"Kamu tidak ikut aku ke showroom, memang mau kemana?" tanya Langit pada Rintik yang tengah memoles bibirnya dengan lipstik warna nude."Mau pergi jalan-jalan sama Angel. Nanti mampir belanja bulanan. Mungkin makan siang bareng juga," jawab wanita bersurai panjang itu.Langit yang mendengar penuturan sang istri hanya manggut-manggut saja. "Aku pasti akan sangat rindu padamu." Langit memeluk Rintik dari belakang dan bersandar pada bahu wanita itu.Rintik memutar tubuhnya menjadi menghadap suaminya. Kemudian berkata, "Tidak usah berlebihan. Kita hanya berbeda tempat. Masih pada langit yang sama.""Tapi tetap saja," ucap Langit dengan nada manja. Dia juga semakin mengeratkan pelukannya."Biasanya kamu selalu berada disampingku. Bagaimana kalau kamu berikan aku obat penawar rindu terlebih dahulu," ucap Langit yang membuat alis Rintik saling bertaut."Obat ap—"Buru-buru Langit mencium bibir Rintik dan bermain disana. Mengangkat tubuh ramping istrinya dan menjatuhkan diri di atas peraduan.
"Langit bukan sepenuhnya orang baik, Rin. Pria itu telah menipumu," ujar Reka pada Rintik. Berharap jika wanita itu percaya pada kata-katanya.Karena sebuah foto pemberian Reka, mereka bertiga memutuskan untuk duduk di sebuah kafe yang ada di lobby mall. Rintik merasa tertarik untuk membicarakan foto itu lebih lanjut."Kamu tidak mengedit foto seperti ini hanya untuk membuat hubungan Rintik dan Langit hancur karena cemburu, kan?" tebak Angel. Ia takut jika sebenarnya foto itu hanya rekayasa Reka saja.Reka merasa tersinggung dengan ucapan pedas Angel. Ia berdecak sebal karena wanita itu ikut berkomentar atas dirinya. Namun, ia menahan rasa kesal itu demi Rintik percaya padanya."Aku tidak bohong, Rin. Itu adalah foto asli. Percaya sama aku. Jika kamu kurang percaya aku punya foto lain. Akan ku tunjukan padamu," terang Reka. Dia merogoh benda pipih dari saku celana jeans-nya dan membuka kunci ponselnya untuk menunjukan beberapa foto yang tersimpan pada galeri ponselnya.Foto yang mena
"Ijinkan aku menjelaskan semua ini, Rin," pinta Langit pada Rintik. Sedangkan wanita itu hanya diam tak bergeming.Foto yang sudah kusut itu masih tergeletak di atas meja. Wajah Langit gelisah, merasa takut jika Rintik tidak mau mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu."Itu, memang benar aku dan Iren. Tapi itu masa lalu, Rin. Dan itu sudah lama, ketika aku masih muda dan bodoh."Tak ada respon dari Rintik. Ia masih saja terdiam."Kami hanya menikah siri, dan itupun hanya 3 bulan lamanya. Setelah itu Iren pergi meninggalkanku karena laki-laki lain. Dan sejak saat itu kami tidak saling berhubungan. Dan kami kembali dipertemukan kembali saat bekerja bersama Kevin," lanjut Langit.Rintik masih setia dengan diamnya. Namun bulir tanpa warna jatuh di atas pangkuannya. Membuat hati Langit terasa amat sakit.Langit memeluk tubuh istrinya. Membuat tangis wanita itu pecah. Ia memukul-mukul dada Langit merasa kecewa."Kenapa kamu tidak pernah menceritakannya? Kamu tidak pernah mengatakan jika
"Apa yang kamu rencanakan?" tanya Raka dengan mencengkram tangan Iren."Aku tidak merencanakan apapun!" kilah Iren seraya melepaskan cengkraman tangan Reka."Awas saja kalau kamu berniat buruk padanya. Aku tidak akan membiarkannya kali ini!" ancam Reka pada istrinya.Iren melipat kedua tangan didepan dada seraya memikirkan sesuatu. Lalu ia tersenyum licik dan berkata, "Aku punya ide. Dan tentunya sangat menguntungkan untukmu juga. Apa kamu mau dengar?""Benarkan? Kalau kamu pasti punya rencana. Aku tidak sudi bergabung dengan rencanamu!"Iren tertawa terbahak mendengar jawaban Reka. Beluk juga ia mendengar apa rencana Iren, namun ia sudah menolaknya."Apa kamu tidak ingin mendapatkan Rintuk kembali?" tanya Iren.Reka mengalihkan pandangan pada wanita yang berstatus sebagai istrinya itu seraya mengerutkan kening. "Maksudmu?""Kita pisahkan mereka berdua. Aku mendapat Langit, dan kamu akan mendapat Rintik kembali. Bagaimana?" tawar Iren sembari tersenyum.Reka terdiam. Pikirannya mencer
