Disinilah Rika berada. Di sebuah Rumah bercat putih dengan pagar besi yang sudah tua. Rumah yang berada jauh dari pemukiman penduduk.
Rika berdiri di depan Rumah itu. Mencoba mencocokkan rumah itu dengan gambar yang ada di smartphone miliknya.Ia menghela nafas beberapa kali. "Huh, baiklah Rika. Semua masalahmu akan terselesaikan disini," ucapnya meyakinkan diri. Jika boleh jujur ia sangat takut dengan efek yang ditimbulkan dari tindakannya saat ini.Ia lantas mengusap perut yang terdapat janin di dalamnya. "Maaf, saya nggak akan bisa merawat kamu. Saya masih ingin melanjutkan mimpi saya tanpa kamu, " kata Rika kepada janin yang ada didalam perutnya. Wanita itu seolah-olah tengah meminta maaf kepada janin yang tumbuh di perutnya.Dengan mantap ia melangkah untuk masuk ke rumah itu.Ya, saat ini Rika tengah berada ditempat aborsi illegal. Ia berencana menggugurkan kandungannya demi bisa kembali melanjutkan kehidupan yang ia mau.Tadi, ketika berada di rumah sakit ia mencari informasi tentang cara membunuh anak yang ada di dalam kandungannya. Dan satu-satunya cara yang paling efektif yaitu dengan mendatangi dukun atau bidan yang melayani praktek aborsi illegal.Setelah berkelana mencari informasi melalui smartphone miliknya -satu-satunya barang berharga yang ia miliki saat ini- banyak orang yang merekomendasikan tempat ini. Rika tidak menyangkal ternyata banyak juga wanita yang berani membunuh anaknya sendiri, mungkin saat ini ia termasuk salah satunya.Rika sudah berdiri didepan pintu rumah itu. Dari sana ia bisa melihat satu pasangan muda tengah duduk di ruang tamu.Rika lantas ikut duduk bergabung dengan mereka. Sebelum duduk ia sempat tersenyum ke arah pasangan itu."Aakhh! Sakit bu!" Suara teriakan seorang perempuan berasal dari salah satu bilik dikamar itu.Teriakan itu berhasil membuat Rika ketakutan. Ia meremas kedua tangannya yang berada di pangkuannya.'Sakit banget kah?' batinnya. Secara tidak sadar perempuan itu mengusap perutnya."Yang, aku takut. Gimana kalo aku sampe mati gara-gara bayi ini?" ucap perempuan yang duduk di sofa dekat Rika."Nggak papa, dulu kan udah pernah. Aku yakin kamu pasti kuat. Kan ada aku yang bakalan nemenin kamu," jawab sang lelaki, mencoba menenangkan kekasihnya.Rika merasa syok mendengar percakapan dua orang yang berada di ruangan itu. Pasangan itu masih terlalu muda untuk melakukan hubungan yang terlalu jauh. Jika diperhatikan mereka masih dalam usia sekolah. 'Memang dunia sudah tidak baik-baik saja,' batin Rika.Brak!Suara orang yang mendorong pintu yang terbuka mengagetkan tiga orang yang tengah duduk di sofa itu.Seorang lelaki usia akhir dua puluhan berdiri di depan pintu rumah itu. Wajahnya terlihat begitu dingin, seakan membekukan siapa saja yang melihatnya. Matanya menatap tajam Rika tanpa ekspresi apapun."Kak Putra?"Mata Rika melebar melihat sosok kakaknya ada disini. Rika panik. Bagaimana kakaknya itu bisa tahu keberadaannya?"Ikut kakak," kata Putra dengan nada penuh penekanan. Ia kecewa dengan adiknya. Bisa-bisanya wanita itu membuat kesalahan lagi, sebelum menyelesaikan apa yang ia perbuat.Putra menarik Rika untuk keluar dari rumah itu. Rika meronta meminta Putra untuk melepaskan genggaman tangannya. "Lepasin kak!" Namun, seberapa keras pun usaha yang Rika lakukan, tak akan bisa mengalahkan tenaga lelaki itu."Diam!" seru Putra. Lelaki itu menarik Rika menuju mobilnya. Setelah sampai di mobil, Putra lantas mendorong Rika untuk segera masuk. "Masuk!"Putra yang Rika kenal adalah sosok kakak yang sangat menyayangi adiknya. Berbeda sekali