Disinilah Jevan berada, di rumah Rika, ia disambut oleh seorang perempuan seusia ibunya. Perempuan itu begitu cantik dan mirip dengan Rika. Jevan yakin dia adalah ibu dari Rika.
Ia memperoleh alamat Rika dari teman kos perempuan itu. Setelah ia keluar dari rumah sakit, ayahnya mendesak untuk segera menemui wanita yang pernah di tiduri Jevan. Jevan bahkan sempat dipukuli ayahnya karena perbuatan Jevan yang dinilai tidak bertanggungjawab."Nyari siapa ya?" tanya wanita itu dengan nada ramah."Emm, Rika nya ada tante?"Pertanyaan Jevan membuat wajah perempuan itu menjadi sendu. Ia jadi teringat anaknya yang entah berada dimana saat ini. Sudah sebulan lamanya ia tidak bertemu Rika, setelah kejadian di rumah sakit itu."Rika udah nggak tinggal disini lagi. Kamu siapanya Rika? Ada perlu apa nyariin Rika?" tanya wanita itu."Siapa, mah?" Heri muncul dari belakang tubuh Jevan. Lelaki itu baru saja pulang dari bertemu klien untuk membahas terkait pembangunan restoran baru yang akan mereka kelola."Siang om, saya temannya Rika," ucap Jevan sambil menyalami Heri."Mau apa kamu mencari anak saya?""Mmm anu om, itu... Saya ada perlu penting sama Rika," kata Jevan terbata-bata."Perlu apa? Dia sudah pergi dari rumah ini.""Apa jangan-jangan kamu lelaki itu. Lelaki yang sudah hamilin Rika?!"Jevan yang ditanya seperti itu kebingungan, jika menjawab jujur apakah ia akan mendapatkan bogeman dari ayah Rika. Namun, ia tetap harus jujur, jika tidak ia tidak akan tahu dimana Rika berada."Jadi Rika beneran hamil, om?""Ohh, jadi beneran kamu yang udah hamilin anak saya? kurang ajar!"Jevan tidak mampu menghindar dari pukulan yang diberikan Heri. Berkali-kali pria paruh baya itu memberikan Bogeman nya ke wajah dan perut Jevan. Hingga akhirnya Jevan jatuh tersungkur. Pipinya sudah penuh dengan lebam. Ia bahkan sudah terbatuk-batuk akibat dari tendangan Heri."Kurang ajar ya kamu!" ucap Heri yang masih terus memukuli Jevan."Udah, Yah. Ayah udah! bisa mati anak orang," teriak mawar sambil menarik tangan suaminya."Pergi kamu dari sini!" Heri mengusir Jevan.Mawar lantas menuntun suaminya untuk masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Jevan yang masih terkapar di lantai.Jevan merasakan badannya remuk, tulang-tulang yang tersusun didalam tubuhnya seakan rontok semua. Ia mencoba bangkit. Dengan tertatih-tatih Jevan berjalan ke arah mobilnya.Suara orang berlari mendekat ke arah nya."Nak, tunggu!" suara Mawar menghentikan langkah Jevan."Tante minta tolong ya sama kamu. Tolong bawa Rika pulang," ujar Mawar. Wanita itu kini memegang kegua tangan Jevan, sambil menangis memikirkan nasib anaknya."Tante takut dia kenapa-kenapa, nak. Tolong cari dia sampai ketemu.""Pasti tante, saya akan berusaha semaksimal mungkin buat nyari Rika. Jevan minta maaf ya tante, sudah bikin anak tante seperti itu."Wanita itu mengangguk, air matanya masih terus turun. "Makasih ya nak, kalo nanti sudah ketemu hubungi tante ya. Ini nomer tante." Mawar menyerahkan sesobek kertas yang bertuliskan nomor ponselnya."Kalo nanti kamu nggak siap buat nikahin anak tante, cukup bawa dia pulang, biar tante sendiri yang rawat anak dan cucu saya," kata Mawar sebelum ia kembali masuk rumah, meninggalkan Jevan dengan pikirannya.Helaan nafas terdengar dari mulut lelaki itu. "Jevan pasti nikahin Rika, tan." Jevan sangat yakin dengan apa yang akan dia lakukan.