"Kamu menamparku?" ucap Iren dengan memegangi pipinya yang terasa amat panas. Rasanya ia tidak percaya jika suaminya berani menamparnya. "Itu supaya kamu sadar posisimu!" hardik Reka dengan nafas yang masih menderu. Sudah habis kesabarannya dalam menghadapi sikap Iren yang menurutnya sangat di luar nalar."Kenapa? Kamu akan melaporkannya pada mami? Laporkan saja! Bukankah itu yang selalu kamu lakukan? Aku juga tidak peduli. Bila perlu aku sendiri yang akan mengatakannya langsung pada mami!" imbuh Reka."Aku tidak akan terintimidasi oleh ancamanmu lagi. Sekarang terserah padamu. Aku tidak peduli!"Bulir bening keluar begitu saja dari netra Iren. Ia merasa kecewa dengan pria yang menjadi suaminya. Bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan. Ia pikir dengan menikah dengan orang kaya, kehidupannya akan menjadi bahagia. Tapi ternyata ia salah memilih orang.Dengan emosi yang masih tersimpan di dada, Iren pergi meninggalkan Reka. Dia mengendarai mobilnya menuju rumah. Sumpah serapah mew
"A-apa?"Mata Reka membola. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. 'Tidak mungkin,' batin Reka.Langit tersenyum sinis melihat ekspresi sahabatnya yang juga mantan suami istrinya. "Kenapa wajahmu? Sepertinya kamu tidak percaya dengan apa yang aku katakan tadi.""Tentu saja, Rintik adalah orang yang sulit untuk jatuh cinta. Dahulu aku saja membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meyakinkannya. Jadi tidak mungkin bagimu untuk mendapatkan hatinya dalam waktu beberapa bulan saja," terang Reka seraya tertawa sinis membalas perkataan Langit."Jika kamu tidak percaya, itu terserah padamu. Aku juga tidak mungkin memaksa. Tidak mungkin juga aku merekam diriku sendiri ketika bercinta dengan Rintik," balas Langit lagi.Senyum diwajah Reka memudar. Sepertinya ucapan Langit mempengaruhinya. Dia takut jika yang dikatakan Langit adalah kenyataan. Karena dia masih berharap bisa kembali pada Rintik dan membina keluarga dari nol lagi."Jangan berpikir jika kamu bisa kembali pada Rintik
"Kamu tidak ikut aku ke showroom, memang mau kemana?" tanya Langit pada Rintik yang tengah memoles bibirnya dengan lipstik warna nude."Mau pergi jalan-jalan sama Angel. Nanti mampir belanja bulanan. Mungkin makan siang bareng juga," jawab wanita bersurai panjang itu.Langit yang mendengar penuturan sang istri hanya manggut-manggut saja. "Aku pasti akan sangat rindu padamu." Langit memeluk Rintik dari belakang dan bersandar pada bahu wanita itu.Rintik memutar tubuhnya menjadi menghadap suaminya. Kemudian berkata, "Tidak usah berlebihan. Kita hanya berbeda tempat. Masih pada langit yang sama.""Tapi tetap saja," ucap Langit dengan nada manja. Dia juga semakin mengeratkan pelukannya."Biasanya kamu selalu berada disampingku. Bagaimana kalau kamu berikan aku obat penawar rindu terlebih dahulu," ucap Langit yang membuat alis Rintik saling bertaut."Obat ap—"Buru-buru Langit mencium bibir Rintik dan bermain disana. Mengangkat tubuh ramping istrinya dan menjatuhkan diri di atas peraduan.
