Hari sudah malam saat Hana dan Green sampai di rumah. Mereka berdua kini berada di dalam kamar Hana. Green tersenyum saat mendapati pigura foto pernikahan mereka masih tetap ada di tempatnya, di atas meja belajar Hana. Sementara wajah Hana tampak khawatir.
"Green, bagaimana masalah Rey? Ini bahkan sudah malam. Tidak ada terdengar kabar sama sekali tentang keadaan pekerjaan mereka. Apa Jack berhasil meyakinkan pihak perusahaan Williams dengan rekaman itu?"
"Iya, Jack merekam kejadian tadi dengan jelas saat Rey dan Ferdinand membully-ku. Aku yakin perusahaan Williams akan percaya."
"Tapi aku tidak yakin, Green. Tidak segampang itu! Apa Julia ikut campur dalam masalah ini?"
Jika Julia ikut campur mungkin saja berhasil. Mungkin saja perempuan yang bernama Julia memiliki koneksi yang baik dengan perusahaan Williams. Begitulah pemikiran Hana walaupun sebenarnya dia tidak suka terlalu ba
Terima kasih atas dukungan, Readers tercinta!"^^ ❤️ Mohon maaf jika gantung. (〒﹏〒)
Anton menggenggam tangan putrinya dan menuntunnya ke sofa dan duduk bersisian dengannya di ruang kerja itu. "Ada apa, Pa?" Hana melihat wajah Anton sudah mulai berubah serius. Anton menghela napas pelan. "Sebenarnya Papa sangat bersedih melihat nasib perusahaan kita. Perusahaan Winata cepat atau lambat akan bangkrut kalau tidak segera mendapat modal yang besar. Ujung-ujungnya untuk menghindari lebih banyak kerugian, kita terpaksa harus menjual perusahaan itu. Seandainya kamu masih memiliki hubungan dengan Marcell, Papa tidak akan ragu melayangkan surat permohonan PT. Andalan Winata agar Williams Global Corporation memberi kita kesempatan untuk kembali menjalankan perjanjian kontrak. Ada kemungkinannya jika Marcell membicarakannya dengan serius pada papanya, pihak mereka akan menyetujui permintaan itu." Kening Hana mengerut mendengarnya. "Apa maksud Papa? Tadi siang Papa mengatakan di depan ke
Green tampak menggeliat pelan di bawah tetapi dia sama sekali tidak berniat untuk bangun. Dia justru semakin membenamkan dirinya di dada istrinya. Dia masih ingin menikmati aroma lembut wanitanya.Ini sungguh memabukkan!"Green? Kamu sudah bangun?" Tiba-tiba suara Hana terdengar.Mendengar suara itu, Green mendadak diam, tak bergerak. Dia berpura-pura tidur karena masih sangat betah berada di posisi seperti itu. Tadi saat dia terbangun, dia mengira Hana masih tidur, itu sebabnya dia berani menggeliatkan badannya.Hana mendengkus tersenyum melihat tingkah lucu Green. Kucing jantan liar kini berubah menjadi seekor anak kucing manja, yang sedang menempel di dada induknya."Aku tahu kamu sudah bangun, Green. Lebih baik kita bersiap-siap ke kampus. Kemarin kita meninggalkan kampus sesuka hati kita."Green mendongak menatap Hana. "Bisakah kita libur hari ini? Aku h
"Kamu sendiri tahu kan Jihan, betapa malunya aku menghadapi orang-orang selama bekerja di sana setelah jabatanku dicabut. Ini sungguh terlalu menyakitkan karena perusahaan yang kujaga dengan segenao hidupku akan berakhir dengan cara yang tragis. Rencananya kami akan mencoba menjual 70 % saham perusahaan sebelum nilai saham semakin merosot. Entah mama akan mengizinkan. Kalau tidak segera dijual, kerugian perusahaan akan berkali-kali lipat, dan hutang akan menumpuk. Kami juga sedang menjual rumah mama." "Apa?" Mata Jihan melebar. "Terpaksa kami melakukannya. Uang hasil penjualan rumah akan sedikit menstabilkan perusahaan agar nilainya tidak cepat merosot sebelum dijual." Jihan mendesah. Pantas saja suaminya selalu saja murung. "Di mana mama akan tinggal? Tentu mama akan tinggal di sini kan?" tebak Jihan. Anton adalah anak tertua, jelas Erina kemungkinan besar akan tinggal di rumah mereka. "Itul
"Ada apa, Kak Rey?" tanya Ferdinand agak heran.Rey diam. Dia sungguh merasa ngeri saat ini. Bagaimana bisa dia dipecat, dan waktu pemecatan tepat di hari kemarin? Anehnya baru diberitahukan sekarang!Apa yang sudah dilakukan Green sehingga dia berhasil? Apa jangan-jangan Green memiliki bukti konkrit? Tapi kapan dia memilikinya? Dan bagaimana bisa dalam kurun waktu sehari, Green bisa meyakinkan perusahaan Williams untuk memecatnya?"Bagaimana nasibku untuk ke depannya? Perusahaan Winata menuju kebangkrutan, sementara aku malah sudah dipecat dari pekerjaan yang sangat kubanggakan! Sialan!" Rey sungguh marah di dalam hati."Apa telepon tadi adalah berita tentang nenekmu dari rumah sakit?" tanya Anton tiba-tiba dengan kening mengerut. Dia khawatir kalau-kalau yang membuat Rey terlihat pucat seperti itu adalah kabar kesehatan Erina yang merosot.Rey segera berusaha menguasai dirinya.
