Grace meregangkan seluruh ototnya. Tidur yang cukup nyenyak, setidaknya dia bisa menikmati liburan singkat setelah ini tanpa memikirkan pekerjaan. Pagi ini Grace merasa lebih baik, setidaknya dalam semalam saja namanya memenuhi berbagai media masa dan media cetak. Bahkan banyak televisi lokal atau pun internasional yang menghubunginya untuk menjadi bintang tamu karena penasaran dengan kisah cinta Grace yang jatuh ke pelukan bodyguardnya sendiri. Bukankah itu kisah cinta yang unik?Grace mengamati punggung kokoh yang tak peduli dengan krasak krusuknya, laki-laki yang sudah menyandang status sebagai suami itu tengah asik dengan pemikirannya sendiri, tangan besarnya tengah memegang cangkir kopi dengan asap yang masih mengepul.Grace tak peduli, dia berjalan santai melewati punggung itu begitu saja. Dia pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka dan menggosok giginya. Demi apa pun, dia tak peduli dengan pengawalnya itu. Grace kembali ke ranjangnya yang kusut. Menyisir rambut panjangnya den
Rudolf memamandang takjub kota kecil yang disebut Grindelwald itu. Jika ada negara terindah di dunia, maka negara Swiss layak mendapatkan peringkat teratas. Rasa takjub itu tak berhenti ketika di depannya menjulang rumah modern minimalis yang didominasi cat warna putih itu, suhu dingin membuat Rudolf berfikir mungkin mereka butuh perapian mengingat matahari mulai tenggelam ke arah barat.Melihat wajah takjub Rudolf yang begitu kentara, Grace hanya menggeleng malas sambil memutar matanya yang lelah dan mengantuk. Yang dia butuhkan adalah mandi air hangat dan memakan cemilan untuk mengisi perutnya. Ke duanya disambut hangat oleh seorang wanita yang memiliki ciri-ciri seperti wanita Asia pada umumnya. Dia juga merangkul Grace penuh sayang sambil membantu wanita itu membawa kopernya."Ya, Tuhan! Kau semakin cantik, Grace. Tante hampir tak mengenalimu setelah sepuluh tahun kau tak berkunjung ke sini." Wanita itu menangkup pipi Grace yang jauh lebih tinggi darinya. Grace hanya tersenyum r
Grace awalnya tak ingin memperpanjang pembicaraan itu, namun entah kenapa harga dirinya merasa terluka saat Rudolf menyatakan secara terang-terangan bahwa dia tak menarik. Satu jam dia merenung, pada akhirnya Grace bangun dan langsung mengeluarkan suara keras."Asal kau tau, aku tak sekurus yang kau pikirkan!" Nada Grace membentak. Rudolf belum tidur, dia tersentak kaget ketika suara lengkingan itu memenuhi kamar.Rudolf bangun, mengerutkan keningnya heran, wajah Grace merah padam menahan marah. Padahal Rudolf hampir melupakan ucapannya barusan."Ada apa, Nona? Anda terlihat emosi." Rudolf berkata santai. Melihat gelagat tak bersalah Rudolf, Grace semakin naik pitam. Dia menendang selimutnya, kemudian turun mendekati lantai yang ditiduri Rudolf."Apa kau aslinya bersifat seperti ini , hah?" Grace menarik selimut yang membungkus laki-laki itu sambil menunduk. Rudolf berusaha berkelit, tapi dia kalah gesit dibanding wanita itu. "Nona, anda kenapa? Kenapa Anda sangat marah?" Rudolf beru
Grace membalik badannya dengan gelisah, dia mengakui, lantai ini lebih hangat dari pada ranjang yang letaknya cukup jauh dari pemanas ruangan. Namun, buruknya lantai ini terasa keras seakan beradu dengan tulang-tulangnya. Atau barangkali Rudolf benar, dia terlalu kurus sehingga tak ada daging sebagai pembatas antara tulangnya dengan lantai. Memikirkan itu Grace sebal sendiri."Jika anda bergerak terus, anda akan menganggu saya, Nona." Suara Rudolf berat, sedangkan Grace mendesis jengkel."Lantai ini sangat keras.""Kalau begitu dengan senang hati saya izinkan nona kembali tidur di ranjang yang empuk."Grace menyipit tak percaya, semakin hari Rudolf semakin berubah menyebalkan. Pantas saja dia menjadi perjaka tua. Tak ada menariknya sama sekali."Siapa kau? Kau sudah berani melawan majikanmu sendiri? Aku bisa saja memotong gajimu," balas Grace."Kalau begitu saya takkan memberikan benih saya kepada nona, jadi nona takkan pernah hamil."Grace membuka mulut tak percaya, salah satu kebod
Mereka sampai kembali ke Jakarta dua hari setelahnya. Jangan ditanya apakah mereka melalui masa bulan madu seperti yang tante Betty duga, mereka menghabiskan waktu secara terpisah, jika Grace menghabiskan uang dengan berbelanja baju-baju mahal, maka Rudolf lebih tertarik pergi ke peternakan dan menjelajahi berbagai lokasi yang menenangkan.Saat sampai di Jakarta, Grace langsung menyelesaikan pekerjaannya yang terbengkalai, pemotretan untuk tas bermerk serta menghadiri sesi wawancara untuk beberapa majalah besar Ibu kota.Sampai apartemen Grace masih meluapkan emosinya pada Rudolf, laki-laki kaku itu sama sekali tidak bisa bekerja sama, dia tak bergerak bagaikan patung, bahkan tak melempar sedikit pun senyum pada wartawan. Candaan wartawan tak membuatnya bergerak sedikit pun. Andaikan tak ada kamera di depan mereka, Grace akan memukuli laki- laki itu sepuas hati.Grace melempar tas mahalnya secara asal, menatap Rudolf dengan nyalang."Apa kau ingin menghancurkan karirku, ha? Sedikit pu
Publish ulangHari pertama tanpa Rudolf, Grace merasa cukup kerepotan, hampir saja dia menjadi sasaran tangan jahil penggemar saat dia melintasi tangga menuju panggung acara jumpa pers yang kebetulan diadakan di sebuah mall terbesar di Jakarta. Dia juga kerepotan mengatur jadwal dan waktunya. Ternyata mencari pengganti Rudolf tak segampang menjentikkan jari, bahkan dia harus memaksakan diri menyetir dalam keadaan lelah saat malam sudah sangat larut.Grace berendam sejenak, merilekskan anggota tubuhnya yang lelah, sesekali memainkan gelembung sabun yang berada di permukaan air bathup. Grace mendinginkan kepalanya yang panas, hari ini dia mendapat sial bertubi-tubi saat manajernya yang cerewet menerornya karena terlambat bangun dan menghadiri acara jumpa pers.Setelah dirasa cukup segar Grace membilas tubuhnya dan membalutkan handuk. Seiring dengan bunyi bel apartemen yang terdengar tak sabaran. Grace memakai pakaian dengan tergesa-gesa sambil mengumpat kasar siapa saja yang telah lanca
Wanita itu tak henti-hentinya mendecakkan lidah sambil sesekali menggerutu. Hari berjalan semakin buruk tanpa seorang pengawal, bahkan Timmy yang seharusnya bisa diandalkan dan memiliki kenalan yang sangat luas belum juga berhasil menemukan pengganti Rudolf.Memang, dia memiliki kriteria tersendiri dalam memilih pengawal. Jika yang dicari adalah orang yang jago beladiri atau punya pengalaman militer, mungkin dalam hitungan menit dia akan menemukan pengawal itu. Tapi syarat yang diajukannya cukup gila, dia ingin pengawal yang gay, alias yang tak tertarik dengan lawan jenis. Ini Indonesia dengan budaya timur yang masih sangat kental, jika ada kriteria pengawal seperti itu, maka orang itu takkan berani mengakui dirinya adalah seorang penyuka sesama jenis. Kenapa harus syarat gila itu? Itu yang selalu ditanyakan Timmy. Laki-laki cantik itu merasa frustasi jika harus menanyakan secara langsung kandidat yang diincar, dia bisa membedakan mana pria macho yang memiliki penyimpangan seksual, t
Wanita itu mengamati ponsel di tangannya. Entah apa yang dimakan para wartawan sehingga otak mereka bisa mengendus sesuatu yang tidak beres pada pernikahannya, bahkan situs berita online yang cukup terkenal di Ibu kota, menulis bahwa banyak kejanggalan yang terjadi pada pernikahan Grace, dilengkapi sebuah foto saat mereka diwawancara ketika Rudolf memasang ekspresi bosan dan Grace dengan senyum terpaksanya.Di sana ditulis, ada dugaan pernikahan itu hanya sensasi semata, untuk mendongkrak popularitas. Walaupun itu benar, Grace tak ingin publik tau kenyataan itu.Grace melempar ponselnya itu ke atas mejanya, hatinya begitu kesal. Semuanya ini gara gara Rudolf, laki- laki itu mengacaukan segalanya saat ini. Dari awal laki-laki itu susah diajak untuk bekerjasama.Grace mengikat asal rambutnya, perhatiannya teralih pada benda yang baru saja dilemparkan beberapa saat tadi. Benda itu meraung raung berisik. Saat melihat nama siapa yang tertera, Grace semakin kesal."Apa?""Beb, nyalakan tel