"Lang!" Seseorang memanggil nama Langit ketika pria itu turun dari mobil. Pria itu sudah sampai di halaman rumahnya.Bersamaan dengan itu, pintu rumahnya juga sudah terbuka karena sang istri keluar untuk menyambut sang suami pulang. Namun mendapati seorang wanita tengah ngobrol dengan suaminya.Langit menoleh ke asal suara. Ia mengerutkan keningnya ketika melihat Iren berada di depan pagar rumahnya dengan sebuah senyuman. 'Ada apa wanita itu datang kemari?' pikir Langit.Iren datang menghampiri Langit yang masih membeku di samping mobilnya. sebuah senyum manis masih terukir di bibir sexynya."Aku ingat kalau kamu menyukai makanan ini, jadi aku mampir dan membelinya, " ucap wanita cantik itu seraya tersenyum.Bukannya segera menerima pemberian Iren, Langit masih saja diam dalam kebingungannya.Rintik yang awalnya hanya memperhatikan dari ambang pintu depan, kini menghampiri mereka dan memeluk suaminya dari belakang.Langit kemudian balas memeluk istrinya sembari tersenyum. Memperlih
"Sampai kapan kamu akan marah padaku? Sudah semalaman aku kesepian. Apa pagi ini juga menjadi pagi yang kelabu untukku?" Langit kembali dengan rengekannya ketika Rintik keluar dari kamar.Rintik masih bertahan dengan diamnya. Ia juga bersusah payah untuk menahan agar tidak tertawa karena melihat tingkah suaminya.Netranya menangkap sebuah kantong plastik berwarna putih yang berada di tempat sampah. Membuat satu alisnya naik.'Mungkinkah Langit membuang makanan pemberian Iren hanya karena aku pura-pura marah?' batinnya. Ia kemudian beralih pada sebuah cangkir. Meracik kopi dan juga gula di dalamnya. Lalu menyeduhnya dengan air panas dan menyodorkannya pada Langit yang duduk tepat di depannya."Terima kasih, Sayang," balas Langit untuk kopi buatan istrinya. Tapi wajah Rintik masih saja datar tak berekspresi.Langit mengambil sesuatu dari dalam dompetnya. Kemudian meletakkan benda tersebut diatas meja dan mendekatkannya pada Rintik yang juga sedang menikmati secangkir kopi.Rintik melir
Rintik membeku dengan apa yang ditangkap oleh indra pendengarannya. Rasanya ia sangat tak percaya jika hal itu terjadi. Langit akan menjadi seorang ayah yang artinya ia juga akan menjadi seorang ibu."Tidak mungkin," gumamnya.Langit melepas pelukannya. Lalu menatap wanita itu lekat kemudian menangkup wajahnya."Apanya yang tidak mungkin? Kamu positif hamil, Rin. Anak kita," ucap Langit meyakinkan Rintik."Artinya aku tidak mandul seperti apa yang dituduhkan padaku? Aku hamil? Aku tidak mandul?"Rintik masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Semua hal-hal yang dituduhkan padanya selama ini nyatanya tidak terbukti. Dia hamil!Tangis Rintik pecah seketika. Ia memeluk erat suaminya dan menangis haru dalam pelukannya.Janar yang menjadi saksi atas kebahagiaan saudaranya, berusaha menahan bulir bening yang sudah berkumpul di pelupuk mata."Akhirnya," gumam pria itu."Janar," ucap Rintik manja. Kemudian wanita itu menghambur ke dalam pelukannya.Dalam isaknya, ia mengucapkan terima kasih
"Sayang?" lirih Langit saat ia melihat ada pergerakan pada netra istrinya. Refleks Rintik memegangi kepalanya yang terasa amat pusing. Tangan satunya digenggam erat oleh suaminya."Istirahat saja," pinta Langit. Ia mengusap kepala Rintik lembut."Ibu?""Kamu sehat saja dulu, jangan memikirkan hal lain. Ingat anak kita, Sayang." Mendengar ucapan Langit, Rintik merasa diingatkan tentang kondisinya saat ini. Ia tengah mengandung dan ia memiliki tanggung jawab atas dirinya."Bibimu sudah datang, Janar menghubunginya sore tadi. Beliau sedang berada di mushola Rumah sakit," kata Langit. "Aku merasa bersalah pada ibumu, Lang," ucap Rintik dengan air mata tertahan."St! Jangan bicara seperti itu. Biarkan aku mencari solusinya. Kamu fokus pada kesehatanmu saja. Anak kita harus tetap sehat. Jangan karena ibu, kamu lalai dengan kesehatanmu sendiri," pinta Langit. Ia mencium punggung tangan istrinya lembut."Terima kasih, Lang." Rintik memeluk suaminya meski dalam keadaan lemah. Wanita itu mer