"Ma, susul Hana. Sapa Marcell dengan ramah!" ucap Anton tersenyum sumringah. Jika mereka menyapa berdua bersama sepertinya terkesan berlebihan.
"Okay, Pa!" Jihan segera ke depan untuk menyapa calon menantu idaman masa depan.
Anton kemudian mengarahkan pandangannya pada Green. "Kalau kamu sudah memutuskan untuk keluar dari rumah ini setelah bercerai maka lakukanlah," ucap Anton dengan nada dingin. Dia tidak perlu berpura-pura lagi karena Hana sudah tidak ada di ruang makan itu.
"Baik," ucap Green tanpa ragu.
***
Di sekolah, Marcell dan Hana tampak semakin akrab. Sementara Veronika tidak masuk sekolah hari ini. Dia masih merasa terpukul akan kejadian kemarin.
Di jam istirahat, Marcell melangkah ke luar kelas sambil menggenggam tangan Hana. Green hanya bisa diam menatapnya.
Tetapi suasana kelas segera riuh melihat adegan manis
Saya double up ya. ^^ semoga suka! ^^ ❤️
"Marcell, ini sudah jam delapan malam. Aku harus segera pulang." Hana menuntaskan makannya dengan lebih cepat. "Kenapa? Aku kan sudah meminta izin? Lagian Om Anton sendiri bilang boleh saja agak lebih malam. Asalkan tidak lewat dari jam 11 malam." Marcell merasa tidak senang karena Hana terkesan buru-buru. Mendengar itu, Hana kesal sekali pada papanya. Hana pernah berjanji pada Green jika dia harus pulang sebelum jam tidurnya. Dia tidak ingin melanggar hal itu. Suasana hati Green sudah cukup buruk, Hana tidak ingin menambah keburukan lagi. Pada akhirnya Hana sampai di halaman rumah pukul setengah sepuluh malam. "Apa aku boleh cium kamu?" tanya Marcell meminta izin sebelum berpisah. Hana terkejut mendengarnya. "Itu...aku belum siap, Marcell," ucap Hana menolak halus. Marcell hanya mengangguk dengan bibir mengerucut. "Kalau begitu masuklah ke dalam
Pak Bian membuka matanya dan tidak mendapati Green di ranjang. Dia segera bangkit menuju toilet."Tuan Green?"Tidak ada sahutan, lantas Pak Bian membuka pintu toilet. Ternyata tidak ada di sana."Ke mana Tuan Green jam segini?"Pak Bian keluar dari kamar hendak menuju tangga, tetapi saat melewati kamar Nona Hana, dia mendengar suara aneh."Ini sudah dini hari, dan Tuan Green tidak ada di kamar. Apa jangan-jangan?""Tidak mungkin." Pak Bian menggeleng mengusir pikiran jeleknya terhadap Nona Hana.Karena penasaran Pak Bian pun menempelkan telinganya di sana. Suara desahan panas terdengar bersahut-sahutan. Matanya terbelalak!Pak Bian segera pergi untuk membangunkan Tuan Anton. Dia merasa tidak ada nyali mengganggu Nona-nya yang pasti sedang berada dalam keadaan yang memalukan. Dia sungguh menghormati Nona-nya. Tetapi d
"Jadi maksud Papa, Green akan tinggal di mana? Sebentar lagi kami akan ujian nasional, Pa!" tanya Hana dengan ekspresi masih menentang.Anton seketika terkekeh jengkel melihat putrinya. Dia lalu berdiri. "Itu urusannya sendiri. Dia bisa tinggal di kolong jembatan jika dia suka. Papa tidak peduli dengan laki-laki licik seperti dia. Dan kamu juga tidak boleh mengurusi dia lagi. Papa tidak akan mengizinkanmu!" tegas Anton."Apa maksud Papa berkata seperti itu? Bukankah Papa berjanji akan mengobati Green?" Hana menjadi bingung seketika."Apa kamu pikir Papa bodoh masih peduli soal janji itu setelah apa yang sudah ia lakukan padamu? Biar saja dia mati karena penyakitnya itu!" ucap Anton tanpa perasaan sedikit pun.Mendengar itu Hana menjadi emosi. "Kenapa Papa kejam sekali? Papa harusnya sudah puas memukuli Green sampai seperti itu, tetapi papa masih saja tidak puas, dan malah mengusirnya, bahkan tidak me