dengan sikap lelaki yang tengah bersamanya saat ini. Karena amarah kakaknya berubah kasar kepadanya.'Tuhan apapun yang terjadi nanti, tolong lindungi aku,' rapalnya dalam hati.Tidak ada percakapan di dalam mobil itu. Hanya deru mesin yang menghiasi perjalanan mereka.Rika hanya bisa pasrah dengan apa yang akan kakaknya itu lakukan kepadanya. Sedangkan, Putra terlihat begitu fokus dengan jalan.Tadi ketika setelah Putra menjenguk temannya, ia tak sengaja melihat adiknya itu. Gelagat wanita itu terlihat mencurigakan. Ditambah dengan pesan yang dikirim sang ayah untuk menjauhi adiknya.Melihat Rika yang menaiki mobil jemputan. Putra bergegas untuk mengikutinya diam-diam. Dan disinilah akhirnya ia berada.Putra berdiri didepan rumah itu beberapa saat untuk mengetahui apa yang akan adiknya lakukan. Namun, Jeritan kesakitan dan percakapan orang yang ada di dalam rumah itu membuat Putra sadar tempat apa yang adiknya datangi. Tempat hina, dimana orang-orang tidak bertanggungjawab membunuh bayi mereka yang bahkan belum lahir.Sepuluh menit kemudian, Putra menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang jarang di lalui kendaraan.Ia menatap tajam adiknya. Rika yang ditatap seperti itu hanya bisa menundukkan kepala."Apa yang mau kamu lakuin ditempat terkutuk itu Rika?" tanya Putra dengan nada dingin.Rika diam. Ia merasa bersalah terhadap kakaknya."Jawab!" Suara Putra meninggi membuat tubuh Rika gemetaran.Perempuan itu lantas mendongak, balas menatap kakaknya. Air mata sudah berderai di kedua pipinya."Hiks, hiks. Aku diusir sama ayah, kak," liriknya. Rika kembali menunduk.Sedangkan Putra hanya diam saja, menunggu kelanjutan ucapan dari Rika.Merasa kakaknya tidak memberikan Respon, Rika lantas melanjutkan ucapannya."A-aku hamil, kak," ucapnya sambil meremas kedua tangan yang ada di pangkuannya."Aku nggak mau anak ini kak! Aku benci dia! Kenapa dia harus hadir? Aku bahkan nggak tau siapa ayah dari anak ini," ucap Rika dengan penuh emosi. Rika merasa frustasi dengan dirinya sendiri."Aku mau bunuh dia, kak! Aku nggak mau dia! Aku mau dia mati! " ucap Rika dengan histeris sambil memukuli perutnya."Kamu mau dia mati? Oke. Bakalan kakak lakuin." Putra yang melihat adiknya seperti itu, semakin tersulut emosinya.Putra memposisikan tubuhnya kembali menghadap kedepan. Pandangan lelaki itu lurus ke depan dengan wajah yang masih datar.Putra memutar stir mobilnya untuk lebih menengah ke jalan. Lalu, pria itu menginjak dalam gas hingga mobil melaju dengan sangat kencang. Pria itu seperti kemasukan setan.Rika ketakutan, ia berpegangan dengan erat pegangan mobil yang ada di atas kepalanya.'Maafkan aku ya Tuhan. Maafkan aku,' rapalnya dalam hati.Ia tidak mau mati hari ini. Ia masih mau hidup. Ia hanya ingin anak yang ada didalam kandungannya yang mati."Kak, sadar kak! Rika minta maaf. Rika janji nggak akan ke tempat itu lagi." Perkataan Rika sama sekali tidak didengarkan oleh Putra. Pria itu masih melajukan mobil dengan kecepatan penuh.Sampai akhirnya, di sebuah perempatan jalan sebuah truk melaju dari kiri jalan. Truk itu juga melaku dengan cepat. Putra langsung menginjak rem, namun mobilnya masih sada melaju dengan kencang.Citt...Di tempat lainSeorang pria tengah memuntahkan isi perutnya di kamar mandi ruang kantornya. Ia adalah Jevan. Sudah sejak pagi ia muntah-muntah. Tubuh Jevan terasa lemas, sedari tadi juga tidak ada makanan yang bisa masuk ke perutnya. Setelah merasa tidak akan muntah lagi, Jevan kembali ke ruangannya. Merebahkan diri di atas sofa ruangan itu. Jevan menghela nafas