"Apa kamu menginginkannya?" bisik Langit di telinga Rintik. Meski sempat ragu, Rintik mengangguk dan mereka masih saling tatap. Langit kembali mencium bibir Rintik, dan Rintik pun membalasnya. Ciuman-ciuman itu memunculkan kembali gairah panas di tubuh mereka kembali. Langit melingkarkan kaki Rintik di pinggangnya, kemudian membawanya menuju tepi kolam. Langit beralih pada leher jenjang Rintik dan meninggalkan gigitan-gigitan kecil hingga wanita itu sedikit mendesah. Tangan Langit mencoba membuka dress yang Rintik kenakan. Begitu pun sebaliknya. Lalu mereka masuk kamar dan menjatuhkan diri diatas ranjang.***Langit mengecup kening Rintik yang masih malu-malu setelah penyatuan mereka selesai. Hujan pun masih betah dalam kungkungan langit kelabu pulau Bali. Menambah suasana syahdu diantara mereka. Langit tersenyum sebelum ia kembali mengecup kening wanita dalam pelukannya itu.Akhirnya, setelah sekian lama menunggu, akhirnya Langit mendapatkan Rintik seutuhnya. Buah kesabaran hatinya.
"Apa?" tanya Rintik dengan mata terpejam. Ia bersandar pada kursi pesawat agar merasa nyaman dalam penerbangannya pulang ke Jakarta."Tentang kamu yang memanggilku Sayang di–"Rintik membuka matanya lalu menoleh pada suaminya. "Kenapa? Aku juga bisa memanggilmu Sayang setiap hari jika kamu mau," ucapnya kemudian kembali memejamkan matanya."Benarkah? Kamu mau memanggilku Sayang jika di rumah?" tanya Langit dengan antusias."Kenapa tidak? Sudahlah. Aku mau istirahat, aku lelah," ucap Rintik dengan wajah memelas. Langit tersenyum lalu mengusap pucuk rambut sang istri.Ia teringat jika dirinyalah yang membuat Rintik kelelahan. Hari ini, Langit cukup puas dengan apa yang terjadi dalam hidupnya. Dan untuk kedepannya, ia juga berharap hubungan mereka berdua semakin berkembang dan baik-baik saja. Langit meraih jemari istrinya, kemudian mengecupnya mesra.***"Aku dengar kalian dari Bali kemarin?" tanya Janar pada sepupunya. Yang dijawab anggukan dari wanita itu. Janar menatap cangkir kopi ya
"Rin," panggil Langit pada sang istri. Wanita yang tengah duduk di ruang tengah dan sibuk dengan ponselnya itu menoleh pada asal suara. "Ya?" Rintik menatap Langit dan pandangannya mengikuti pria yang tengah berjalan menghampirinya. Lalu duduk di sampingnya."Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu," ujar Langit dengan nada ragu. "Apa?" Lalu wanita itu meletakkan ponsel miliknya di atas meja. Badannya sedikit di serongkan agar berhadapan dengan Langit."Begini, ini hanya sebuah permintaan saja. Jika kamu tidak menyetujuinya, aku tidak akan memaksa." Langit menjeda kalimatnya sejenak. Melihat bagaimana ekspresi yang ditunjukkan oleh Rintik sebelum ia melanjutkan kata-katanya."Bagaimana kalau kamu berhenti bekerja? Biar aku saja yang bekerja dan menafkahimu. Karena kamu adalah istriku. Bagaimana?"Rintik membeku sesaat. Menelaah arah bicara Langit. Kemudian wanita itu meraih tangan suaminya dan di genggamnya. Lalu berkata, "Bagaimana kalau setelah aku selesaikan pekerjaanku? Aku tida
"Kamu menamparku?" ucap Iren dengan memegangi pipinya yang terasa amat panas. Rasanya ia tidak percaya jika suaminya berani menamparnya. "Itu supaya kamu sadar posisimu!" hardik Reka dengan nafas yang masih menderu. Sudah habis kesabarannya dalam menghadapi sikap Iren yang menurutnya sangat di luar nalar."Kenapa? Kamu akan melaporkannya pada mami? Laporkan saja! Bukankah itu yang selalu kamu lakukan? Aku juga tidak peduli. Bila perlu aku sendiri yang akan mengatakannya langsung pada mami!" imbuh Reka."Aku tidak akan terintimidasi oleh ancamanmu lagi. Sekarang terserah padamu. Aku tidak peduli!"Bulir bening keluar begitu saja dari netra Iren. Ia merasa kecewa dengan pria yang menjadi suaminya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan. Ia pikir dengan menikah dengan orang kaya, kehidupannya akan menjadi bahagia. Tapi ternyata ia salah memilih orang.Dengan emosi yang masih tersimpan di dada, Iren pergi meninggalkan Reka. Dia mengendarai mobilnya menuju rumah. Sumpah serapah mew
