Green tampak berpikir, apa yang harus dia katakan sekarang?
"Bukankah Hana sudah menerimaku sebagai suami tanpa penyesalan di kemudian hari? Hana juga mengatakan bahwa dia mencintaiku. Apa aku masih harus menutupi jati diriku padanya atau menceritakan saja semua kebenarannya?" Green sungguh bingung di dalam hati.
Kemudian dia menjawab, "Hana, sewaktu bus itu jatuh, aku langsung tidak sadarkan diri. Begitu aku bangun, aku sudah ada di sebuah kamar, berbaring di ranjang. Bahkan kakiku yang cedera juga sudah diobati. Ternyata aku ditolong oleh seorang pria bernama Jack! Jack bercerita bahwa dia melihatku tersangkut batu di aliran sungai deras dalam keadaan pingsan, lalu dia menolongku dan membawaku ke paviliun majikannya."
"Jadi seperti itu! Syukurlah ada orang yang melihatmu, Green," lirih Hana penuh dengan rasa syukur. "Lalu Jack? Siapa dia? Apa dia laki-laki yang ada di sampingmu di lapangan tadi?" Hana samar-samar mengi
"Jangan-jangan kamu terlalu betah dekat dengannya sampai-sampai kamu begitu tahan untuk tidak menghubungiku selama dua bulan lebih lamanya!" seru Hana kemudian dengan nada kesal. Green terkejut mendengar itu. Dia tahu Hana merasa cemburu tetapi dia tidak menyangka bahwa Hana akan langsung menyerangnya seperti itu! Bukankah tadi Hana begitu sedih karena waktu itu berpikir dia sudah tiada, dan berubah menjadi sangat bahagia ketika mendapati dia baik-baik saja? Tetapi sekarang, kenapa Hana dengan mudahnya menjadi marah padanya? Green menjadi bingung harus menjawab apa. Dia menjadi agak cemas, dan seketika langsung merasa menyesal karena dengan berani mencoba membuat Hana cemburu. Green tidak tahu jika perempuan sudah cemburu, itu akan menjadi sangat seram. "I-itu aku bukan betah pada Julia, Hana. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Julia," sangkal Green dengan cepat. "Aku tidak menghubungimu karena....karena kamu
Jack bukanlah orang yang mudah bosan saat bekerja. Dia akan terus mewanti-wanti keadaan. Contohnya saja sekarang. Bos kecil dan nyonya muda sedang berada di dalam apartemen. Walaupun tempat itu relatif aman tetapi bukan berarti dia hanya akan duduk tenang saja sambil menanti mereka berdua. Demi memastikan keselamatan Green saat tidak berada di dekatnya, Jack memasang alat penyadap pada bos kecilnya itu. Selang beberapa waktu, Jack memutuskan untuk mengaktifkan alat itu. Dia bukannya ingin menguping pembicaraan, dia hanya ingin memastikan keadaan Green karena itu adalah tanggung jawabnya. Nantinya setelah mendengar sebentar, dia akan menonaktifkannya kembali. Lalu selang beberapa waktu lagi, ia akan mengaktifkannya lagi sebentar. Begitulah terus berulang-ulang selama Green tidak ada di pandangan matanya. Jika terjadi hal berbahaya, Jack tidak akan segan-segan menerobos masuk bagaimanapun caranya. Bip! Terdengar buny
Foreplay hampir memakan waktu 17 menit saat ponsel itu kembali berbunyi. Bunyinya begitu bising dan itu membuat Green kembali kesal. "Hana, ponselnya berbunyi lagi. Apa mungkin itu telepon penting?" keluh Green dengan napas tak teratur. "Sudah dua kali, mungkin itu penting, Green," ucap Hana dengan suara serak basah. Hana sendiri juga merasa cukup terganggu, tetapi ia tidak begitu menunjukkannya di hadapan Green. Green bergerak tetapi ia malas turun dari ranjang. Dia memilih bergeser, sedikit merangkak ke tepi dan mengambil ponsel itu dari ranjang dengan mengulurkan tangannya ke lantai. "Ck!" decak Green saat tangannya tidak sampai. Tetapi dengan keras kepala dia tetap tidak mau turun. Dia berjuang keras memanjangkan lengannya dan memajukan punggungnya agar dapat meraih ponsel itu. Dan karena tidak seimbang, alhasil dia terjatuh begitu saja. Bugh!