berat. Energinya sudah terkuras habis. "Gue kenapa sih? YaTuhan."Saat Jevan tengah berusaha memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar. "Jev, ayo pulang."Dua orang lelaki muncul dibalik pintu itu. Seorang lelaki berusia awal lima puluhan itu mendekat ke arah Jevan yang masih berbaring. "Ayah, Jevan sakit," ucapnya dengan nada manja. Memang ketika sakit, Jevan akan berubah menjadi sosok yang sangat manja, apalagi terhadap ibunya. Sedangkan, lelaki yang usianya terpaut tiga tahun dengan Jevan itu juga ikut mendekat. "Apanya yang sakit?" tanya Tora, ayah Jevan, dengan nada khawatir. Pria paruh baya itu lantas m
Disinilah Jevan berada, di rumah Rika, ia disambut oleh seorang perempuan seusia ibunya. Perempuan itu begitu cantik dan mirip dengan Rika. Jevan yakin dia adalah ibu dari Rika. Ia memperoleh alamat Rika dari teman kos perempuan itu. Setelah ia keluar dari rumah sakit, ayahnya mendesak untuk segera menemui wanita yang pernah di tiduri Jevan. Jevan bahkan sempat dipukuli ayahnya karena perbuatan Jevan yang dinilai tidak bertanggungjawab. "Nyari siapa ya?" tanya wanita itu dengan nada ramah. "Emm, Rika nya ada tante?" Pertanyaan Jevan membuat wajah perempuan itu menjadi sendu. Ia jadi teringat anaknya yang entah berada dimana saat ini. Sudah sebulan lamanya ia tidak bertemu Rika, setelah kejadian di rumah sakit itu. "Rika udah nggak tinggal disini lagi. Kamu siapanya Rika? Ada perlu apa nyariin Rika?" tanya wanita itu. "Siapa, mah?" Heri muncul dari belakang tubuh Jevan. Lelaki itu baru saja pulang dari bertemu klien untuk membahas terkait pembangunan restoran baru yang akan merek
"Rika," lirih Jevan. Jevan segera berlari mengejar wanita yang mirip Rika itu. Karena, jarak yang belum terlalu jauh, sehingga memudahkan Jevan untuk segera sampai di dekat wanita itu. Jevan berhenti beberapa langkah dari lelaki yang mendorong kursi roda Rika. Lalu, leleki itu mencoba mengatur nafasnya terengah-engah."Rika?" sapa Jevan setelah berada di samping kursi roda Rika. Rika terkejut dengan keberadaan Jevan. "Je-jevan?" Rika tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Jevan. Dengan keadaan dirinya yang tengah berbadan dua.Putra, lelaki yang sedari tadi mendorong kursi roda Rika, menghentikan jalannya. "Siapa, dek?" tanya Putra penasaran. Pasalnya ia belum sekalipun pernah bertemu dengan Jevan. Dan Putra mengenal hampir semua teman semasa sekolah Rika. Mungkin teman kuliahnya, batin Putra."Temen kuliah aku, Kak.""Hai, apa kabar, Jev?" Rika menyapa Jevan dengan nada canggung. Rika bingung harus bersikap bagaimana kepada temannya itu. Putra yang menatap gelagat aneh dari ad
Duk!Seorang wanita meringis kesakitan, akibat keningnya yang terantuk punggung dengan cukup keras.Ditambah lagi efek dari minuman keras yang ia minum semalam, membuat kepalanya semakin pusing.“Aduh!” ucap wanita sambil mengusap keningnya.Rika, wanita itu mencoba mengubah posisi tidurnya untuk berbaring. Namun, ia kembali meringis. Area kewanitaan miliknya terasa sakit dan tidak nyaman.“Kenapa sih gue?” kata Rika.Rika belum menyadari keadaan dirinya saat ini yang tengah berbaring dengan seorang lelaki disampingnya. Bahkan, ia juga tidak sadar bahwa dia tidak mengenakan sehelai benang pun, kecuali selimut yang menutupi tubuh polosnya.Merasa hawa dingin dari air conditioner yang menusuk, Rika kembali membetulkan letak selimut yang sedikit melorot dari tubuhnya. Ketika Rika menarik selimut, matanya menangkap dua bukit kembarnya yang terekspos begitu saja, tanpa adanya bra yang melindungi.Kedua mata Rika seketika melotot. ‘Astaga! Apa yang udah gue lakukan?’ tanyanya dalam hati.[F
