Share

BAB 5

KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNG

BAB 5

"Kamu kalau mau pergi, pergi saja, tapi jangan membawa beras Ibu, kembalikan berasnya!" hardik ibuku saat aku sudah berdiri di hadapannya.

Aku menoleh ke belakang dan melihat Ibu mertua dan ketiga kakak iparku yang melihat ke arahku dan Ibu.

Aku tidak tahu apa tanggapan mereka sekarang terhadap ibuku? Ibu datang di saat tidak tepat kalau hanya untuk membahas soal beras.

Salahku juga, kenapa aku membawa beras itu. Walau beras itu adalah milik kami sendiri.

"Bu, tolong jangan sekarang, ada Ibu mertua dan kakak iparku, aku mohon, Bu. Jangan mempermalukan-"

"Oh, ternyata ada Ibu mertuamu? Setelah beberapa tahun kamu menikah dengan anaknya yang mis-kin itu, dan baru sekarang dia datang. Pantasan saja kamu mencuri beras di rumah Ibu, ternyata mau menjamu keluarga suamimu itu untuk makan!" sela Ibu membuatku semakin malu.

"Bu, tolong jangan berbicara seperti itu, Tolong lah, Bu. Ayo, masuk dan berkenalan lah dengan Ibu mertuaku," pintaku memohon dengan tatapan mengiba. Berharap ibuku bisa mengerti situasi saat ini.

Aku tidak mau keluarga suamiku tersinggung dengan sikap atau pun ucapan ibuku.

Tin! Tin!

Mbak Gina yang berada diatas motor menekan klaksonnya berulang kali. Dia terus mendesak agar aku cepat memberikan Ibu beras.

"Bawa ke sini beras yang kamu ambil dari rumah Ibu, kalau kamu tidak mau malu di hadapan keluarga suamimu, apa kamu mau? Ibu permalukan suamimu karena tidak becus dalam mencukupi kebutuhanmu, sehingga kamu mengambil beras Ibu!" tekan Ibu sambil menatapku tajam.

"Tapi, itu beras milik kami, Mas Ilham baru membelinya seminggu yang lalu, dan bukankah masih ada satu karung lagi di rumah Ibu?"

"Oh, jadi kamu mau malu?"

"Baik, Bu. Akan kuminta Mas Ilham untuk membawa berasnya," cegahku saat ibuku mau melangkah masuk ke dalam rumah. Kalau masuk ke rumah ingin berbicara baik-baik tentu aku tidak akan mencegahnya.

Saat aku berbalik badan, Ibu mertuaku turun dari tangga.

"Bu, kenapa turun? Masuk lah lagi," ucapku.

"Itu, Ibu kamu?" tanya Ibu mertua.

Aku melihat ke arah ibuku yang langsung membuang pandangan ke arah lain. Ya Allah, kenapa ibuku tidak bisa bersikap baik dan ramah kepada besannya?

"Iya, Bu," jawabku.

"Besan, ayo masuk, kita bicara di dalam rumah sambil minum teh," tawar Ibu mertuaku.

Di luar dugaanku, ternyata ibu mertuaku sangat ramah. Syukurlah, mungkin Ibu mertuaku tidak mendengar apa yang sudah ibuku katakan tadi.

"Tidak perlu! Di rumah saya juga banyak teh, jangan sok akrab!" ketus ibuku tanpa melihat ke arah Ibu mertua.

"Ibu," lirihku, pilu sekali hatiku melihat sikap ibuku ini.

"Lalu? Besan ke sini ada perlu apa kalau tidak mau masuk?" tanya ibu mertua, walau ibuku berucap ketus, ibu mertua masih bisa berbicara dengan nada rendah.

"Kamu dengar baik-baik! Anakmu itu, sudah membawa anakku hidup susah setelah menikah dengannya, dia hidup menumpang di rumahku selama dua tahun, tapi tanpa berterimakasih anakmu itu malah menyuruh anakku sendiri untuk menjadi maling di rumahku!"