"Langit bukan sepenuhnya orang baik, Rin. Pria itu telah menipumu," ujar Reka pada Rintik. Berharap jika wanita itu percaya pada kata-katanya.Karena sebuah foto pemberian Reka, mereka bertiga memutuskan untuk duduk di sebuah kafe yang ada di lobby mall. Rintik merasa tertarik untuk membicarakan foto itu lebih lanjut."Kamu tidak mengedit foto seperti ini hanya untuk membuat hubungan Rintik dan Langit hancur karena cemburu, kan?" tebak Angel. Ia takut jika sebenarnya foto itu hanya rekayasa Reka saja.Reka merasa tersinggung dengan ucapan pedas Angel. Ia berdecak sebal karena wanita itu ikut berkomentar atas dirinya. Namun, ia menahan rasa kesal itu demi Rintik percaya padanya."Aku tidak bohong, Rin. Itu adalah foto asli. Percaya sama aku. Jika kamu kurang percaya aku punya foto lain. Akan ku tunjukan padamu," terang Reka. Dia merogoh benda pipih dari saku celana jeans-nya dan membuka kunci ponselnya untuk menunjukan beberapa foto yang tersimpan pada galeri ponselnya.Foto yang mena
"Ijinkan aku menjelaskan semua ini, Rin," pinta Langit pada Rintik. Sedangkan wanita itu hanya diam tak bergeming.Foto yang sudah kusut itu masih tergeletak di atas meja. Wajah Langit gelisah, merasa takut jika Rintik tidak mau mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu."Itu, memang benar aku dan Iren. Tapi itu masa lalu, Rin. Dan itu sudah lama, ketika aku masih muda dan bodoh."Tak ada respon dari Rintik. Ia masih saja terdiam."Kami hanya menikah siri, dan itupun hanya 3 bulan lamanya. Setelah itu Iren pergi meninggalkanku karena laki-laki lain. Dan sejak saat itu kami tidak saling berhubungan. Dan kami kembali dipertemukan kembali saat bekerja bersama Kevin," lanjut Langit.Rintik masih setia dengan diamnya. Namun bulir tanpa warna jatuh di atas pangkuannya. Membuat hati Langit terasa amat sakit.Langit memeluk tubuh istrinya. Membuat tangis wanita itu pecah. Ia memukul-mukul dada Langit merasa kecewa."Kenapa kamu tidak pernah menceritakannya? Kamu tidak pernah mengatakan jika
"Apa yang kamu rencanakan?" tanya Raka dengan mencengkram tangan Iren."Aku tidak merencanakan apapun!" kilah Iren seraya melepaskan cengkraman tangan Reka."Awas saja kalau kamu berniat buruk padanya. Aku tidak akan membiarkannya kali ini!" ancam Reka pada istrinya.Iren melipat kedua tangan didepan dada seraya memikirkan sesuatu. Lalu ia tersenyum licik dan berkata, "Aku punya ide. Dan tentunya sangat menguntungkan untukmu juga. Apa kamu mau dengar?""Benarkan? Kalau kamu pasti punya rencana. Aku tidak sudi bergabung dengan rencanamu!"Iren tertawa terbahak mendengar jawaban Reka. Beluk juga ia mendengar apa rencana Iren, namun ia sudah menolaknya."Apa kamu tidak ingin mendapatkan Rintuk kembali?" tanya Iren.Reka mengalihkan pandangan pada wanita yang berstatus sebagai istrinya itu seraya mengerutkan kening. "Maksudmu?""Kita pisahkan mereka berdua. Aku mendapat Langit, dan kamu akan mendapat Rintik kembali. Bagaimana?" tawar Iren sembari tersenyum.Reka terdiam. Pikirannya mencer
"Lang!" Seseorang memanggil nama Langit ketika pria itu turun dari mobil. Pria itu sudah sampai di halaman rumahnya.Bersamaan dengan itu, pintu rumahnya juga sudah terbuka karena sang istri keluar untuk menyambut sang suami pulang. Namun mendapati seorang wanita tengah ngobrol dengan suaminya.Langit menoleh ke asal suara. Ia mengerutkan keningnya ketika melihat Iren berada di depan pagar rumahnya dengan sebuah senyuman. 'Ada apa wanita itu datang kemari?' pikir Langit.Iren datang menghampiri Langit yang masih membeku di samping mobilnya. sebuah senyum manis masih terukir di bibir sexynya."Aku ingat kalau kamu menyukai makanan ini, jadi aku mampir dan membelinya, " ucap wanita cantik itu seraya tersenyum.Bukannya segera menerima pemberian Iren, Langit masih saja diam dalam kebingungannya.Rintik yang awalnya hanya memperhatikan dari ambang pintu depan, kini menghampiri mereka dan memeluk suaminya dari belakang.Langit kemudian balas memeluk istrinya sembari tersenyum. Memperlih
"Sampai kapan kamu akan marah padaku? Sudah semalaman aku kesepian. Apa pagi ini juga menjadi pagi yang kelabu untukku?" Langit kembali dengan rengekannya ketika Rintik keluar dari kamar.Rintik masih bertahan dengan diamnya. Ia juga bersusah payah untuk menahan agar tidak tertawa karena melihat tingkah suaminya.Netranya menangkap sebuah kantong plastik berwarna putih yang berada di tempat sampah. Membuat satu alisnya naik.'Mungkinkah Langit membuang makanan pemberian Iren hanya karena aku pura-pura marah?' batinnya. Ia kemudian beralih pada sebuah cangkir. Meracik kopi dan juga gula di dalamnya. Lalu menyeduhnya dengan air panas dan menyodorkannya pada Langit yang duduk tepat di depannya."Terima kasih, Sayang," balas Langit untuk kopi buatan istrinya. Tapi wajah Rintik masih saja datar tak berekspresi.Langit mengambil sesuatu dari dalam dompetnya. Kemudian meletakkan benda tersebut diatas meja dan mendekatkannya pada Rintik yang juga sedang menikmati secangkir kopi.Rintik melir