Pulih adalah perjalanan yang melibatkan penerimaan atas diri selagi kita hancur, berbenah kemudian membangun kembali diri kita. Waktu menjadi satu-satunya obat bagi Rengganis. Menit berganti jam, kemudian hari berubah jadi minggu sampai tak terasa tiga tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini tumbuh menjadi balita yang menggemaskan. Celotehannya menceriakan ruangan, derap langkah kakinya menggemakan keriuhan yang hanya berjeda ketika dia memejamkan mata. “Gimana kabarnya?” pertanyaan itu tidak pernah alpa ditanyakan Mahesa setiap kali dia menelepon Rengganis. “Baik.” Rengganis tersenyum sambil melirik lelaki kecilnya yang berlarian di sekeliling ruangan “makasih kadonya, ya. Dia seneng banget…” Terdengar tawa Mahesa di seberang telepon, “Ya, begitu liha
SUAMI WARISAN 174 – Lembaran Baru Gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Kilatan cahaya memantul di atas kaca jendela. Rengganis buru-buru menutup tirai jendela, udara terasa pengap ketika awan hitam menggumpal di atas langit Jakarta. Bayinya terbangun, matanya yang bulat mengerjap-ngerjap sementara badannya bergerak-gerak gelisah. Rengganis tersenyum kemudian mengangkat bayinya dari boks “Cup, cup, Sayang …. Kaget, ya?” Bayinya tak banyak menangis. Hanya sesekali gelisah dan merengek ketika popoknya basah. Dia begitu tenang, begitu mirip dengan ayahnya. Rengganis menimang-nimang bayinya, matanya lekat memandangi setiap inci wajah bayi lelaki yang paling tampan itu. Semakin dilihat, semakin terlihat jelas kemiripan antara buah hatinya dan Narendra. Hidungnya …. Matanya …. Caranya menatap mengingatkannya pada lelaki itu. Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu bagaikan pinang dibelah dua dengan lelaki yan
SUAMI WARISAN173 – Terputus KutukanMak Saadah yang sudah renta masih mampu naik ke gunung untuk mencari kayu bakar. Tubuhnya yang kurus terbakar matahari tidak pernah meninggalkan gunung yang selama ini menjadi sumber penghidupannya.Walaupun anak-anaknya kerap kali mengingatkan untuk berhenti mencari kayu bakar karena di rumah sudah ada kompor gas, namun Mak Saadah tidak menghiraukan omongan anak-anaknya. Ada kesenangan sendiri berada di hutan gunung.Hidup di desa yang berubah sangat cepat membuat Mak Saadah kewalahan. Cucu-cucunya tidak mau diajak ke kebun apalagi ke hutan, mereka lebih senang diam di rumah dengan hapenya, bermain game dan marah-marah jika kuotanya habis.Daripada pusing mendengar cucu dan menantunya bertengkar soal kuota internet yang tak dimengerti olehnya, Mak Saadah memilih pergi ke hutan. Perasaannya mengatakan bahwa di sana ada sesuatu yang sedang menunggunya.“Mau kemana, Mak?” tan
SUAMI WARISAN 172 – Perpisahan & Kebenaran Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Rengganis – begitu pun dengan orang tuanya – bahwa dia akan bercerai secepat ini, padahal pernikahan mereka masih seumur jagung. “Tapi masih mending lu, Kak. Daripada Kim Kardashian yang cuma nikah 72 hari.” Maya berusaha membesarkan hati Rengganis, namun tidak mempan. Rengganis masih mellow. Dulu dia memang berniat untuk menceraikan Mahesa dan memilih Narendra, namun sekarang Narendra tak tentu rimbanya. Dia ingin marah, namun tidak tau diarahkan kemana amarahnya itu. Sejak kepulangannya dari RS, kemudian tinggal kembali di kamarnya, tak sehari pun Rengganis melewatkan sehari tanpa menangis. Papa dan Mama jadi serba salah. Mereka sudah berusaha menghibur Rengganis, namun masih suka mendengar isak lirih anaknya itu di malam hari. Walau pada pagi dan siang harinya Rengganis bisa menutupi kesedihannya, tapi di malam ya
SUAMI WARISAN171 – Binasa-FLASHBACK-Mobil yang dikendarai Narendra seolah tidak punya rem. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terburu-buru seperti dikejar setan.Dia keluar dari rumah sakit, terus masuk ke tol kemudian ngebut menuju hutan. Menurunkan kecepatan jika lalu lintas padat, namun setiap ada kesempatan, Narendra terus menginjak gas.Sang Akang baru berhenti ketika sampai di depan rumah warisan.Lelaki itu masuk ke dalam rumah, menaruh beberapa barang di kamarnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan.Kali ini dia pergi menuju hutan. Masuk ke dalam, terus ke tengah, meleburkan diri di antara rapatnya pepohonan. Tanpa bekal, tanpa persiapan. Hanya baju yang melekat di badan.Ingatannya yang masih segar menjadi modalnya untuk menyusuri jalan setapak yang dahulu mudah dia susuri. Sekarang, setelah kekuatannya menghilang, Narendra hampir kehabisan napas untuk mencapai tujuan.
SUAMI WARISAN170 – Hiduplah, Berbahagialah Beberapa saat yang lalu, di ruang operasi ….Sekelompok orang yang terdiri dari dokter utama, dokter anestesi, asisten dan perawat mengelilingi meja operasi.Tubuh Rengganis tergolek di atasnya. Tak sadarkan diri namun sedang berjuang untuk melahirkan bayinya.Sementara itu di balik kaca jendela, berdesakan dokter-dokter muda yang menonton proses kelahiran. Mereka mengamati setiap tindakan dengan cermat, tak lupa mencatat untuk laporan.Semua orang gugup, juga bersemangat.“Coba perhatikan tekanan darahnya, kelihatannya normal, kaya orang tidur gitu, ya?” bisik seorang calon dokter spesialis, dia menyenggol temannya agar melihat angka yang menunjukkan tekanan darah Rengganis.“Iya, luar biasa. Kekuatan seorang perempuan yang melewati masa kritis kemudian melahirkan dalam keadaan koma. Ini jarang banget di Indonesia!”&ld
SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran -Beberapa Bulan Kemudian- “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis
SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada