Pukul sepuluh pagi, Sassi dan Marlina sudah berada di dalam mobil mereka. Sassi masih menolak untuk berada satu mobil bersama Ganendra."Non!" panggil Marlina dengan nada kesal membuat Satria dan Malik melirik ke arah mereka melalui kaca spion.Sedangkan Sassi sama sekali tidak berani menoleh ke arah Marlina."Serius, Non. Sejauh ini perjuangan yang sudah kita lakukan, masa' harus kalah sama kue strawberi?" omel Marlina."Ngomong apa sih, Mar?" tanya Malik.Marlina pun menceritakan kejadian pagi tadi kepada Malik dan Satria dengan emosi yang meletup-letup.'Astaga. Marlina galak sekali, sih?!" batin Sassi.Malik dan Satria mencoba memahami situasi dalam diam. Berbeda dengan Marlina yang mengeluarkan semua emosinya kepada Sassi."Kalau begitu, mulai sekarang kami berdua akan mengawasi Taya," ucap Malik.Satria mengangguk setuju."Aku telah selesai meretas CCTV rumah. Jadi semoga semuanya masih berada dalam kondisi yang bisa kita kendalikan," ucap Malik sambil melihat ke layar tablet ya
Malam ini Ganendra diminta datang ke rumah orang tuanya. Dewa Adigung, ayahnya Ganendra. Dewa telah menungu di ruang kerja saat Ganendra datang. Ganendra menyapa kemudian di salah satu sofa."Mana hasil dari semua pekerjaanmu, Ganendra?" tanya Dewa. Laki-laki berusia tujuh puluh tahun itu menatap Ganendra dengan tajam."Ayah minta kau segera menyelesaikan masalah keuangan Adigung Corp. Tapi, mana hasilnya? Kau cuma senang-senang saja sama perempuan," tambah Dewa sambil menunjuk-nunjuk wajah Ganendra.Ganendra tersenyum masam akan sikap ayahnya."Bagaimana jadinya? Apa langkah yang telah kau ambil untuk mengatasi krisis ini?" tanya Dewa lagi.Ganendra menarik napas panjang. Ia memang tak pernah bisa membantah ucapan Dewa."Nggak ada??? Jadi selama ini kalian ngapain aja? Penjualan merosot, gaji karyawan harus segera dibayarkan. Belum lagi tunggakan pajak. Kau mau keluarga Adigung hancur di tanganmu?" Dewa semakin berteriak."Jangan bilang langkah yang kau pilih hanyalah menjual aset p
Alleta duduk di depan teras paviliun yang ditempati oleh keluarganya. Ia menatap barang-barang miliknya yang berada di teras paviliun sebelah yang ia tempati semalam.Ganendra serius dengan ucapannya. Ia meminta beberapa pekerja untuk mengeluarkan barang-barang milik Alleta dari kamarnya.Alleta melihat Sassi dan Marlina sedang berjalan-jalan di kebun buah strawberi yang berada di halaman belakang rumah.Tanpa berpikir panjang, Alleta segera menghampirinya."Emily!" seru Alleta."Sebenarnya, mau sampai kapan kalian menumpang di rumah ini?" tanya Alleta saat sampai di dekat Sassi dan Marlina.Sassi melihat ke arah Alleta dengan pandangan meremehkan. Kemudian melemparkan pandangannya ke arah paviliun yang Alleta tempati."Apa keberadaan kami menganggumu?" tanya Sassi."Ya. Tentu saja. Maka sebaiknya, kalian nggak usah berlama-lama di sini!""Kamu pemilik rumah ini? Sepertinya waktu itu, Ganendra mengatakan bahwa kamu bukan siapa-siapa," ujar Sassi dengan nada mengejek."Kamu?! Berani-be
Sassi meminta Marlina menemaninya duduk di mini bar lantai dua. Dia membunyikan bel kecil yang ada di sudut meja. Tak lama, Taya keluar dari ruang penyimpanan bahan minuman."Non Emily, Non Marlina," sapa Taya.Sassi berhasil meyakinkan Taya bahwa dia sangat menyukai strawberi sejak kecil karena ia juga memiliki perkebunan buah di Australia. Hal itu membuat Taya merasa senang, karena ia merasa menemukan pengganti nona rumahnya yang sangat ia sayangi sejak dulu."Mau minum apa, Non Emily?" tanya Taya."Saya dengar, Pak Taya Chef yang andal juga," ucap Emily.Taya hanya tersenyum menjawab pertanyaan Sassi."Hmm ... apa di sini punya stok daging sapi Australi?" tanya Sassi."Sepertinya punya. Kenapa, Non?""Ah ya, tiba-tiba saya sangat ingin makan steak, Pak Taya. Steak daging Australia. Rasanya berbeda dengan daging negara lain. Saya rindu rumah. Ingin sekali pulang, tetapi pekerjaan saya banyak yang belum selesai," ujar Sassi dengan wajah mendamba."Kalau begitu, ayo saya buatkan. Spes
"Ini bukan jalur ke rumah sakit," ucap Alleta.Alleta duduk di kursi belakang mobil, diapit dua orang asisten rumah tangga."Kalian siapa?" bentak Alleta."Lepaskan saya. Kalian pasti orang-orang suruhan Ganendra! Lepaskaaaan!!!"*****Ganendra menghampiri Sassi yang sedang berada di halaman depan. Kebun bunga kecil, yang sangat Sassi suka."Istriku sangat menyukai taman bunga," ucap Ganendra membuat Sassi menoleh padanya."Hai, morning," sapa Sassi."Morning, Em," jawab Ganendra sambi tersenyum mempesona."Aku baru melihatmu sejak kemarin. Ke mana saja? Banyak pekerjaan sepertinya," tanya Sassi sambil berjalan naik meninggalkan taman."Ya. Begitulah. Aku seharian berada di ruang kerja.""Aku pikir, kamu bosan dengan keberadaanku. Sampai-sampai tak mau menemuiku," ucap Sassi.Ganendra tertawa kecil mendengar ucapan Sassi. Mereka berdua berjalan menuju bangku taman."Tentu saja bukan begitu. Pekerjaanku akhir-akhir ini memang menuntut sekali. Kenapa? Kau merindukanku?" Sassi melihat k
Media digital di Jakarta pagi ini heboh dengan berita kecelakaan sepasang suami istri pewaris Hadiyaksa Grup. Sebuah kecelakaan mobil terjadi setelah mereka baru saja mendarat dari penerbangan Las Vegas-Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa dikabarkan meninggal di tempat sedangkan Ganendra berada di rumah sakit.Abdi menatap tabletnya dengan serius. Ia klik semua judul portal media yang memuat kabar itu. Kemudian, ia mengambil ponsel dan menekan nomor telefon Marlina."Hallo, Mar," ucap Abdi saat pembicaraan mereka terhubung."Bagaimana kabarnya Sassi, Mar?" tanya Abdi lagi."Emang kenapa, Bang?""Jawab, Mar. Jangan balik tanya!" ujar Abdi kesal."Hallo, Di. Kenapa?" Sassi menyapa Abdi lewat ponsel yang Marlina berikan."Kamu baik-baik saja, Sas?""Iya. Aku baik. Kenapa, Di?""Apa yang kamu lakukan sekarang?""Metik strawberi," jawab Sassi santai."Bersiaplah, Sas. Kabar kematianmu sudah beredar di dunia maya.""Hah? Apa, Di?"*****Abdi segera berangkat menemui Glen yang berada di rumah sa
Lukas memandang lembaran foto yang berada di dalam sebuah album. Putri satu-satunya telah pergi begitu saja. Pergi dengan keadaan yangsangat mengerikan. Kenapa hal yang mengerikan seperti itu dapat menimpaputrinya? Lukas mengatupkan kedua rahangnya, menahan amarah.“Pa ....” panggil Cindy, ia tidak tahan melihat suaminyamurung berhari-hari.“Ini semua karena keponakan sialanmu itu!” umpat Lukas,sambil menatap tajam ke arah Cindy.“Maksud kamu apa, Pa?”“Sassi! Sejak awal kedatangan perempuan sok bule itu, akusudah tau kalau wanita itu mencurigakan.”Cindy menarik napas lalu menunduk. Ia ingat bahwa Lukaspernah mengatakan hal itu.“Kalau saja kita menahan Alleta saat dia mendekati Ganendra,mungkin hal ini nggak akan terjadi, Pa,” ucap Cindy.Sejak awal, Cindy telah melarang Alleta mendekati Ganendra. Alletamemiliki wajah cantik, tentu ia bisa mendapatkan pria mana pun yang diinginkan.Namun, Alleta tidak mendengarkannya. Itulah yang ia sesalihingga saat ini. Alleta semakin terpuruk den
Dewa membanting ponsel yang di tangannya. Emosinya meradang saat mendapat kabar bahwa Ganendra tertangkap polisi. Ditambah lagi kabar tentang putranya itu telah menyebar di berbagai media, baik itu cetak, elektronik bahkan media sosial."Anak bodoh! Kenapa hal seperti ini saja enggak bisa diatasi? Malah ketangkep," omel Dewa.Dewa mengangkat gagang telepon yang ada di meja kerjanya."Via, cepat kamu hubungi Ganesha. Katakan aku memintanya makan siang di sini. Dia enggak boleh menolak!" ucap Dewa saat menghubungi sekretarisnya."Seharusnya sejak awal saja aku menyerahkan tugas ini kepada Ganesha. Pasti masalah perusahaan sudah selesai sejak lama. Sekarang malah semakin repot karena harus menyelesaikan urusan Ganendra," keluh Dewa pada dirinya sendiri.Ganesha adalah putra angkat Dewa. Usianya hanya berbeda dua tahun di atas Ganendra. Ganesha kerap menjalankan pekerjaan kotor untuk perusahaan Dewa. Ia tidak ada bedanya dengan Markus. Bahkan ia jauh lebih pintar dan kejam dibanding Marku
Taya menatap lurus ke arah laki laki yang berdiri di depannya.“Terima kasih telah membawanya kembali, Nak Abdi. Jika enggak ada kamu sudah pasti Ganendra akan menguasai semua harta milik keluarga Darma,” ujar Taya.Saat masih tinggal di rumah ini Abdi dan saya sering menggunakan jalan di ruang rahasia ini untuk bertemu dan mengawasi semua isi rumah. “Terima kasih juga telah menjaga semua yang ada di rumah ini, Pak Taya. Seperti yang Sassi dan Marlina bilang sepertinya mereka belum mengetahui tentang keberadaan ruangan ini,” ujar Abdi.Abdi dan Taya duduk di sebuah bangku yang berada di sana mereka sudah lama tidak bertemu.“Seharusnya saya bisa mencegah perbuatan Ganendra kepada Tuan Darma,” sesal Taya. Abdi menghela napas panjang. Mereka terdiam sejenak, larut ke dalam pikiran mereka masing-masing sosok Darma sangat berkesan di hati mereka berdua.“Jika memang kita harus berandai-andai menyalahkan siapa, siapa yang seharusnya bertanggung jawab, itu sudah pasti kita akan menyalahka
Wajah Sassi memberengut sebagai jawaban atas rasa kesalnya karena mendengar kata kata Abdi. Marlina yang sedari tadi hanya berdiri terdiam segera mengantar Sassi menuju kamar.“Sebel aku sama Abdi. Enggak punya empati sama orang yang lagi berduka,” omel Sassi.Marlina hanya tersenyum melihat Sassi. Ia segera mengangkat gagang telepon, menghubungi Pak Taya.[Pak Taya, tolong buatkan satu buah jus strawberry, ya. Tolong antar ke kamar,] ucap Marlina.“Apa salahnya sih nolongin Tante? Tante baik loh. Beneran. Beda sama Alleta,” lanjut Sassi.“Tante Cindy merawatku sejak kecil. Papa juga sangat sayang sama Tante. Kalau Tante macam macam, pasti ayah sudah mengusirnya dari dulu.”Marlina kembali tersenyum melihat tingkah Sassi.“Iya. Tau. Tante Cindy itu baik. Bang Abdi itu cuma melaksanakan tugasnya untuk melindungi Non Sassi.”Marlina berusaha meredakan kekesalan Sassi.“Melindungi apa lagi? Kan Ganendra juga sudah dipenjara. Jadi penjahatnya sudah ketangkep kan? Udah gak ada yang perlu d
Lukas tetap berdiri di tepi jendela, ia menatap mobil yang berhenti di depan pintu rumah Darma. Ia menatap Abdi dan juga Sassi yang baru saja turun dari mobil dengan tatapan mata penuh kemarahan.“Kau harus membalaskan kematian Alleta dengan cara apa pun, Cindy,” ujar Lukas tanpa menoles ke arah istrinya yang masih menangis tersedu di belakangnya.“Datangilah keponakanmu itu. Bersedih dan merataplah, minta maaf padanya. Katakan jika kau sama sekali enggak tahu apa yang telah Alleta lakukan kepadanya. Ambil hati dan kepercayaannya, supaya Abdi enggak curiga sama kita. Itu adalah tugasmu. Biarkan aku dan kedua anak laki lakimu mengerjakan urusan lain,” tambah Lukas. Cindy kembali mengusap air mata. Hatinya dipenuhi kebimbangan. Alleta adalah putri satu satunya. Bohong jika ia berkata dirinya tidak sakit hati karena kehilangan Alleta. Cindy ikut menatap ke arah jendela. Melihat Abdi dan Sassi yang masih berjalan masuk ke rumah. Ia mengenal kedua anak itu sejak kecil, tentu saja mengena
Dewa membanting ponsel yang di tangannya. Emosinya meradang saat mendapat kabar bahwa Ganendra tertangkap polisi. Ditambah lagi kabar tentang putranya itu telah menyebar di berbagai media, baik itu cetak, elektronik bahkan media sosial."Anak bodoh! Kenapa hal seperti ini saja enggak bisa diatasi? Malah ketangkep," omel Dewa.Dewa mengangkat gagang telepon yang ada di meja kerjanya."Via, cepat kamu hubungi Ganesha. Katakan aku memintanya makan siang di sini. Dia enggak boleh menolak!" ucap Dewa saat menghubungi sekretarisnya."Seharusnya sejak awal saja aku menyerahkan tugas ini kepada Ganesha. Pasti masalah perusahaan sudah selesai sejak lama. Sekarang malah semakin repot karena harus menyelesaikan urusan Ganendra," keluh Dewa pada dirinya sendiri.Ganesha adalah putra angkat Dewa. Usianya hanya berbeda dua tahun di atas Ganendra. Ganesha kerap menjalankan pekerjaan kotor untuk perusahaan Dewa. Ia tidak ada bedanya dengan Markus. Bahkan ia jauh lebih pintar dan kejam dibanding Marku
Lukas memandang lembaran foto yang berada di dalam sebuah album. Putri satu-satunya telah pergi begitu saja. Pergi dengan keadaan yangsangat mengerikan. Kenapa hal yang mengerikan seperti itu dapat menimpaputrinya? Lukas mengatupkan kedua rahangnya, menahan amarah.“Pa ....” panggil Cindy, ia tidak tahan melihat suaminyamurung berhari-hari.“Ini semua karena keponakan sialanmu itu!” umpat Lukas,sambil menatap tajam ke arah Cindy.“Maksud kamu apa, Pa?”“Sassi! Sejak awal kedatangan perempuan sok bule itu, akusudah tau kalau wanita itu mencurigakan.”Cindy menarik napas lalu menunduk. Ia ingat bahwa Lukaspernah mengatakan hal itu.“Kalau saja kita menahan Alleta saat dia mendekati Ganendra,mungkin hal ini nggak akan terjadi, Pa,” ucap Cindy.Sejak awal, Cindy telah melarang Alleta mendekati Ganendra. Alletamemiliki wajah cantik, tentu ia bisa mendapatkan pria mana pun yang diinginkan.Namun, Alleta tidak mendengarkannya. Itulah yang ia sesalihingga saat ini. Alleta semakin terpuruk den
Media digital di Jakarta pagi ini heboh dengan berita kecelakaan sepasang suami istri pewaris Hadiyaksa Grup. Sebuah kecelakaan mobil terjadi setelah mereka baru saja mendarat dari penerbangan Las Vegas-Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa dikabarkan meninggal di tempat sedangkan Ganendra berada di rumah sakit.Abdi menatap tabletnya dengan serius. Ia klik semua judul portal media yang memuat kabar itu. Kemudian, ia mengambil ponsel dan menekan nomor telefon Marlina."Hallo, Mar," ucap Abdi saat pembicaraan mereka terhubung."Bagaimana kabarnya Sassi, Mar?" tanya Abdi lagi."Emang kenapa, Bang?""Jawab, Mar. Jangan balik tanya!" ujar Abdi kesal."Hallo, Di. Kenapa?" Sassi menyapa Abdi lewat ponsel yang Marlina berikan."Kamu baik-baik saja, Sas?""Iya. Aku baik. Kenapa, Di?""Apa yang kamu lakukan sekarang?""Metik strawberi," jawab Sassi santai."Bersiaplah, Sas. Kabar kematianmu sudah beredar di dunia maya.""Hah? Apa, Di?"*****Abdi segera berangkat menemui Glen yang berada di rumah sa