***Waktu berjalan begitu cepat. Sudah tujuh bulan lamanya Jevan mencari Rika. Namun, tak ada jejak dari wanita itu. Jevan sudah mengobrak-abrik kota ini. Ia juga sudah bertanya kepada semua kenalan Rika, namun tak ada seorang pun yang tahu keberadaan perempuan itu.Seakan-akan Rika benar-benar hilang ditelan bumi."Kemana lagi aku harus nyari kamu, Rika?" Jevan sudah sangat lelah. Setiap hari, sepulang dari kantor ia akan berkeliling kota, menyusuri gang sempit untuk mencari Rika.Saat ini Jevan bekerja sebagai seorang web development di salah satu perusahaan IT. Sudah lima bulan lamanya Jevan menekuni pekerjaannya itu. Berkat bantuan dari Tyo, ia bisa memiliki ijasah yang tertinggal di rumah, sehingga ia bisa mendaftar pekerjaan itu.Sore ini, Jevan kembali mencari Rika. Dengan mobil HRV milik kakaknya, ia ikut mengantri di jalan raya yang penuh sesak itu.Saat ini Jevan tengah menunggu warna lampu lalu lintas menjadi hijau. Mobil HRV yang ditumpangi Jevan berada di posisi paling depan, sehingga memudahkan lelaki itu untuk menyeberang jalan.Traffic light berubah warna menjadi hijau. Jevan menginjak gas mobilnya. Namun, ia tidak sadar ada sebuah mobil berwarna silver tengah melaju kencang dari jalur kanan.Suara decitan antara ban mobil dengan aspal jalan begitu memekakkan telinga. Miris untuk didengar.Tabrakan pun tak bisa dihindari. Mobil Jevan terseret beberapa meter kearah kiri, hingga menabrak pohon di bahu jalan.Orang yang menyaksikan kejadian itu merasa miris, mereka berbondong-bondong mendekati kedua mobil itu.Seseorang segera menghubungi ambulans untuk membantu para korban.Beruntungnya Jevan, ia tidak terluka begitu parah, hanya dahinya saja yang tergores percikan kaca mobil.Jevan tidak terluka parah, karena mobil yang menabraknya tadi mengenai badan mobilnya bagian belakang. Sedangkan sisi kiri depan mobil yang menabrak pohon. Jadi, tubuh Jevan tidak terkena benturan yang terlalu keras.Beberapa menit kemudian mobil ambulan datang dan membawa mereka ke rumah sakit terdekat.Di rumah sakit, Jevan hanya mendapatkan empat jahitan di jidat kirinya. Sedangkan, orang yang menabrak Jevan masih terbaring tidak sadarkan diri di ruang operasi."Gue harus hubungin bang Tyo." Jevan mencari kontak nomer kakaknya."Halo, bang. Bang gue habis kecelakaan.""Kecelakaan? Kok bisa? Keadaan lo gimana?"Jevan pun menceritakan kronologi kejadian kecelakaannya. Tak lupa ia juga menceritakan keadaan mobil kakaknya yang sudah ringsek."Apa?! Jadi mobil gue hancur?" suara Tyo terdengar panik diseberang sana.Jevan meluruskan kakinya, ia saat ini tengah duduk di bangku lorong rumah sakit."Sorry bang, janji deh gue ganti." Jevan memijat keningnya sambil menutup mata. Meskipun ia tidak terkena benturan yang keras, namun efek dari guncangan dari mobil itu membuatnya pusing."Lo nggak khawatir sama keadaan gue apa?"Saat ia membuka mata tak sengaja ia melihat seorang perempuan dengan perut buncit tengah duduk di kursi roda. Seorang lelaki membantu perempuan itu untuk mendorong kursi roda yang ia naiki.Perempuan itu terlihat familiar bagi Jevan. Walaupun ukuran tubuh wanita itu tidak seperti terakhir kali mereka bertemu, namun Jevan masih mengenali perempuan itu."Rika!""Rika," lirih Jevan. Jevan segera berlari mengejar wanita yang mirip Rika itu. Karena, jarak yang belum terlalu jauh, sehingga memudahkan Jevan untuk segera sampai di dekat wanita itu. Jevan berhenti beberapa langkah dari lelaki yang mendorong kursi roda Rika. Lalu, leleki itu mencoba mengatur nafasnya terengah-engah."Rika?" sapa Jevan setelah berada di samping kursi roda Rika. Rika terkejut dengan keberadaan Jevan. "Je-jevan?" Rika tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Jevan. Dengan keadaan dirinya yang tengah berbadan dua.Putra, lelaki yang sedari tadi mendorong kursi roda Rika, menghentikan jalannya. "Siapa, dek?" tanya Putra penasaran. Pasalnya ia belum sekalipun pernah bertemu dengan Jevan. Dan Putra mengenal hampir semua teman semasa sekolah Rika. Mungkin teman kuliahnya, batin Putra."Temen kuliah aku, Kak.""Hai, apa kabar, Jev?" Rika menyapa Jevan dengan nada canggung. Rika bingung harus bersikap bagaimana kepada temannya itu. Putra yang menatap gelagat aneh dari ad
Duk!Seorang wanita meringis kesakitan, akibat keningnya yang terantuk punggung dengan cukup keras.Ditambah lagi efek dari minuman keras yang ia minum semalam, membuat kepalanya semakin pusing.“Aduh!” ucap wanita sambil mengusap keningnya.Rika, wanita itu mencoba mengubah posisi tidurnya untuk berbaring. Namun, ia kembali meringis. Area kewanitaan miliknya terasa sakit dan tidak nyaman.“Kenapa sih gue?” kata Rika.Rika belum menyadari keadaan dirinya saat ini yang tengah berbaring dengan seorang lelaki disampingnya. Bahkan, ia juga tidak sadar bahwa dia tidak mengenakan sehelai benang pun, kecuali selimut yang menutupi tubuh polosnya.Merasa hawa dingin dari air conditioner yang menusuk, Rika kembali membetulkan letak selimut yang sedikit melorot dari tubuhnya. Ketika Rika menarik selimut, matanya menangkap dua bukit kembarnya yang terekspos begitu saja, tanpa adanya bra yang melindungi.Kedua mata Rika seketika melotot. ‘Astaga! Apa yang udah gue lakukan?’ tanyanya dalam hati.[F
Waktu begitu cepat berlalu. Sudah dua bulan setelah kejadian malam itu, malam yang membuat Risa kehilangan keperawanannya. Selama dua bulan ini, Rika mencoba menjauh dari teman-temannya. Ia memblokir semua kontak teman semasa kuliahnya. Alasannya, karena ia malu dan takut jika teman-temannya menanyakan kejadian malam itu. Ia akan merasa kebingungan untuk menjelaskan. Pagi ini seperti biasanya, Rika akan ikut ayahnya untuk bekerja di pabrik konfeksi milik ayahnya. Sebetulnya, Rika tidak bekerja seperti karyawan biasa. Melainkan saat ini Rika tengah belajar untuk mengurus pabrik itu. Sebagai anak terakhir, Rika diberikan tanggungjawab oleh ayahnya untuk melanjutkan pabrik itu. "Selamat pagi, ibu," sapa Rika sambil memberikan kecupan hangat pada pipi kiri ibunya yang tengah duduk di kursi meja makan."Ibu sudah menunggu kamu sama ayah kamu dari tadi. Kenapa lama banget, sih. Ini juga kemana ayah kamu? Coba aku panggil ayah kamu di kamar!" ucap Mawar, ibu Rika, dengan nada kesal. Baga
Disinilah Rika berada. Di sebuah Rumah bercat putih dengan pagar besi yang sudah tua. Rumah yang berada jauh dari pemukiman penduduk. Rika berdiri di depan Rumah itu. Mencoba mencocokkan rumah itu dengan gambar yang ada di smartphone miliknya. Ia menghela nafas beberapa kali. "Huh, baiklah Rika. Semua masalahmu akan terselesaikan disini," ucapnya meyakinkan diri. Jika boleh jujur ia sangat takut dengan efek yang ditimbulkan dari tindakannya saat ini. Ia lantas mengusap perut yang terdapat janin di dalamnya. "Maaf, saya nggak akan bisa merawat kamu. Saya masih ingin melanjutkan mimpi saya tanpa kamu, " kata Rika kepada janin yang ada didalam perutnya. Wanita itu seolah-olah tengah meminta maaf kepada janin yang tumbuh di perutnya. Dengan mantap ia melangkah untuk masuk ke rumah itu. Ya, saat ini Rika tengah berada ditempat aborsi illegal. Ia berencana menggugurkan kandungannya demi bisa kembali melanjutkan kehidupan yang ia mau. Tadi, ketika berada di rumah sakit ia mencari infor
