KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNG
BAB 4"Pak Udin, apa benar ini rumahnya? Kita salah alamat kali, masa adikku tinggal di rumah yang mirip kandang kambing begini?"Deg!Jantungku berdetak lebih cepat saat mendengar ucapan seorang wanita yang berdiri di samping wanita paruh baya itu. Mungkin, wanita paruh baya itu adalah ibunya."Menurut informasi dari penjual sayur tadi, inilah rumahnya," sahut Pak supir itu."Ya ampun, mirip kandang kambing, kok bisa adikku tinggal di tempat seperti ini? Mana banyak kotoran kambing lagi tuh! Pasti adikku tidur dengan kambing juga, menyesal sekali aku ikut Ibu ke sini!" Wanita yang satunya lagi ikut mengomentari rumah ini dengan mengomel tiada henti."Kalian ini, jaga ucapan kalian, kalau pemilik rumah ini dengar gimana?" Satu wanita yang berjilbab coklat itu menegur."Biarin, emang kenyataannya begini kok, mirip kandang kambing di tempat nenek kita di kampung. Mana bisa di sebut rumah."Lancar sekali muncungnya mengatakan bahwa rumahku mirip kandang kambing. Ini tidak bisa dibiarkan saja. Gayanya orang berpendidikan tapi tidak tahu cara berbicara dengan baik.Secepat kilat aku menyambar jilbab instan dan keluar dari rumah, menuruni lima anak tangga yang terbuat dari kayu bulat. Menghampiri mereka yang berjumlah lima orang yang sedang berdiri sambil menatap ke arahku."Assalamualaikum, nyari siapa ya? Ada keperluan apa datang kemari?" tanyaku setelah berdiri di depan mobil mereka.Dua wanita yang menyebut rumahku mirip kandang kambing tampak saling berbisik sambil menatapku."Wa'alaikumsallam, apa benar ini rumahnya Ilham?" ucap wanita paruh baya yang masih cantik diusianya yang tidak muda lagi.Deru motor suamiku terdengar. Aku urung menjawab saat Mas Ilham sudah tampak dari kejauhan.Semua memandang ke arah Mas Ilham. Begitu juga Mas Ilham yang tampak keheranan.Motornya berhenti sebelum sampai ke rumah. Ada apa dengan suamiku?"Ilham! Ibu merindukanmu, Nak!""I-ibu? I-ibunya Mas Ilham?" Aku tergagap sambil menutup mulutku dengan sebelah tangan. Mataku tidak lepas dari menatap suamiku yang turun dari motor dan menghampiri ibunya."Apa kabarmu, Nak?""Aku sangat baik, Bu. Ibu tahu dari mana kalau Ilham tinggal di sini?""Jaka yang memberitahu, Ibu. Kamu sering menelpon dia, tapi kamu tidak pernah menelpon ibumu ini.""Maafkan, Ilham, Bu. Ilham hanya menuruti perintah yang Ibu berikan, Ibu yang menyuruh Ilham untuk tidak menghubungi Ibu, bila Ilham tetap menikah dengan anak bungsu. Ilham sudah menurutinya, Bu.""Jadi, kalau ibumu menyuruhmu terjun dari tebing, kamu mau menurutinya juga?""Ilham akan menurutinya juga, Bu. Karena Ilham tahu, Ibu tidak mungkin menyuruh Ilham untuk melakukan itu.""Anak nakal, bertahun-tahun kamu menyiksa Ibu dengan kerinduan, apa kamu tidak merindukan ibumu ini, hah?""Sangat Rindu, Bu. Ilham sangat Rindu."Tidak sengaja aku meneteskan air mata saat menyaksikan suamiku kembali memeluk ibunya dengan tangis yang berderai dari keduanya."Dia istriku, Bu. Anggita namanya," ucap suamiku sambil menunjuk ke arahku. Tanpa dipersilakan untuk datang mendekat, aku menghampiri. Kuraih tangan Ibu mertuaku dan menciumnya takzim.Kepalaku yang sudah tertutup jilbab instan terasa diusap oleh tangan ibunya Mas Ilham."Apa wanita ini yang membuatmu menuruti perintah, Ibu? Wanita ini sudah berhasil membuat ibumu tersiksa menahan kerinduan terhadap anaknya," kata Ibu mertuaku sambil menatapku dengan tatapan dingin."Bu-""Pulang lah, Ilham. Ini bukan tempatmu, pulang lah bersama Ibu," potong ibu mertua saat Mas Ilham ingin berbicara.Mas Ilham memandang wajahku, kemudian menggenggam tanganku erat."Ilham bukan anak kecil lagi, Bu. Ilham sudah mempunyai istri, dan sebentar lagi Ilham juga akan mempunyai anak," ucap Mas Ilham membuatku sedikit terkejut mendengarnya."Istrimu, hamil?" tanya Ibu mertua."Mas, ak-""Iya, Bu. Istriku sedang hamil muda, hamil anakku, cucu Ibu," potong Mas Ilham. Aku hanya bisa menatapnya tidak percaya.Suamiku, kenapa dia bisa berbohong? Aku tidak hamil, kenapa dia bilang aku hamil?"Kita masuk dulu, tidak enak dilihat orang-orang, ayo, Bu. Kita masuk," ucapku sambil berbalik badan menuju rumah.Dengan cepat kuraih karpet yang ada dibawah tempat tidur, dan membentangkannya di ruang keluarga.______"Anggita, kamar mandi di mana?""Astagfirullah." Aku yang sedang menjerang air terkejut."Maaf, kamu kaget, ya? Kak Titin mau numpang ke kamar mandi," ucap kakaknya Mas Ilham, Kak Irna namanya.Kak Titin yang mau ke kamar mandi, tapi Kak Irna yang berbicara."Ada dibawah, Kak." Aku membuka pintu dapur dan menunjuk ke arah kamar mandi yang dikelilingi dengan atap daun."Tenang saja, Kak. Tidak ada yang mengintip kok," kataku."Yakin, tidak ada yang mengintip? Itu kamar mandi kok modelannya begitu? Beda seratus persen dari kamar mandi yang ada di rumahku!" ucap Kak Titin."Aku temenin, ayo," ajak Kak Irna.Kak Titin ini terbilang judes, beda dengan Kak Irna. Mungkin, aku belum terbiasa. Jadi, merasa tidak enak hati saat kakak iparku berkunjung ke sini."Tidak usah! Kebeletnya sudah hilang," ucap Kak Titin dan kembali ke depan."Santai, Anggita. Kak Titin memang seperti itu, tapi aslinya baik kok, kamu bikin apa?" Kak Irna tersenyum sambil melihat ke arah tanganku yang memegang sendok dan tempat gula."Mau bikin teh, Kak," jawabku."Gulanya sedikit saja, karena kami semua kurang suka yang manis-manis, karena kami sudah manis," kelakarnya membuatku tersenyum menanggapi.Wanita berjilbab coklat itu membantuku menata gelas dan termos berisi air teh ke dalam nampan. Lalu membawanya ke depan.Aku pun menyalin kue basah yang dibeli Mas Ilham ke dalam piring dan membawanya ke depan."Ibu prihatin melihat kondisi rumahmu seperti ini, Ilham. Bisa Ibu bayangkan saat cucu Ibu berlari dan terjatuh kebawah tangga itu, bisa bahaya cucu Ibu."Bergetar tanganku saat mendengar ucapan Ibu mertuaku.Tidak, sebelum Ibu mertua membayangkan hal yang tidak seharusnya dia bayangkan, aku harus segera meminta Mas Ilham untuk jujur.Lebih baik jujur walau pada akhirnya hal yang menyakitkan yang harus kuterima. Dari pada terus berbohong untuk kebahagiaan sesaat.Dapat kubayangkan betapa terlukanya hati Ibu mertua saat kebohongan ini terus berlanjut. Sebelum terlalu larut biarlah kuminta suamiku untuk jujur saja."Mas, bisa ke kamar sebentar, aku mau ngomong sebentar saja," ucapku.Ibu mertua memandangku heran, aku mempersilakan mereka untuk menikmati teh dan kue yang sudah