"Ini bukan jalur ke rumah sakit," ucap Alleta.Alleta duduk di kursi belakang mobil, diapit dua orang asisten rumah tangga."Kalian siapa?" bentak Alleta."Lepaskan saya. Kalian pasti orang-orang suruhan Ganendra! Lepaskaaaan!!!"*****Ganendra menghampiri Sassi yang sedang berada di halaman depan. Kebun bunga kecil, yang sangat Sassi suka."Istriku sangat menyukai taman bunga," ucap Ganendra membuat Sassi menoleh padanya."Hai, morning," sapa Sassi."Morning, Em," jawab Ganendra sambi tersenyum mempesona."Aku baru melihatmu sejak kemarin. Ke mana saja? Banyak pekerjaan sepertinya," tanya Sassi sambil berjalan naik meninggalkan taman."Ya. Begitulah. Aku seharian berada di ruang kerja.""Aku pikir, kamu bosan dengan keberadaanku. Sampai-sampai tak mau menemuiku," ucap Sassi.Ganendra tertawa kecil mendengar ucapan Sassi. Mereka berdua berjalan menuju bangku taman."Tentu saja bukan begitu. Pekerjaanku akhir-akhir ini memang menuntut sekali. Kenapa? Kau merindukanku?" Sassi melihat k
Sassi meminta Marlina menemaninya duduk di mini bar lantai dua. Dia membunyikan bel kecil yang ada di sudut meja. Tak lama, Taya keluar dari ruang penyimpanan bahan minuman."Non Emily, Non Marlina," sapa Taya.Sassi berhasil meyakinkan Taya bahwa dia sangat menyukai strawberi sejak kecil karena ia juga memiliki perkebunan buah di Australia. Hal itu membuat Taya merasa senang, karena ia merasa menemukan pengganti nona rumahnya yang sangat ia sayangi sejak dulu."Mau minum apa, Non Emily?" tanya Taya."Saya dengar, Pak Taya Chef yang andal juga," ucap Emily.Taya hanya tersenyum menjawab pertanyaan Sassi."Hmm ... apa di sini punya stok daging sapi Australi?" tanya Sassi."Sepertinya punya. Kenapa, Non?""Ah ya, tiba-tiba saya sangat ingin makan steak, Pak Taya. Steak daging Australia. Rasanya berbeda dengan daging negara lain. Saya rindu rumah. Ingin sekali pulang, tetapi pekerjaan saya banyak yang belum selesai," ujar Sassi dengan wajah mendamba."Kalau begitu, ayo saya buatkan. Spes
Alleta duduk di depan teras paviliun yang ditempati oleh keluarganya. Ia menatap barang-barang miliknya yang berada di teras paviliun sebelah yang ia tempati semalam.Ganendra serius dengan ucapannya. Ia meminta beberapa pekerja untuk mengeluarkan barang-barang milik Alleta dari kamarnya.Alleta melihat Sassi dan Marlina sedang berjalan-jalan di kebun buah strawberi yang berada di halaman belakang rumah.Tanpa berpikir panjang, Alleta segera menghampirinya."Emily!" seru Alleta."Sebenarnya, mau sampai kapan kalian menumpang di rumah ini?" tanya Alleta saat sampai di dekat Sassi dan Marlina.Sassi melihat ke arah Alleta dengan pandangan meremehkan. Kemudian melemparkan pandangannya ke arah paviliun yang Alleta tempati."Apa keberadaan kami menganggumu?" tanya Sassi."Ya. Tentu saja. Maka sebaiknya, kalian nggak usah berlama-lama di sini!""Kamu pemilik rumah ini? Sepertinya waktu itu, Ganendra mengatakan bahwa kamu bukan siapa-siapa," ujar Sassi dengan nada mengejek."Kamu?! Berani-be