"Kamu cepat sekali, Jack?" Green bertanya heran saat Jack keluar dari mobil usang itu. Dia tidak sadar jika Jack memang sudah berada di wilayah apartemen.
"Kebetulan aku berada di sekitar sini, soalnya bosan dengan ospek." Jack mengalihkan pandangannya pada Hana dan tersenyum ramah padanya.
Hana menatapnya, sepertinya Jack terlihat lebih dewasa dari dia dan Green. "Halo, Kak Jack. Saya Hana, istri Green." Hana memperkenalkan diri dengan sopan.
"Oh, halo juga! Panggil saja saya Jack. Saya cukup terkejut tadi di lapangan bahwa ternyata Green sudah memiliki istri."
Hana sedikit tidak nyaman mendengarnya. Itu berarti Green tidak pernah bercerita tentangnya pada mereka selama dua bulan ini.
"Apa ini karena Green sempat merasa tertarik pada Julia makanya dia menyembunyikan statusnya yang sudah menjadi suami orang?" Hana menduga di dalam hati.
Harusnya Hana berpikir
Sementara mendengar ucapan Ryan barusan, Marcell langsung mengalihkan pandangannya padanya. Dia baru tahu bahwa Ryan adalah sepupu dari Hana. Tidak ada salahnya juga jika dia menyelesaikan misi. Dia pasti akan menjadi juara pertama, karena mereka yang dimintai tanda tangan olehnya pasti tidak berani meminta syarat yang macam-macam. Dengan begitu, besok malam dia akan makan malam bersama Hana. Sejak dua bulan lalu sulit sekali baginya untuk bisa dekat dengan Hana. Hana seolah tak terjamah. Marcell akan mengambil segala kesempatan yang ada untuk bisa dekat dengannya. Kini tiba saatnya para senior itu membagi pasangan. Senior itu membagi dengan cepat. Tetapi untuk Marcell ada perlakuan khusus. Mereka akan memberikan pasangan yang paling cantik untuknya. Mereka melihat ada dua gadis tecantik di sana. "Kamu, siapa namanya?" tanya senior itu pada seorang junior perempuan. "Saya Veronika Milan, Kak," ucap Veronika.
"Aku sudah menelepon Hana, sebentar lagi dia akan kemari," ucap Gerry lalu menyimpan ponselnya."Baguslah," jawab Erina. "Anton, mungkin Gerry dan Rudy telah membuat kekeliruan, tetapi coba kamu pikir dengan jujur, apa mungkin hal ini sama sekali tidak berkaitan dengan putusnya Hana dengan Marcell? Bukankah harusnya Tuan Albert memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum memutuskan kerja sama? Tetapi lihat sendiri, dia langsung membuang kita! Pasti ada kebencian di sana!"Anton tampak mengerutkan kening. Walaupun dia selalu membantah perkataan Rudy dan Gerry soal keluarga Williams yang membalas dendam, tetapi sebenarnya waktu itu dia juga mengkhawatirkan hal yang sama ketika Hana hendak meminta putus dari Marcell. Tetapi melihat Marcell tetap bersikap baik pada Hana setelah diputuskan, pikiran itu perlahan menghilang."Itu tidak benar," ucap Anton tetap kukuh.Mereka terus berdebat, hingga akhirnya
Brak! Erina menggebrak meja, membuat semua orang beralih menatapnya. "Hana! Ada apa denganmu! Jadi kamu tega membiarkan keluarga besar Winata hancur hanya demi percintaanmu dengan pemuda penyakitan ini?" Erina sungguh marah. Perusahaan sudah mau bangkrut dan cucu perempuannya itu masih tetap saja keras kepala. Hana mengerutkan bibirnya. "Nenek bilang 'hanya demi percintaan'? Apa Nenek tidak sadar? Kalau Green tidak mencintaiku, dia tidak akan mungkin tanpa ragu masuk ke dalam bus yang sebentar lagi pasti akan masuk ke jurang yang dalam hanya untuk menyelamatkanku! Gara-gara rasa cinta Green padaku, itulah yang membuat nyawaku selamat! Jadi Nenek masih bilang itu 'hanya demi'? Apa jangan-jangan nyawaku tidak begitu penting bagi Nenek?" ucap Hana menyudutkan. "Aku tidak bermaksud seperti itu!" sangkal Erina dengan cepat. "Tentu saja nyawamu berharga bagi Nenek. Tetapi perusahaan saat ini sedang