Waktu begitu cepat berlalu. Sudah dua bulan setelah kejadian malam itu, malam yang membuat Risa kehilangan keperawanannya. Selama dua bulan ini, Rika mencoba menjauh dari teman-temannya. Ia memblokir semua kontak teman semasa kuliahnya. Alasannya, karena ia malu dan takut jika teman-temannya menanyakan kejadian malam itu. Ia akan merasa kebingungan untuk menjelaskan. Pagi ini seperti biasanya, Rika akan ikut ayahnya untuk bekerja di pabrik konfeksi milik ayahnya. Sebetulnya, Rika tidak bekerja seperti karyawan biasa. Melainkan saat ini Rika tengah belajar untuk mengurus pabrik itu. Sebagai anak terakhir, Rika diberikan tanggungjawab oleh ayahnya untuk melanjutkan pabrik itu. "Selamat pagi, ibu," sapa Rika sambil memberikan kecupan hangat pada pipi kiri ibunya yang tengah duduk di kursi meja makan."Ibu sudah menunggu kamu sama ayah kamu dari tadi. Kenapa lama banget, sih. Ini juga kemana ayah kamu? Coba aku panggil ayah kamu di kamar!" ucap Mawar, ibu Rika, dengan nada kesal. Baga
"Rika," lirih Jevan. Jevan segera berlari mengejar wanita yang mirip Rika itu. Karena, jarak yang belum terlalu jauh, sehingga memudahkan Jevan untuk segera sampai di dekat wanita itu. Jevan berhenti beberapa langkah dari lelaki yang mendorong kursi roda Rika. Lalu, leleki itu mencoba mengatur nafasnya terengah-engah."Rika?" sapa Jevan setelah berada di samping kursi roda Rika. Rika terkejut dengan keberadaan Jevan. "Je-jevan?" Rika tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Jevan. Dengan keadaan dirinya yang tengah berbadan dua.Putra, lelaki yang sedari tadi mendorong kursi roda Rika, menghentikan jalannya. "Siapa, dek?" tanya Putra penasaran. Pasalnya ia belum sekalipun pernah bertemu dengan Jevan. Dan Putra mengenal hampir semua teman semasa sekolah Rika. Mungkin teman kuliahnya, batin Putra."Temen kuliah aku, Kak.""Hai, apa kabar, Jev?" Rika menyapa Jevan dengan nada canggung. Rika bingung harus bersikap bagaimana kepada temannya itu. Putra yang menatap gelagat aneh dari ad
Disinilah Jevan berada, di rumah Rika, ia disambut oleh seorang perempuan seusia ibunya. Perempuan itu begitu cantik dan mirip dengan Rika. Jevan yakin dia adalah ibu dari Rika. Ia memperoleh alamat Rika dari teman kos perempuan itu. Setelah ia keluar dari rumah sakit, ayahnya mendesak untuk segera menemui wanita yang pernah di tiduri Jevan. Jevan bahkan sempat dipukuli ayahnya karena perbuatan Jevan yang dinilai tidak bertanggungjawab. "Nyari siapa ya?" tanya wanita itu dengan nada ramah. "Emm, Rika nya ada tante?" Pertanyaan Jevan membuat wajah perempuan itu menjadi sendu. Ia jadi teringat anaknya yang entah berada dimana saat ini. Sudah sebulan lamanya ia tidak bertemu Rika, setelah kejadian di rumah sakit itu. "Rika udah nggak tinggal disini lagi. Kamu siapanya Rika? Ada perlu apa nyariin Rika?" tanya wanita itu. "Siapa, mah?" Heri muncul dari belakang tubuh Jevan. Lelaki itu baru saja pulang dari bertemu klien untuk membahas terkait pembangunan restoran baru yang akan merek