"Pa, kenapa kamu sampai tega menampar putri kita?" lirih Jihan. Anton diam sambil menatap tangannya yang sudah menampar Hana. Jika mengingat waktu dia menampar putrinya tadi tangannya jadi sedikit bergetar. "Walaupun Hana keras kepala, tapi apa perlu Papa sampai menamparnya? Dia putri kita satu-satunya, Pa. Aku melahirkannya dengan susah payah," ucap Jihan dengan suara bergetar. Anton mendesah pelan. "Maaf.. Papa sungguh emosi akan perkataan Hana yang lantam, Ma. Matanya juga sangat melawan." Anton menghembuskan napasnya kembali. Rasa kecewa berat sedari tadi terus bergelayut di dadanya. "Putri kita benar-benar sudah jatuh cinta pada pemuda brengsek itu. Kita sungguh sudah lalai kali ini, Ma!" ucap Anton dengan kesal. Jihan tidak menyangkal. Faktanya sudah jelas di depan mata, Hana-nya mau ditiduri oleh Green. *********
"Aku harus memberimu obat. Di mana obat-obatmu?" tanya Sartika."Sebentar." Green perlahan membuka kopernya dan mengambil sebuah kotak khusus berisi obat-obatnya.Sartika mengambil air hangat. Lalu ia memilih obat yang harus Green minum sesuai isi pesan Hana."Terima kasih, Sartika. Mulai sekarang, aku akan meminum obatku sendiri.""Kata Hana, tidak boleh. Kamu bisa saja lupa atau bingung meminum obat yang mana." Sartika keberatan.Green menunduk dengan perasaan sedih."Bahkan untuk meminum obat secara teratur saja, aku tidak memiliki kepercayaan diri. Bagaimana kalau aku keliru memakan obat yang bukan jadwalnya atau malah lupa meminum obat?" lirih Green di dalam hati.Green memperhatikan jenis obat-obatan itu baik-baik. Di tiap botol ada petunjuk pemakaian dan jumlah dosisnya. Asalkan dia teliti, dia tidak akan salah meminum obat sesuai
Hana menyadari sesuatu yang tidak beres saat memeriksa keuangannya. Dia pun segera keluar dari kamar dan menemui ayahnya yang sedang asyik menonton televisi bersama Jihan di ruang keluarga."Pa, kenapa Papa memotong keuanganku sebesar ini?" tanya Hana dengan kening mengerut bingung begitu sampai di ruangan itu.Anton mendengkus. "Sebelum bertanya, pikirkan dulu apa kesalahanmu.""Memangnya apa yang sudah kulakukan? Aku sudah menuruti semua perintah Papa. Termasuk soal pengajuan perceraian dan tidak berkomunikasi dengan Green lagi.""Kamu memang tidak berkomunikasi lagi dengannya, tapi kamu tetap memelihara kehidupan pemuda brengsek itu. Kau pikir Papa tidak tahu soal itu!"Hana diam."Pa, kenapa Papa begitu membenci Green? Papa sudah memukulinya, dan juga mengusirnya. Papa juga melarangku untuk menghubunginya. Kenapa masih juga belum puas?" protes Hana masih
Ada apa? Semua murid langsung menatap Marcell penuh perhatian, begitu pula dengan Hana. Dia tidak tahu, Marcell hendak mengatakan apa? "Malam ini, jam tujuh malam. Aku akan mengadakan pesta di rumahku. Aku mengundang kalian semua untuk hadir!" ucap Marcell dengan antusias. Wah! Ini sungguh kejutan yang menggembirakan! Siapa yang tidak ingin memasuki mansion megah itu dan menikmati pesta yang pastinya mewah? "Ini pesta apa, Marcell?" "Iya, ini pesta apa?" Semua penasaran dan bertanya dengan penuh semangat. "Hanya pesta perpisahan dengan kalian! Belum tentu kita kuliah di satu universitas, kan?" ucap Marcell sambil tersenyum. "Tentu saja aku akan hadir!" "Iya aku akan datang!" "Kamu datang, kan?" "Aku akan memakai gaun yang cantik! Hihihi!"