Di tempat lainSeorang pria tengah memuntahkan isi perutnya di kamar mandi ruang kantornya. Ia adalah Jevan. Sudah sejak pagi ia muntah-muntah. Tubuh Jevan terasa lemas, sedari tadi juga tidak ada makanan yang bisa masuk ke perutnya. Setelah merasa tidak akan muntah lagi, Jevan kembali ke ruangannya. Merebahkan diri di atas sofa ruangan itu. Jevan menghela nafas berat. Energinya sudah terkuras habis. "Gue kenapa sih? YaTuhan."Saat Jevan tengah berusaha memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar. "Jev, ayo pulang."Dua orang lelaki muncul dibalik pintu itu. Seorang lelaki berusia awal lima puluhan itu mendekat ke arah Jevan yang masih berbaring. "Ayah, Jevan sakit," ucapnya dengan nada manja. Memang ketika sakit, Jevan akan berubah menjadi sosok yang sangat manja, apalagi terhadap ibunya. Sedangkan, lelaki yang usianya terpaut tiga tahun dengan Jevan itu juga ikut mendekat. "Apanya yang sakit?" tanya Tora, ayah Jevan, dengan nada khawatir. Pria paruh baya itu lantas m
"Rika," lirih Jevan. Jevan segera berlari mengejar wanita yang mirip Rika itu. Karena, jarak yang belum terlalu jauh, sehingga memudahkan Jevan untuk segera sampai di dekat wanita itu. Jevan berhenti beberapa langkah dari lelaki yang mendorong kursi roda Rika. Lalu, leleki itu mencoba mengatur nafasnya terengah-engah."Rika?" sapa Jevan setelah berada di samping kursi roda Rika. Rika terkejut dengan keberadaan Jevan. "Je-jevan?" Rika tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Jevan. Dengan keadaan dirinya yang tengah berbadan dua.Putra, lelaki yang sedari tadi mendorong kursi roda Rika, menghentikan jalannya. "Siapa, dek?" tanya Putra penasaran. Pasalnya ia belum sekalipun pernah bertemu dengan Jevan. Dan Putra mengenal hampir semua teman semasa sekolah Rika. Mungkin teman kuliahnya, batin Putra."Temen kuliah aku, Kak.""Hai, apa kabar, Jev?" Rika menyapa Jevan dengan nada canggung. Rika bingung harus bersikap bagaimana kepada temannya itu. Putra yang menatap gelagat aneh dari ad
Disinilah Jevan berada, di rumah Rika, ia disambut oleh seorang perempuan seusia ibunya. Perempuan itu begitu cantik dan mirip dengan Rika. Jevan yakin dia adalah ibu dari Rika. Ia memperoleh alamat Rika dari teman kos perempuan itu. Setelah ia keluar dari rumah sakit, ayahnya mendesak untuk segera menemui wanita yang pernah di tiduri Jevan. Jevan bahkan sempat dipukuli ayahnya karena perbuatan Jevan yang dinilai tidak bertanggungjawab. "Nyari siapa ya?" tanya wanita itu dengan nada ramah. "Emm, Rika nya ada tante?" Pertanyaan Jevan membuat wajah perempuan itu menjadi sendu. Ia jadi teringat anaknya yang entah berada dimana saat ini. Sudah sebulan lamanya ia tidak bertemu Rika, setelah kejadian di rumah sakit itu. "Rika udah nggak tinggal disini lagi. Kamu siapanya Rika? Ada perlu apa nyariin Rika?" tanya wanita itu. "Siapa, mah?" Heri muncul dari belakang tubuh Jevan. Lelaki itu baru saja pulang dari bertemu klien untuk membahas terkait pembangunan restoran baru yang akan merek