Jihan, Bibi Felisa, Ryan dan Shila baru saja datang ke rumah sakit saat melihat Green mencengkeram kepalan tangan Rey dan seketika memutarnya hingga Rey merasa kesakitan. Mata mereka melebar dengan mulut terbuka. "Bukankah dia Green?" Ryan bertanya dengan wajah linglung. "Iya benar, Kak! Green ternyata masih...." Shila menutup mulutnya. "Tapi kenapa dia bisa kuat begitu?" Sementara Jihan dan Felisa hanya tercengang dalam diam. "Aw! Lepaskan, Bangsat!" teriak Rey sedari tadi sambil memukul-mukul tangan Green dengan cemas, dan sedetik kemudian Green melepasnya. Hana terkejut melihat hal itu, begitu pula yang lainnya. "Apa yang terjadi dengan Green selama dua bulan ini?" tanya Hana di dalam hati dengan perasaan takjub. Jack di sudut tersembunyi, tersenyum kecut. "Aku hanya mengajarkan hal yang sangat dasar pada bos kecil tetapi
Keluarga Winata menatap Green dengan tatapan permusuhan. Mereka jelas menyalahkan Green atas sakitnya Nyonya Besar Erina. Saat semua orang sibuk secara bergantian masuk ke ruang rawat untuk melihat Erina, Hana menarik tangan Green untuk duduk di bangku panjang yang sedikit jauh dari ruang itu. "Green, apa yang barusan kamu lakukan? Kenapa kamu berani-beraninya berkata begitu? Setelah kupikir-pikir, kamu pasti punya alasan kenapa bisa dengan percaya diri berkata seperti itu. Katakan padaku, apakah ada sesuatu?" Hana merasa penasaran. Green lebih dari dua bulan menghilang, tetapi sekarang keadaannya justru jauh lebih baik daripada sebelumnya. Green tidak selemah dulu, yang jika didorong langsung terjatuh, dan tentunya sama sekali tiba bisa mengelak pukulan, apalagi menangkisnya! Green lalu menjawab, "Bukankah kamu pernah mengatakan padaku kata-kata wali kelas kita dulu bahwa salah satu peratura
Marcell berjalan ke arah Veronika berlari, tetapi dia kehilangan jejak."Di mana dia?" Keningnya mengerut. "Sial!" umpatnya. Marcell tidak memiliki nomor Veronika, dan dia tidak berniat bertanya pada siapa pun.Setengah jam kemudian, dia tanpa sengaja melihat sosok Veronika sedang santai memakan kuaci sambil duduk di kursi panjang pinggir lapangan satu. Marcell semakin kesal melihatnya lalu menghampirinya dan menangkap lengannya, membuat Veronika terkesiap."Kamu di sini ternyata? Gara-gara kamu, kita kalah jadinya!" bentak Marcell menyalahkan."Aku minta maaf, Marcell. Aku cuma merasa syok, karena tadi itu....tadi itu.....itu adalah ciuman pertamaku," ucap Veronika dengan suara memelan di akhir kalimat. Wajahnya menunduk dan sudah kembali memerah."Tidak usah berlebihan! Lebih baik kita selesaikan ini. Nih, giliranmu yang meminta tanda tangan. Masih ada lima nama lagi." Marcell
Hari sudah malam saat Hana dan Green sampai di rumah. Mereka berdua kini berada di dalam kamar Hana. Green tersenyum saat mendapati pigura foto pernikahan mereka masih tetap ada di tempatnya, di atas meja belajar Hana. Sementara wajah Hana tampak khawatir. "Green, bagaimana masalah Rey? Ini bahkan sudah malam. Tidak ada terdengar kabar sama sekali tentang keadaan pekerjaan mereka. Apa Jack berhasil meyakinkan pihak perusahaan Williams dengan rekaman itu?" "Iya, Jack merekam kejadian tadi dengan jelas saat Rey dan Ferdinand membully-ku. Aku yakin perusahaan Williams akan percaya." "Tapi aku tidak yakin, Green. Tidak segampang itu! Apa Julia ikut campur dalam masalah ini?" Jika Julia ikut campur mungkin saja berhasil. Mungkin saja perempuan yang bernama Julia memiliki koneksi yang baik dengan perusahaan Williams. Begitulah pemikiran Hana walaupun sebenarnya dia tidak suka terlalu ba
Anton menggenggam tangan putrinya dan menuntunnya ke sofa dan duduk bersisian dengannya di ruang kerja itu. "Ada apa, Pa?" Hana melihat wajah Anton sudah mulai berubah serius. Anton menghela napas pelan. "Sebenarnya Papa sangat bersedih melihat nasib perusahaan kita. Perusahaan Winata cepat atau lambat akan bangkrut kalau tidak segera mendapat modal yang besar. Ujung-ujungnya untuk menghindari lebih banyak kerugian, kita terpaksa harus menjual perusahaan itu. Seandainya kamu masih memiliki hubungan dengan Marcell, Papa tidak akan ragu melayangkan surat permohonan PT. Andalan Winata agar Williams Global Corporation memberi kita kesempatan untuk kembali menjalankan perjanjian kontrak. Ada kemungkinannya jika Marcell membicarakannya dengan serius pada papanya, pihak mereka akan menyetujui permintaan itu." Kening Hana mengerut mendengarnya. "Apa maksud Papa? Tadi siang Papa mengatakan di depan ke