Untuk pesta malam ini, Sartika tidak perlu pusing memikirkan pakaian apa yang harus ia kenakan. Dia akan memakai gaun biru selutut yang cantik seharga satu juga yang waktu itu dibelikan Hana padanya di luar kota. Dia lalu berdandan dengan manis. Rambutnya yang selalu dikuncir kuda, kini tergerai rapi menghiasi pundaknya."Green!" panggil Sartika."Ada apa?" tanya Green seraya keluar dari kamarnya"Bagaimana? Apa aku tampak....cantik memakai gaun ini?" tanya Sartika malu-malu. Dia sedikit memutar tubuhnya.Green sejenak memperhatikannya, membuat Sartika sedikit salah tingkah. "Iya, itu cocok untukmu. Kamu tampak berbeda," jawab Green kemudian dengan sungguh-sungguh."Terima kasih," ucap Sartika merona."Kenapa kamu tidak bersiap-siap, Green? Apa kamu tidak ikut pergi ke pesta? Bukankah kamu punya beberapa baju yang bagus untuk ke pesta?" tanya Sartika. Dia ber
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Mata Sally melebar mendengarnya. Apa yang dikatakan Albert benar adanya. Sally lalu berkata, "Sebelumnya Robert tidak tahu akan keadaan kita. Itu sebabnya dia masih bermain judi dan terlibat hutang lagi. Sekarang dia sudah benar-benar tahu keadaan kita, dia berjanji tidak akan lagi berbuat seperti itu. Ini akan menjadi terakhir kalinya. Dia sangat terkejut, bahkan bersimpati akan keadaaan kita. Aku belum pernah mendengar Robert berbicara begitu dewasa seperti itu. Aku yakin kali ini dia bersungguh-sungguh.""Hahahaha..!" Albert tergelak mendengarnya. "Keluarga intimu adalah aku dan Marcell, bukan Robert! Kita kritis sekarang. Kau malah ingin memberikannya uang lagi. Di mana otakmu!" bentak Albert."Tapi dia adalah kakak kandungku! Dia dalam keadaan berbahaya sekarang. Bisa-bisa dia dibunuh kalau tidak membayar hutang dengan segera. Aku yang salah, harusnya aku memberi tahunya tentang keadaan kita.""Dia berbohong! Tanpa kau beri tahu pun dia pasti sudah tahu. Berita keluarga Williams b
"Benarkah itu?" tanya Alex dengan wajah terkejut serasa tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar dari putrinya. Evelyn juga bereaksi yang sama dengan suaminya."Iya, jadi Green adalah cucu sulung Tuan Besar Reyhans Williams," ucap Veronika menandaskan. "Saat aku menyimak pembicaraan mereka berdua, kudengar tampaknya Tuan Besar Williams sudah memutuskan untuk memberikan seluruh hartanya pada Green, Pa.""Apa kamu yakin? Sepertinya Tuan Besar Williams belum membuat pengumuman terkini tentang siapa yang akan menjadi ahli waris selanjutnya di muka umum," ucap Alex."Ya, itu kan bisa belakangan, Pah," sahut Evelyn. Alex mengangguk pelan."Kalau memang Green yang akan menjadi ahli waris, maka Keluarga Winata benar-benar sangat mujur!" Alex tampak merasa cemburu. "Hmmm, pantas saja PT. Andalan Winata yang jelas-jelas sudah bangkrut, tiba-tiba dalam sekejap sudah kembali berjaya." Alex mendengkus tak senang.Veronika mengangguk. "Iya, Papa benar. Tapi Papa jangan iri begitu. Tidak baik,
"Hana, apa kamu serius ingin menjodohkan mereka?" tanya Green begitu mereka memasuki kamar peraduan mereka."Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Hana curiga."Sama sekali tidak. Biasa saja," jawab Green apa adanya."Aku pikir kamu sedih, karena jika mereka jadian, Julia tidak mungkin bersikap manja padamu lagi," ketus Hana, membuat Green mengangkat alisnya sedikit heran."Sedih? Justru aku senang jika dia berhenti bersikap seperti itu," tanggap Green langsung."Masa? Kalau begitu kenapa kamu tidak mengingatkannya waktu dia terus bersikap seperti itu?" ucap Hana dengan mata melotot. Green agak terkejut melihatnya."Apa kamu marah karena dia seperti itu?" tanya Green curiga. Green sempat berpikir bahwa Hana tidak pernah marah karena pada akhirnya Hana mungkin sudah menganggap tingkah Julia sebagai hal biasa yang ternyata tidak perlu dihiraukan."Tentu saja aku marah. Kamu sendiri saja marah tadi saat aku memuji Jack. Apa kamu pikir aku tidak marah melihat Julia yang selama berhari-hari be