"Kamu cepat sekali, Jack?" Green bertanya heran saat Jack keluar dari mobil usang itu. Dia tidak sadar jika Jack memang sudah berada di wilayah apartemen."Kebetulan aku berada di sekitar sini, soalnya bosan dengan ospek." Jack mengalihkan pandangannya pada Hana dan tersenyum ramah padanya.Hana menatapnya, sepertinya Jack terlihat lebih dewasa dari dia dan Green. "Halo, Kak Jack. Saya Hana, istri Green." Hana memperkenalkan diri dengan sopan."Oh, halo juga! Panggil saja saya Jack. Saya cukup terkejut tadi di lapangan bahwa ternyata Green sudah memiliki istri."Hana sedikit tidak nyaman mendengarnya. Itu berarti Green tidak pernah bercerita tentangnya pada mereka selama dua bulan ini."Apa ini karena Green sempat merasa tertarik pada Julia makanya dia menyembunyikan statusnya yang sudah menjadi suami orang?" Hana menduga di dalam hati.Harusnya Hana berpikir
Sementara mendengar ucapan Ryan barusan, Marcell langsung mengalihkan pandangannya padanya. Dia baru tahu bahwa Ryan adalah sepupu dari Hana. Tidak ada salahnya juga jika dia menyelesaikan misi. Dia pasti akan menjadi juara pertama, karena mereka yang dimintai tanda tangan olehnya pasti tidak berani meminta syarat yang macam-macam. Dengan begitu, besok malam dia akan makan malam bersama Hana. Sejak dua bulan lalu sulit sekali baginya untuk bisa dekat dengan Hana. Hana seolah tak terjamah. Marcell akan mengambil segala kesempatan yang ada untuk bisa dekat dengannya. Kini tiba saatnya para senior itu membagi pasangan. Senior itu membagi dengan cepat. Tetapi untuk Marcell ada perlakuan khusus. Mereka akan memberikan pasangan yang paling cantik untuknya. Mereka melihat ada dua gadis tecantik di sana. "Kamu, siapa namanya?" tanya senior itu pada seorang junior perempuan. "Saya Veronika Milan, Kak," ucap Veronika.
"Aku sudah menelepon Hana, sebentar lagi dia akan kemari," ucap Gerry lalu menyimpan ponselnya."Baguslah," jawab Erina. "Anton, mungkin Gerry dan Rudy telah membuat kekeliruan, tetapi coba kamu pikir dengan jujur, apa mungkin hal ini sama sekali tidak berkaitan dengan putusnya Hana dengan Marcell? Bukankah harusnya Tuan Albert memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum memutuskan kerja sama? Tetapi lihat sendiri, dia langsung membuang kita! Pasti ada kebencian di sana!"Anton tampak mengerutkan kening. Walaupun dia selalu membantah perkataan Rudy dan Gerry soal keluarga Williams yang membalas dendam, tetapi sebenarnya waktu itu dia juga mengkhawatirkan hal yang sama ketika Hana hendak meminta putus dari Marcell. Tetapi melihat Marcell tetap bersikap baik pada Hana setelah diputuskan, pikiran itu perlahan menghilang."Itu tidak benar," ucap Anton tetap kukuh.Mereka terus berdebat, hingga akhirnya
Brak! Erina menggebrak meja, membuat semua orang beralih menatapnya. "Hana! Ada apa denganmu! Jadi kamu tega membiarkan keluarga besar Winata hancur hanya demi percintaanmu dengan pemuda penyakitan ini?" Erina sungguh marah. Perusahaan sudah mau bangkrut dan cucu perempuannya itu masih tetap saja keras kepala. Hana mengerutkan bibirnya. "Nenek bilang 'hanya demi percintaan'? Apa Nenek tidak sadar? Kalau Green tidak mencintaiku, dia tidak akan mungkin tanpa ragu masuk ke dalam bus yang sebentar lagi pasti akan masuk ke jurang yang dalam hanya untuk menyelamatkanku! Gara-gara rasa cinta Green padaku, itulah yang membuat nyawaku selamat! Jadi Nenek masih bilang itu 'hanya demi'? Apa jangan-jangan nyawaku tidak begitu penting bagi Nenek?" ucap Hana menyudutkan. "Aku tidak bermaksud seperti itu!" sangkal Erina dengan cepat. "Tentu saja nyawamu berharga bagi Nenek. Tetapi perusahaan saat ini sedang
Jihan, Bibi Felisa, Ryan dan Shila baru saja datang ke rumah sakit saat melihat Green mencengkeram kepalan tangan Rey dan seketika memutarnya hingga Rey merasa kesakitan. Mata mereka melebar dengan mulut terbuka. "Bukankah dia Green?" Ryan bertanya dengan wajah linglung. "Iya benar, Kak! Green ternyata masih...." Shila menutup mulutnya. "Tapi kenapa dia bisa kuat begitu?" Sementara Jihan dan Felisa hanya tercengang dalam diam. "Aw! Lepaskan, Bangsat!" teriak Rey sedari tadi sambil memukul-mukul tangan Green dengan cemas, dan sedetik kemudian Green melepasnya. Hana terkejut melihat hal itu, begitu pula yang lainnya. "Apa yang terjadi dengan Green selama dua bulan ini?" tanya Hana di dalam hati dengan perasaan takjub. Jack di sudut tersembunyi, tersenyum kecut. "Aku hanya mengajarkan hal yang sangat dasar pada bos kecil tetapi