kusuguhkan."Ada apa, Sayang?" Setibanya di kamar, Mas Ilham bertanya dengan volume suara yang sangat kecil.Jarak dari kamar ke ruang tamu hanya beberapa langkah saja, jadi bisa di dengar kalau kami berbicara dengan suara yang besar."Jujur saja, Mas. Aku tidak suka kamu berbohong tentang kehamilan yang kamu katakan itu.""Berbohong? Aku tidak sedang berbohong, Sayang. Kamu beneran hamil," ucap Mas Ilham membuatku menghela nafas panjang."Aku sudah mengeceknya, dan kamu juga melihat hasilnya, 'kan?" kataku sambil duduk, aku mengusap wajah seraya beristighfar.Secara tidak langsung, suamiku sudah membuat hatiku sedih. Hampir empat tahun penantian buah hati, garis dua tidak kunjung datang.Entah sudah berapa banyak alat tes kehamilan yang habis terbuang sia-sia.Mas Ilham tampak sibuk mencari sesuatu di dalam saku celananya."Nyari apa, Mas?""Ini, coba lihat ini," ucapnya dengan senyum yang merekah. Aku berdiri dan ikut melihat tespek ditangannya."Dua garis merah, Mas!" ucapku spontan dengan suara keras."Iya, kamu sih buru-buru membuangnya, Mas nemu dan Mas simpan, tapi kelupaan mau ngasih tahu ke kamu.""Aku hamil, Mas!" Aku kesenangan dan memeluknya erat.Jantungku berdebar-debar sangat cepat. Inikah yang dirasakan oleh wanita-wanita yang berada di luaran sana, rasa bahagia dan terharu saat mengetahui kalau dirinya sedang berbadan dua."Anggita! Anak tidak tahu terima kasih, keluar kamu!""Astagfirullah," ucapku saat mendengar suara ibuku berteriak."Apa yang membuat Ibu marah? Ayo, kita keluar," ajak Mas Ilham.BERSAMBUNG...KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNGBAB 5"Kamu kalau mau pergi, pergi saja, tapi jangan membawa beras Ibu, kembalikan berasnya!" hardik ibuku saat aku sudah berdiri di hadapannya.Aku menoleh ke belakang dan melihat Ibu mertua dan ketiga kakak iparku yang melihat ke arahku dan Ibu.Aku tidak tahu apa tanggapan mereka sekarang terhadap ibuku? Ibu datang di saat tidak tepat kalau hanya untuk membahas soal beras.Salahku juga, kenapa aku membawa beras itu. Walau beras itu adalah milik kami sendiri."Bu, tolong jangan sekarang, ada Ibu mertua dan kakak iparku, aku mohon, Bu. Jangan mempermalukan-""Oh, ternyata ada Ibu mertuamu? Setelah beberapa tahun kamu menikah dengan anaknya yang mis-kin itu, dan baru sekarang dia datang. Pantasan saja kamu mencuri beras di rumah Ibu, ternyata mau menjamu keluarga suamimu itu untuk makan!" sela Ibu membuatku semakin malu."Bu, tolong jangan berbicara seperti itu, Tolong lah, Bu. Ayo, masuk dan berkenalan lah dengan Ibu mertuaku," pintaku memohon
KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNGBAB 6"Lho, memangnya ngapain nelpon Pak Udin?" "Ibu mau pulang! Nah, itu Pak Udin. Titin, Irna, Linda, kita pulang sekarang!" panggil ibu mertua tegas memanggil ke tiga kakaknya Mas Ilham.Mobil sedan yang dikendarai Pak Udin berhenti di depan rumah. Entah ke mana Pak Udin pergi? Kalau Pak Udin berada di sini saat ibuku datang, pasti ibuku akan bersikap baik kepada ibu mertuaku.Seperti ibu mertuanya Bang Usman. Saat datang menggunakan mobil, ibuku langsung menyambutnya dengan senyum hangat. Karena bagi ibuku, yang mempunyai mobil sudah pasti orang kaya dan bertahta."Kita pulang?" tanya Kak Irna."Iya, lebih baik pulang, tiba-tiba Ibu merasa gerah!" jawab ibu mertua ketus."Syukurlah! Tidak jadi menginap, ayo, aku sudah kepanasan berada di rumah ini. Ilham, kamu tidak pulang?" Kak Titin bertanya."Duluan, kapan-kapan aku akan menyusul membawa istri dan anakku," jawab Mas Ilham dengan tersenyum manis melihat kakaknya itu."Betah amat hidup di si
KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNGBAB 7PoV Author."Gina, ini sudah tanggal tujuh, kenapa adikmu belum mengantarkan uang kiriman dari Arini dan Usman?" Bu Dira menghampiri Gina di teras.Gina yang sedang menggunting kukunya pun menyahut. "Wah, benar juga ya, jangan-jangan Anggita sudah membelanjakan uang kiriman itu, ini 'kan musim hujan, Bu. Si Ilham pasti tidak bisa bekerja. Kita ke rumah mereka saja, Bu." "Tapi, tunggu dulu, Ibu mau telpon Usman dan Arini, mereka berdua sudah mengirimnya atau belum." Bu Dira ingin melangkah masuk untuk mengambil ponselnya."Kelamaan, Bu. Uangnya pasti sudah dikirim dari kemarin, ayo, kita pergi sekarang ke rumah Anggita," ucap Gina, dan beranjak dari kursi untuk mengambil kunci motornya yang ada di dalam kamar."Bu Dira," panggil Bu Tijah."Bu Tijah, aduh, kok sudah datang sepagi ini? Ada apa?" Bu Dira mendadak terlihat panik, saat melihat Bu Tijah, Bu Tijah adalah orang yang ingin menagih hutangnya, Bu Dira memasang sendal menuju ke arah Bu
KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNG BAB 8Jangan menuduh yang bukan-bukan, Mbak. Sepersen pun, kami tidak pernah memakan uang kiriman-""Diam! Kamu jangan ikut campur, Ilham!" bentak ibuku pada Mas Ilham."Bicaramu sok sekali!" timpal Mbak Gina ketus, dan mengalihkan pandangannya ke arahku. Dengan sekali sentakan keras, kantong berisi mie ayam yang kupegang sudah berpindah ke tangan Mbak Gina."Lihat ini, Bu. Anggita semakin berani saja! Dia sudah membelanjakan uang kiriman untuk Ibu, dengan membeli makanan kesukaan mereka!" tuduh Mbak Gina, sambil memperlihatkan isi kantong kepada Ibu."Itu dibeli memakai uang kami, Bu. Jangan mendengar tuduhan yang Mbak Gina buat." Aku menghela nafas berat, saat ibuku hanya berdecak menatapku sekilas.Ucapanku selalu saja salah dan tidak benar. Ibu pasti sudah sangat percaya dengan apa yang dituduhkan Mbak Gina.Ibu mengambil kantong di tangan Mbak Gina dan melambungkan kantong itu ke halaman, kantong berisi mie ayam itu pecah setelah menyentuh t
KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNGBAB 9Sesampainya di depan rumah Ibu, aku dibuat bingung dengan kehadiran Imron, dia tampak sedang asik mengobrol hangat dengan Bang Usman di teras."Ilham, kenapa lama sekali datangnya?" tanya Bang Usman, setelah aku turun dan suamiku memarkirkan motornya."Iya, Bang, tadi saya-""Menjual hasil karet, makanya lama," potong Imron sebelum suamiku selesai berbicara.Imron tersenyum miring seakan-akan dia sedang mengejek suamiku."Yah, kerjaanmu itu-itu terus, kapan suksesnya kalau begitu terus?" ucap Bang Usman terdengar meremehkan.Perasaanku menjadi tidak enak mendengarnya."Anggita, lihat dia, dulu dia sangat cantik, setelah menikah, kenapa menjadi kurus dan kusam seperti itu? Sudah jelas kalau Ilham tidak becus menjadi suami, Anggita pasti tidak bahagia menikah dengannya." Alih-alih Imron menatapku dan menilai penampilanku. "Coba dulu Anggita menikah denganku, pasti penampilannya tidak semiris sekarang!" lanjut Imron."Ngapain kamu di sini, Imro
KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNGBAB 10PoV Author.Sebelum adzan subuh berkumandang, Ilham sudah bangun dari tidurnya. Ilham tersenyum melihat istrinya yang masih tertidur lelap sambil memeluknya.Pelan Ilham menurunkan tangan Anggita dari dadanya. Dia beranjak turun dari ranjang dan berjalan pelan agar tidak menimbulkan bunyi berdecit dari lantai papan yang diinjaknya.Ilham menuju dapur, mengeluarkan ikan dan ayam dari dalam kulkas, dan merendamnya di dalam baskom berisi air.Kembali Ilham membuka kulkas dan mengambil sayur. Lalu memisahkan cabe dari tangkainya dan mengupas bawang.Anggita tersadar saat tangannya meraba tapi tidak mendapatkan Ilham berada di tempat tidur.Anggita bangkit dari tempat tidur, mengikat rambutnya asal dan melangkah menuju dapur.Suara langkah kaki Anggita di dengar Ilham. 'Pasti suara langkah kakiku tadi, sudah membangunkan bidadariku.' batin Ilham."Mas, kok tidak membangunkan aku?" ucap Anggita sambil melihat Ilham duduk lesehan sambil memotong t
KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNGBAB 11PoV Author."Selingkuh?" Gina berkata, sambil menatap suaminya yang tampak mengusap tengkuknya. "Kamu salingkuh, Mas?" tanya Gina dengan mata berkaca-kaca."Kamu percaya sama ucapannya, Anggita?" Fadli menatap Anggita tajam."Ck! Tidak sih. Sudah lah, kita langsung ke toko perabotan saja, tanpa uang dari mereka pun, kita masih bisa membelinya untuk Ibu," ucap Gina sambil mengibas tangannya ke udara."Bangkai kalau disembunyikan bagaimana pun, pasti akan tercium juga, yang pada akhirnya akan membuatnya hancur dengan sendirinya," ucap Anggita sambil duduk dan menatap ke arah punggung Gina dan suaminya.Mereka berdua yang sudah pergi melangkahkan kaki dari hadapan Anggita langsung membalikkan badan untuk melihat ke belakang."Urus saja hidup kalian, jangan mencampuri urusan orang lain!" hardik Fadli sambil menuding wajah Anggita."Maaf, bersikap sopan lah kepada istriku!" tekan Ilham, Ia sigap memasang badan melindungi Anggita.Ilham sudah san
KETIKA IBU MERTUAKU DATANG BERKUNJUNGBAB 12"Apa itu, Mas?" Aku melihat empat kotak paket yang dibawa Mas Ilham masuk ke rumah. Tidak biasanya dia pulang dari kebun membawa kotak paket. Aku mengekor dari belakang mengikuti langkah suamiku menuju dapur."Kiriman dari Kak Titin, Kak Irna, Kak Linda dan Ibu, ini semuanya untukmu," ucap Mas Ilham, dia meletakkan paket itu diatas meja dapur.Dengan senyum mengembang, aku mengambil gunting dan membuka kotaknya, aku penasaran dengan isinya. "Kak Titin titip salam, dan dia berpesan, harus di pakai apa yang sudah dia kirimkan," ucap Mas Ilham sambil menuang air minum ke dalam cangkir plastik. Lalu meminumnya hingga tandas."Kak Titin bilang begitu? Kok bisa?""Kak Titin itu memang judes orangnya, kalau bicara pedas bukan main, tapi hatinya baik kok," jelas Mas Ilham, mengenai Kakak tertuanya itu."Kirimkan nomor WhatsApp nya, aku mau berterimakasih kepada Kak Titin," ucapku sambil melihat baju tidur khusus untuk ibu hamil, bukan hanya satu p