"Ibu-"

"Selama dua tahun menumpang, tapi dia tidak pernah memberikan uang untuk Ibu mertuanya, dia tidak bisa mencontohi menantuku yang lainnya, yang selalu memberikan uang untuk jajan Ibu mertuanya. Memberi lima puluh ribu pun tidak pernah, memang dasar menantu mis-kin!" Ibuku terus berbicara dan meng hina Mas Ilham, tanpa memberikan kesempatan sedikit pun untukku berbicara.

Kupandangi kakak-kakak iparku yang hanya melihat dari jendela rumah. Aku sangat malu melihatnya.

"Mas, ambilkan beras yang ada di dapur, bawa semuanya dan berikan pada Ibu, kita memang hidup mis kin, tapi kamu tidak pernah mengajariku untuk mencuri di rumah ibuku," ucapku seraya melihat ke arah ibuku yang tampak tersenyum miring.

Ibu mertuaku hanya melihatku sekilas, entah apa yang Ibu mertuaku pikirkan tentangku? Yang jelasnya, Ibu mertua pasti merasakan kecewa, karena anak bungsu kesayangannya ternyata mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari ibuku.

Mas Ilham sudah kembali dengan karung beras dua puluh lima kilo yang sudah berkurang sedikit. Mbak Gina memanggil dan menyuruhnya untuk meletakkan beras itu diatas motor.

"Besan, apa begini sikapmu terhadap setiap anak dan menantumu yang tidak memberikanmu uang?" Ibu mertua bertanya, saat kaki ibuku ingin melangkah pergi.

"Hanya kepada mereka berdua, karena mereka berdua sangat jauh dari kata berbakti kepada orang tua, makanya, anak laki-laki itu harus disekolahkan tinggi-tinggi, biar dapat pekerjaan kantoran dan tidak seenaknya menikahi anak orang dan membawanya hidup susah! Anak dan menantu saya yang lainnya selalu berbakti kepada saya, setiap bulan selalu mengirimkan uang. Kalau Anggita, boro-boro ngasih saya uang, sedangkan pekerjaan suaminya hanya menyadap karet dan serabutan!"

"Jangan pernah memandang remeh kepada anak dan menantu yang susah, Besan. Mereka berdua memang susah, tapi, apa selama dua tahun tinggal bersama Besan, anak dan menantuku tidak pernah mengeluarkan uang atau pun tenaga? Misalnya, di saat besan sakit, apa mereka berdua membiarkannya begitu saja?" ucap Ibu mertuaku.

Aku terharu mendengarnya, seandainya ibuku mempunyai pemikiran seperti ibu mertua.

"Mereka pernah merawatku, pernah membeli kebutuhan dapur walau hanya sedikit, tapi, anggap lah itu sebagai bayaran karena mereka menumpang hidup di rumahku!" balas ibuku dan berlalu menuju motor.

"Itu Ibu kandung kamu atau Ibu tiri?" ucap ibu mertua setelah motor yang dikendarai Mbak Gina menghilang dari pandangan.

Aku menghela napas panjang.

"Ibu kandung saya, Bu. Saya minta maaf atas nama Ibu saya, maaf karena sikapnya yang membuat Ibu merasa sakit hati," kataku sambil menunduk.

"Sayang, jangan bersedih, tidak apa-apa kok, ibuku sudah terbiasa menghadapi situasi seperti tadi, di tempat tinggal ibuku juga banyak orang-orang yang sikapnya nyebelin seperti ibumu itu." Aku mendongak menatap mata Mas Ilham.

"Ibuku nyebelin, Mas?"

"Eh, mmm, anu, tidak kok, maksudku-"

"Tidak apa-apa, Mas. Ibuku memang nyebelin," potongku cepat, suamiku merasa tidak enak hati saat aku menanyakan hal itu.

Untuk pertama kalinya suamiku menyebut ibuku nyebelin. Ya, ibuku memang nyebelin.

"Pak Udin ke mana sih?" Ibu mertua tampak menelpon seseorang, namun tidak kunjung dijawab oleh pemilik nomor telepon itu.

"Nelpon siapa, Bu?"

"Pak Udin!"

Ibu mertua menjawab pertanyaan Mas Ilham dengan nada ketus. Raut kekesalan di wajah ibu mertua sangat jelas terlihat. Ini semua karena ibuku.

BERSAMBUNG...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status