Sassi dan Marlina segera pergi meninggalkan gazebo. Mereka tidak ingin dicurigai jika terlalu lama berada di sana. Sassi membersihkan Hermès Handbag yang ia bawa dari debu yang menempel dari ruang rahasia dan juga bajunya. Marlina pun melakukan hal yang sama. Lalu mereka mencoba berjalan dengan tenang. Tak lama berselang mereka telah tiba di teras rumah.Sassi mengambil ponselnya yang bergetar di dalam tas. Lima buah panggilan tidak terjawab berasal dari nomor ponsel Ganendra. Sassi segera mengangkat panggilan Ganendra."Morning, Ganendra" ucap Sassi saat panggilan telefon mereka terhubung."Hey, morning, Emily. Masih di dalam kamarkah?" tanya Ganendra."Tidak. Saya sudah keluar dari kamar," jawab Sassi."Kalau begitu, di mana sekarang?" tanya Ganendra."Di teras," jawab Sassi. "Sedang apa?""Just enjoying the morning air around this house," jawab Sassi."Kalau kau sudah selesai. Segeralah bergabung denganku di ruang makan. Kita sarapan. Aku sudah menunggumu," pinta Ganendra."Baikl
'Pak Taya,' batin Sassi. Ingin sekali ia memeluk laki-laki tua itu.Marlina melihat ke arah Sassi yang membeku. Lalu ke arah Taya.'Mereka saling mengenal,' ucap Marlina dalam hati.Marlina menghampiri Pak Taya kemudian memandang Pak Taya dengan wajah mengintimidasi."Oh, maaf, Non. Sepertinya saya salah mengenali orang. Duh, mata ini suka ngaco. Maklum usia saya sudah lebih dari setengah abad," ucap Taya sambil mengalihkan pandangannya dari Sassi dan juga Marlina.Sassi ikut mendekat dan menatap Taya. Laki-laki tua itu kini sibuk membersihkan gelas-gelas yang ada di meja mini bar. Sassi menarik kursi kemudian duduk sambil tetap menatap Taya."Saya nggak tau kalau ada tamu. Non, baru datang pagi ini atau dari semalam?" tanya Taya.Sassi memilih diam, matanya semakin tajam menatap Taya. Ia ingin menyelidiki apakah Taya benar-benar mengenalinya."Saya buatkan minuman ya," usul Taya."Pagi-pagi begini, enaknya minum minuman yang mengandung kafein. Suka manis atau pahit, Non?" tanya Taya
Pukul sepuluh pagi, Sassi dan Marlina sudah berada di dalam mobil mereka. Sassi masih menolak untuk berada satu mobil bersama Ganendra."Non!" panggil Marlina dengan nada kesal membuat Satria dan Malik melirik ke arah mereka melalui kaca spion.Sedangkan Sassi sama sekali tidak berani menoleh ke arah Marlina."Serius, Non. Sejauh ini perjuangan yang sudah kita lakukan, masa' harus kalah sama kue strawberi?" omel Marlina."Ngomong apa sih, Mar?" tanya Malik.Marlina pun menceritakan kejadian pagi tadi kepada Malik dan Satria dengan emosi yang meletup-letup.'Astaga. Marlina galak sekali, sih?!" batin Sassi.Malik dan Satria mencoba memahami situasi dalam diam. Berbeda dengan Marlina yang mengeluarkan semua emosinya kepada Sassi."Kalau begitu, mulai sekarang kami berdua akan mengawasi Taya," ucap Malik.Satria mengangguk setuju."Aku telah selesai meretas CCTV rumah. Jadi semoga semuanya masih berada dalam kondisi yang bisa kita kendalikan," ucap Malik sambil melihat ke layar tablet ya
Malam ini Ganendra diminta datang ke rumah orang tuanya. Dewa Adigung, ayahnya Ganendra. Dewa telah menungu di ruang kerja saat Ganendra datang. Ganendra menyapa kemudian di salah satu sofa."Mana hasil dari semua pekerjaanmu, Ganendra?" tanya Dewa. Laki-laki berusia tujuh puluh tahun itu menatap Ganendra dengan tajam."Ayah minta kau segera menyelesaikan masalah keuangan Adigung Corp. Tapi, mana hasilnya? Kau cuma senang-senang saja sama perempuan," tambah Dewa sambil menunjuk-nunjuk wajah Ganendra.Ganendra tersenyum masam akan sikap ayahnya."Bagaimana jadinya? Apa langkah yang telah kau ambil untuk mengatasi krisis ini?" tanya Dewa lagi.Ganendra menarik napas panjang. Ia memang tak pernah bisa membantah ucapan Dewa."Nggak ada??? Jadi selama ini kalian ngapain aja? Penjualan merosot, gaji karyawan harus segera dibayarkan. Belum lagi tunggakan pajak. Kau mau keluarga Adigung hancur di tanganmu?" Dewa semakin berteriak."Jangan bilang langkah yang kau pilih hanyalah menjual aset p
Alleta duduk di depan teras paviliun yang ditempati oleh keluarganya. Ia menatap barang-barang miliknya yang berada di teras paviliun sebelah yang ia tempati semalam.Ganendra serius dengan ucapannya. Ia meminta beberapa pekerja untuk mengeluarkan barang-barang milik Alleta dari kamarnya.Alleta melihat Sassi dan Marlina sedang berjalan-jalan di kebun buah strawberi yang berada di halaman belakang rumah.Tanpa berpikir panjang, Alleta segera menghampirinya."Emily!" seru Alleta."Sebenarnya, mau sampai kapan kalian menumpang di rumah ini?" tanya Alleta saat sampai di dekat Sassi dan Marlina.Sassi melihat ke arah Alleta dengan pandangan meremehkan. Kemudian melemparkan pandangannya ke arah paviliun yang Alleta tempati."Apa keberadaan kami menganggumu?" tanya Sassi."Ya. Tentu saja. Maka sebaiknya, kalian nggak usah berlama-lama di sini!""Kamu pemilik rumah ini? Sepertinya waktu itu, Ganendra mengatakan bahwa kamu bukan siapa-siapa," ujar Sassi dengan nada mengejek."Kamu?! Berani-be
Sassi meminta Marlina menemaninya duduk di mini bar lantai dua. Dia membunyikan bel kecil yang ada di sudut meja. Tak lama, Taya keluar dari ruang penyimpanan bahan minuman."Non Emily, Non Marlina," sapa Taya.Sassi berhasil meyakinkan Taya bahwa dia sangat menyukai strawberi sejak kecil karena ia juga memiliki perkebunan buah di Australia. Hal itu membuat Taya merasa senang, karena ia merasa menemukan pengganti nona rumahnya yang sangat ia sayangi sejak dulu."Mau minum apa, Non Emily?" tanya Taya."Saya dengar, Pak Taya Chef yang andal juga," ucap Emily.Taya hanya tersenyum menjawab pertanyaan Sassi."Hmm ... apa di sini punya stok daging sapi Australi?" tanya Sassi."Sepertinya punya. Kenapa, Non?""Ah ya, tiba-tiba saya sangat ingin makan steak, Pak Taya. Steak daging Australia. Rasanya berbeda dengan daging negara lain. Saya rindu rumah. Ingin sekali pulang, tetapi pekerjaan saya banyak yang belum selesai," ujar Sassi dengan wajah mendamba."Kalau begitu, ayo saya buatkan. Spes
"Ini bukan jalur ke rumah sakit," ucap Alleta.Alleta duduk di kursi belakang mobil, diapit dua orang asisten rumah tangga."Kalian siapa?" bentak Alleta."Lepaskan saya. Kalian pasti orang-orang suruhan Ganendra! Lepaskaaaan!!!"*****Ganendra menghampiri Sassi yang sedang berada di halaman depan. Kebun bunga kecil, yang sangat Sassi suka."Istriku sangat menyukai taman bunga," ucap Ganendra membuat Sassi menoleh padanya."Hai, morning," sapa Sassi."Morning, Em," jawab Ganendra sambi tersenyum mempesona."Aku baru melihatmu sejak kemarin. Ke mana saja? Banyak pekerjaan sepertinya," tanya Sassi sambil berjalan naik meninggalkan taman."Ya. Begitulah. Aku seharian berada di ruang kerja.""Aku pikir, kamu bosan dengan keberadaanku. Sampai-sampai tak mau menemuiku," ucap Sassi.Ganendra tertawa kecil mendengar ucapan Sassi. Mereka berdua berjalan menuju bangku taman."Tentu saja bukan begitu. Pekerjaanku akhir-akhir ini memang menuntut sekali. Kenapa? Kau merindukanku?" Sassi melihat k
Media digital di Jakarta pagi ini heboh dengan berita kecelakaan sepasang suami istri pewaris Hadiyaksa Grup. Sebuah kecelakaan mobil terjadi setelah mereka baru saja mendarat dari penerbangan Las Vegas-Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa dikabarkan meninggal di tempat sedangkan Ganendra berada di rumah sakit.Abdi menatap tabletnya dengan serius. Ia klik semua judul portal media yang memuat kabar itu. Kemudian, ia mengambil ponsel dan menekan nomor telefon Marlina."Hallo, Mar," ucap Abdi saat pembicaraan mereka terhubung."Bagaimana kabarnya Sassi, Mar?" tanya Abdi lagi."Emang kenapa, Bang?""Jawab, Mar. Jangan balik tanya!" ujar Abdi kesal."Hallo, Di. Kenapa?" Sassi menyapa Abdi lewat ponsel yang Marlina berikan."Kamu baik-baik saja, Sas?""Iya. Aku baik. Kenapa, Di?""Apa yang kamu lakukan sekarang?""Metik strawberi," jawab Sassi santai."Bersiaplah, Sas. Kabar kematianmu sudah beredar di dunia maya.""Hah? Apa, Di?"*****Abdi segera berangkat menemui Glen yang berada di rumah sa