Di tempat lainSeorang pria tengah memuntahkan isi perutnya di kamar mandi ruang kantornya. Ia adalah Jevan. Sudah sejak pagi ia muntah-muntah. Tubuh Jevan terasa lemas, sedari tadi juga tidak ada makanan yang bisa masuk ke perutnya. Setelah merasa tidak akan muntah lagi, Jevan kembali ke ruangannya. Merebahkan diri di atas sofa ruangan itu. Jevan menghela nafas berat. Energinya sudah terkuras habis. "Gue kenapa sih? YaTuhan."Saat Jevan tengah berusaha memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar. "Jev, ayo pulang."Dua orang lelaki muncul dibalik pintu itu. Seorang lelaki berusia awal lima puluhan itu mendekat ke arah Jevan yang masih berbaring. "Ayah, Jevan sakit," ucapnya dengan nada manja. Memang ketika sakit, Jevan akan berubah menjadi sosok yang sangat manja, apalagi terhadap ibunya. Sedangkan, lelaki yang usianya terpaut tiga tahun dengan Jevan itu juga ikut mendekat. "Apanya yang sakit?" tanya Tora, ayah Jevan, dengan nada khawatir. Pria paruh baya itu lantas m
Disinilah Rika berada. Di sebuah Rumah bercat putih dengan pagar besi yang sudah tua. Rumah yang berada jauh dari pemukiman penduduk. Rika berdiri di depan Rumah itu. Mencoba mencocokkan rumah itu dengan gambar yang ada di smartphone miliknya. Ia menghela nafas beberapa kali. "Huh, baiklah Rika. Semua masalahmu akan terselesaikan disini," ucapnya meyakinkan diri. Jika boleh jujur ia sangat takut dengan efek yang ditimbulkan dari tindakannya saat ini. Ia lantas mengusap perut yang terdapat janin di dalamnya. "Maaf, saya nggak akan bisa merawat kamu. Saya masih ingin melanjutkan mimpi saya tanpa kamu, " kata Rika kepada janin yang ada didalam perutnya. Wanita itu seolah-olah tengah meminta maaf kepada janin yang tumbuh di perutnya. Dengan mantap ia melangkah untuk masuk ke rumah itu. Ya, saat ini Rika tengah berada ditempat aborsi illegal. Ia berencana menggugurkan kandungannya demi bisa kembali melanjutkan kehidupan yang ia mau. Tadi, ketika berada di rumah sakit ia mencari infor
Waktu begitu cepat berlalu. Sudah dua bulan setelah kejadian malam itu, malam yang membuat Risa kehilangan keperawanannya. Selama dua bulan ini, Rika mencoba menjauh dari teman-temannya. Ia memblokir semua kontak teman semasa kuliahnya. Alasannya, karena ia malu dan takut jika teman-temannya menanyakan kejadian malam itu. Ia akan merasa kebingungan untuk menjelaskan. Pagi ini seperti biasanya, Rika akan ikut ayahnya untuk bekerja di pabrik konfeksi milik ayahnya. Sebetulnya, Rika tidak bekerja seperti karyawan biasa. Melainkan saat ini Rika tengah belajar untuk mengurus pabrik itu. Sebagai anak terakhir, Rika diberikan tanggungjawab oleh ayahnya untuk melanjutkan pabrik itu. "Selamat pagi, ibu," sapa Rika sambil memberikan kecupan hangat pada pipi kiri ibunya yang tengah duduk di kursi meja makan."Ibu sudah menunggu kamu sama ayah kamu dari tadi. Kenapa lama banget, sih. Ini juga kemana ayah kamu? Coba aku panggil ayah kamu di kamar!" ucap Mawar, ibu Rika, dengan nada kesal. Baga
Duk!Seorang wanita meringis kesakitan, akibat keningnya yang terantuk punggung dengan cukup keras.Ditambah lagi efek dari minuman keras yang ia minum semalam, membuat kepalanya semakin pusing.“Aduh!” ucap wanita sambil mengusap keningnya.Rika, wanita itu mencoba mengubah posisi tidurnya untuk berbaring. Namun, ia kembali meringis. Area kewanitaan miliknya terasa sakit dan tidak nyaman.“Kenapa sih gue?” kata Rika.Rika belum menyadari keadaan dirinya saat ini yang tengah berbaring dengan seorang lelaki disampingnya. Bahkan, ia juga tidak sadar bahwa dia tidak mengenakan sehelai benang pun, kecuali selimut yang menutupi tubuh polosnya.Merasa hawa dingin dari air conditioner yang menusuk, Rika kembali membetulkan letak selimut yang sedikit melorot dari tubuhnya. Ketika Rika menarik selimut, matanya menangkap dua bukit kembarnya yang terekspos begitu saja, tanpa adanya bra yang melindungi.Kedua mata Rika seketika melotot. ‘Astaga! Apa yang udah gue lakukan?’ tanyanya dalam hati.[F