Di tempat lainSeorang pria tengah memuntahkan isi perutnya di kamar mandi ruang kantornya. Ia adalah Jevan. Sudah sejak pagi ia muntah-muntah. Tubuh Jevan terasa lemas, sedari tadi juga tidak ada makanan yang bisa masuk ke perutnya. Setelah merasa tidak akan muntah lagi, Jevan kembali ke ruangannya. Merebahkan diri di atas sofa ruangan itu. Jevan menghela nafas berat. Energinya sudah terkuras habis. "Gue kenapa sih? YaTuhan."Saat Jevan tengah berusaha memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar. "Jev, ayo pulang."Dua orang lelaki muncul dibalik pintu itu. Seorang lelaki berusia awal lima puluhan itu mendekat ke arah Jevan yang masih berbaring. "Ayah, Jevan sakit," ucapnya dengan nada manja. Memang ketika sakit, Jevan akan berubah menjadi sosok yang sangat manja, apalagi terhadap ibunya. Sedangkan, lelaki yang usianya terpaut tiga tahun dengan Jevan itu juga ikut mendekat. "Apanya yang sakit?" tanya Tora, ayah Jevan, dengan nada khawatir. Pria paruh baya itu lantas m
Disinilah Rika berada. Di sebuah Rumah bercat putih dengan pagar besi yang sudah tua. Rumah yang berada jauh dari pemukiman penduduk. Rika berdiri di depan Rumah itu. Mencoba mencocokkan rumah itu dengan gambar yang ada di smartphone miliknya. Ia menghela nafas beberapa kali. "Huh, baiklah Rika. Semua masalahmu akan terselesaikan disini," ucapnya meyakinkan diri. Jika boleh jujur ia sangat takut dengan efek yang ditimbulkan dari tindakannya saat ini. Ia lantas mengusap perut yang terdapat janin di dalamnya. "Maaf, saya nggak akan bisa merawat kamu. Saya masih ingin melanjutkan mimpi saya tanpa kamu, " kata Rika kepada janin yang ada didalam perutnya. Wanita itu seolah-olah tengah meminta maaf kepada janin yang tumbuh di perutnya. Dengan mantap ia melangkah untuk masuk ke rumah itu. Ya, saat ini Rika tengah berada ditempat aborsi illegal. Ia berencana menggugurkan kandungannya demi bisa kembali melanjutkan kehidupan yang ia mau. Tadi, ketika berada di rumah sakit ia mencari infor
Waktu begitu cepat berlalu. Sudah dua bulan setelah kejadian malam itu, malam yang membuat Risa kehilangan keperawanannya. Selama dua bulan ini, Rika mencoba menjauh dari teman-temannya. Ia memblokir semua kontak teman semasa kuliahnya. Alasannya, karena ia malu dan takut jika teman-temannya menanyakan kejadian malam itu. Ia akan merasa kebingungan untuk menjelaskan. Pagi ini seperti biasanya, Rika akan ikut ayahnya untuk bekerja di pabrik konfeksi milik ayahnya. Sebetulnya, Rika tidak bekerja seperti karyawan biasa. Melainkan saat ini Rika tengah belajar untuk mengurus pabrik itu. Sebagai anak terakhir, Rika diberikan tanggungjawab oleh ayahnya untuk melanjutkan pabrik itu. "Selamat pagi, ibu," sapa Rika sambil memberikan kecupan hangat pada pipi kiri ibunya yang tengah duduk di kursi meja makan."Ibu sudah menunggu kamu sama ayah kamu dari tadi. Kenapa lama banget, sih. Ini juga kemana ayah kamu? Coba aku panggil ayah kamu di kamar!" ucap Mawar, ibu Rika, dengan nada kesal. Baga
Duk!Seorang wanita meringis kesakitan, akibat keningnya yang terantuk punggung dengan cukup keras.Ditambah lagi efek dari minuman keras yang ia minum semalam, membuat kepalanya semakin pusing.“Aduh!” ucap wanita sambil mengusap keningnya.Rika, wanita itu mencoba mengubah posisi tidurnya untuk berbaring. Namun, ia kembali meringis. Area kewanitaan miliknya terasa sakit dan tidak nyaman.“Kenapa sih gue?” kata Rika.Rika belum menyadari keadaan dirinya saat ini yang tengah berbaring dengan seorang lelaki disampingnya. Bahkan, ia juga tidak sadar bahwa dia tidak mengenakan sehelai benang pun, kecuali selimut yang menutupi tubuh polosnya.Merasa hawa dingin dari air conditioner yang menusuk, Rika kembali membetulkan letak selimut yang sedikit melorot dari tubuhnya. Ketika Rika menarik selimut, matanya menangkap dua bukit kembarnya yang terekspos begitu saja, tanpa adanya bra yang melindungi.Kedua mata Rika seketika melotot. ‘Astaga! Apa yang udah gue lakukan?’ tanyanya dalam hati.[F