"A-apa?"Mata Reka membola. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. 'Tidak mungkin,' batin Reka.Langit tersenyum sinis melihat ekspresi sahabatnya yang juga mantan suami istrinya. "Kenapa wajahmu? Sepertinya kamu tidak percaya dengan apa yang aku katakan tadi.""Tentu saja, Rintik adalah orang yang sulit untuk jatuh cinta. Dahulu aku saja membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meyakinkannya. Jadi tidak mungkin bagimu untuk mendapatkan hatinya dalam waktu beberapa bulan saja," terang Reka seraya tertawa sinis membalas perkataan Langit."Jika kamu tidak percaya, itu terserah padamu. Aku juga tidak mungkin memaksa. Tidak mungkin juga aku merekam diriku sendiri ketika bercinta dengan Rintik," balas Langit lagi.Senyum diwajah Reka memudar. Sepertinya ucapan Langit mempengaruhinya. Dia takut jika yang dikatakan Langit adalah kenyataan. Karena dia masih berharap bisa kembali pada Rintik dan membina keluarga dari nol lagi."Jangan berpikir jika kamu bisa kembali pada Rintik
"Kamu tidak ikut aku ke showroom, memang mau kemana?" tanya Langit pada Rintik yang tengah memoles bibirnya dengan lipstik warna nude."Mau pergi jalan-jalan sama Angel. Nanti mampir belanja bulanan. Mungkin makan siang bareng juga," jawab wanita bersurai panjang itu.Langit yang mendengar penuturan sang istri hanya manggut-manggut saja. "Aku pasti akan sangat rindu padamu." Langit memeluk Rintik dari belakang dan bersandar pada bahu wanita itu.Rintik memutar tubuhnya menjadi menghadap suaminya. Kemudian berkata, "Tidak usah berlebihan. Kita hanya berbeda tempat. Masih pada langit yang sama.""Tapi tetap saja," ucap Langit dengan nada manja. Dia juga semakin mengeratkan pelukannya."Biasanya kamu selalu berada disampingku. Bagaimana kalau kamu berikan aku obat penawar rindu terlebih dahulu," ucap Langit yang membuat alis Rintik saling bertaut."Obat ap—"Buru-buru Langit mencium bibir Rintik dan bermain disana. Mengangkat tubuh ramping istrinya dan menjatuhkan diri di atas peraduan.
"Langit bukan sepenuhnya orang baik, Rin. Pria itu telah menipumu," ujar Reka pada Rintik. Berharap jika wanita itu percaya pada kata-katanya.Karena sebuah foto pemberian Reka, mereka bertiga memutuskan untuk duduk di sebuah kafe yang ada di lobby mall. Rintik merasa tertarik untuk membicarakan foto itu lebih lanjut."Kamu tidak mengedit foto seperti ini hanya untuk membuat hubungan Rintik dan Langit hancur karena cemburu, kan?" tebak Angel. Ia takut jika sebenarnya foto itu hanya rekayasa Reka saja.Reka merasa tersinggung dengan ucapan pedas Angel. Ia berdecak sebal karena wanita itu ikut berkomentar atas dirinya. Namun, ia menahan rasa kesal itu demi Rintik percaya padanya."Aku tidak bohong, Rin. Itu adalah foto asli. Percaya sama aku. Jika kamu kurang percaya aku punya foto lain. Akan ku tunjukan padamu," terang Reka. Dia merogoh benda pipih dari saku celana jeans-nya dan membuka kunci ponselnya untuk menunjukan beberapa foto yang tersimpan pada galeri ponselnya.Foto yang mena
"Ijinkan aku menjelaskan semua ini, Rin," pinta Langit pada Rintik. Sedangkan wanita itu hanya diam tak bergeming.Foto yang sudah kusut itu masih tergeletak di atas meja. Wajah Langit gelisah, merasa takut jika Rintik tidak mau mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu."Itu, memang benar aku dan Iren. Tapi itu masa lalu, Rin. Dan itu sudah lama, ketika aku masih muda dan bodoh."Tak ada respon dari Rintik. Ia masih saja terdiam."Kami hanya menikah siri, dan itupun hanya 3 bulan lamanya. Setelah itu Iren pergi meninggalkanku karena laki-laki lain. Dan sejak saat itu kami tidak saling berhubungan. Dan kami kembali dipertemukan kembali saat bekerja bersama Kevin," lanjut Langit.Rintik masih setia dengan diamnya. Namun bulir tanpa warna jatuh di atas pangkuannya. Membuat hati Langit terasa amat sakit.Langit memeluk tubuh istrinya. Membuat tangis wanita itu pecah. Ia memukul-mukul dada Langit merasa kecewa."Kenapa kamu tidak pernah menceritakannya? Kamu tidak pernah mengatakan jika