"Awas Green!" ucap Hana panik. Tetapi dengan sigap Green menangkis pukulan itu. Rey menggeram dan seketika mencoba sekali lagi untuk melayangkan tinjunya, Green pun kembali menangkisnya dan terpaksa berbalik meninjunya. Bukhhh! "Akh!" Rey berteriak kesakitan. Mata Hana melebar melihatnya, begitu pula yang lainnya. Rey sendiri tidak menyangka mendapat pukulan dari Green. Itu membuat pipinya memerah. "Aku memukulmu karena kau mencoba memukulku hingga dua kali!" Kening Green mengerut dalam. "Sialan kau!" teriak Rey. "Hentikan, Rey!" hardik Anton tegas dengan kening mengerut. "Tidak!" bantah Rey. "Kalian bertiga hajar dia!" "Baik, Bos!" seru mereka bertiga. Green seketika merinding dibuatnya. "Jangan!" teriak Hana. Tetapi tiba-tiba seseor
Jilatan yang dilakukan Rey hanya satu sapuan. Dan itu dilakukan sekilas. Sepertinya hanya ujung lidah Rey-lah yang menyentuh permukaan sepatu itu."Apa seperti itu cara menjilat yang benar? Apa sebaiknya aku cabut lidahmu itu lalu menempelkannya di sepatu Green?" tanya Jack dengan nada yang ringan pada Rey yang masih bersimpuh dengan punggung rendah dan kepala tertunduk di hadapan Green.Tubuh Rey bergetar mendengar ucapan Jack. Dia merasa sangat takut tetapi sekaligus marah. Wajahnya sendiri sudah merah padam menahan amarahnya itu yang hanya bisa ia tahan sekuat tenaga agar kepalanya tidak sampai meledak. Itu terlihat dari kedua pelipisnya yang dipenuhi urat-urat halus yang tampak menonjol. Jika dia memiliki tekanan darah tinggi, pasti sedari tadi pembuluh darahnya itu sudah pecah."Andai saja aku membawa pengawal jauh lebih banyak, aku tidak akan mungkin menghadapi hal yang sangat memalukan seperti ini. Lihat saja, aku
Anton menghela napas pelan. "Ini bukan kesalahanmu. Merekalah yang bersalah. Mereka datang ke rumah saat hari masih pagi khusus untuk membuat keributan. Seandainya temanmu tidak datang, pasti kamu yang akan celaka." "Terima kasih atas pengertiannya, Pa. Untuk perawatan mereka semua selama di rumah sakit, Julialah yang akan menanggung seluruh biayanya," ucap Green memberi tahu. Mendengar itu Hana merasa jengkel di dalam hatinya. Green mengatakan dengan santai bahwa biaya akan ditanggung Julia. Memangnya Julia itu siapanya sehingga dengan santai dia berbicara seperti itu? Selain itu, bukan Julia yang membuat kekacauan terjadi! Jack sendiri, walaupun dia adalah pekerja Julia, tetapi Jack melakukan itu dengan tujuan menolong Green! Bagi Hana sungguh sangat tidak nyambung jika Julia yang menanggung. Hana memang cukup sensitif berpikir jika hal itu menyangkut Julia. Walaupun Julia adalah penolong Green, tetapi hati Hana
"Apa yang mau kamu tanyakan, Green?" Hana penasaran."Tentang kejadian hari ini. Bagaimana tanggapanmu? Apa kamu merasa tidak nyaman tentang kekacauan di rumah tadi? Gara-gara aku, ketiga sepupumu mengalami cedera patah tulang, dan Rey juga....pada akhirnya menjilat sepatuku." Green sedikit tidak nyaman menanyakannya, tetapi dia perlu mengetahui perasaan istrinya tentang kejadian itu.Hana menghela napas pelan. "Tentu saja aku kasihan pada para sepupuku itu. Tapi sama seperti apa yang dikatakan papa, aku juga bersyukur Jack datang. Malah sangat bersyukur. Kalau Jack tidak datang, kamu pasti akan mengalami hal yang lebih buruk daripada patah tulang. Soal masalah jilat sepatu, aku tidak menyalahkanmu. Rey datang membuat kekacauan saat hari masih pagi sambil membawa tiga pengawal, tujuannya hanya untuk memaksamu menjilat sepatunya. Rey sungguh sudah sangat keterlaluan. Aku harap dia belajar dari kejadian hari ini."Mendenga
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be