Via dan Raihan berangkat pagi-pagi sekali ke Jakarta. Seperti yang sudah diatur oleh laki-laki itu, besok bertepatan dengan hari Minggu, mereka akan melangsungkan pesta yang tertunda.Sesuai dengan kepribadian Via, pesta hanya dilakukan dengan sederhana tanpa menghambur hamburkan uang. Raihan hanya geleng-geleng kepala, saat semua wanita ingin pesta yang mewah, istrinya itu malah ingin pesta yang sederhana dan tak berlebihan."Yang perlu itu, keberkahannya, Mas. Buat apa membuang buang uang, bagus dikasih ke panti asuhan atau orang yang membutuhkan," kata Via saat Raihan membicarakan masalah pesta lima hari yang lalu."Relasi yang akan datang banyak, bahkan dari luar negri, jika pestanya sederhana kita bisa malu.""Malu itu, pestanya besar-besaran dan diliput media masa, eh! tau-taunya bercerai diliput juga. Nah itu baru malu, Mas.""Ya sudah! Terserah padamu saja. Terus konsepnya gimana?""Yang penting nggak berlebihan, aku juga nggak mau pakai gaun berat dan bulu mata palsu, Mas."R
Pesta itu sesuai dengan keinginan Via, sederhana dan sakral. Setiap tamu laki laki yang memberikan ucapan selamat, Via menangkupkan tangan di depan dada dan Raihan mengikutinya. Awalnya orang berbisik bisik aneh, tapi saat melihat penampilan muslimah Via para tamu menghormati dan berdecak kagum. Termasuk yang berasal dari luar negri. Pesta sederhana ini malah menuai pujian.Sebelum mereka berdiri di pelaminan sederhana pilihan Via, mereka sudah menyepakati banyak hal. Raihan masih ingat kesepakatannya dengan istrinya itu."Pertama, mas nggak boleh pelukan sama tamu wanita, apalagi cipika- cipiki. Nggak boleh."Raihan terlihat keberatan."Apa salahnya? Itu hanya bentuk ucapan selamat.""Bentuk ucapan selamat yang meniru budaya Barat, dalam agama kita sentuhan sangat dibatasi. Haram bersentuhan dengan selain mahram.""Tapi saat bersentuhan kan tidak menimbulkan perasaan apa-apa?" Raihan berusaha mencari dalih."Mungkin bagi mas yang nggak apa- apa, tak ada jaminan bagi orang yang memelu
Pesta berlangsung sampai jam sembilan malam, pas waktu shalat magrib dan isya, pasangan itu minta izin kepada tamu untuk menunaikan shalat wajib. Beberapa bulan mengenal Via, Raihan jadi terbiasa mengikuti kedisiplinan istrinya itu dalam beribadah. Terkadang jika Raihan tidak shalat tepat waktu, dia merasa ada yang mengganjal di hatinya. Semacam perasaan lalai yang menggangu.Hari hari Raihan berkutat dengan urusan kantor. Ibunya sangat senang dengan keputusan Raihan yang tanpa dipaksa olehnya mengurus langsung perusahaan milik mereka. Via juga menjadi menantu kesayangan, ibu Raihan merasa bersyukur anaknya itu menemukan bidadari seperti Via. Benar benar menantu idaman setiap orang. Dia memiliki keahlian seorang istri ideal. Pintar memasak, mengurus rumah tangga dan yang paling penting membantu Raihan menjemput hidayahnya.Saat ini Via tengah membuka jilbab panjang yang ditempeli berbagai aksesoris. Periasnya sempat mengomel karena mendandaninya berulang kali."Mbak, apa nggak bisa
Seperti biasa, Grace melempar sepatu dan tasnya ke sembarang arah, dengan mata setengah terpejam dia membanting tubuhnya ke tempat tidur. "Oh God, aku benar-benar merindukan ranjangku."Dua Minggu ini sangat melelahkan baginya, bagaimana tidak, dia berkeliling ke beberapa negara untuk melakukan pemotretan yang tak biasa. Bahkan dia hampir diserang hypotermia saat berpose dengan gaun terbuka milik perancang pakaian terkenal dunia, yang salah satunya berlatar di pegunungan Himalaya. Grace mengutuk ide fotografer handal yang namanya sudah dikenal di dunia itu. Mereka hanya peduli pada hasil yang sangat bagus.Grace baru saja memejamkan matanya, saat Rudolf yang merupakan sang pengawal sudah berada di kamarnya sambil menenteng koper berukuran sedang.Rudolf mengira wanita itu sudah tidur, tapi suaranya masih terdengar segar di telinga laki-laki matang itu."Kau ingat kan? Tiga hari lagi kita akan menikah." Rudolf tertegun, rencana awal yang hanya satu minggu , tertunda karena panggilan
Rudolf menutup korannya saat bunyi ketukan sepatu milik Grace menggema sepanjang tangga. Laki- laki pendiam itu langsung mengambil posisi berdiri dan memasang raut datar dan dinginnya. "Ayo! Aku harus menyelesaikan urusan pernikahan kita sekarang! Besok seharian aku ada kegiatan yang lebih penting ."Rudolf hanya mengangguk patuh. Laki-laki itu berjalan mendahului Grace dan mengambil mobil di garasi.Dia heran, bagaimana Grace bisa setenang itu menghadapi pernikahan yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Sementara dia tidak bisa tidur gara- gara akan beralih profesi menjadi suami Grace. Rencana konyol itu sangat mengganggunya, tapi dia sudah terikat kontrak dengan wanita ini selama satu tahun kedepan.Grace duduk anggun setelah Rudolf membuka pintu mobil. Dia melirik wanita cantik itu yang asik membuka majalah di depannya."Aku tak percaya, model pendatang baru ini bisa langsung melejit begitu saja. Padahal, dia terlihat tidak begitu profesional."Rudolf diam saja."Hei, kau! Aku seda
Pesta yang begitu mewah dan megah sudah selesai dua jam yang lalu. Siapa yang tak mengenal Grace, wanita berambisi tinggi yang mampu melakukan apa saja dengan uang dan kekuasaannya. Bahkan media lokal maupun internasional datang meliput acara sakral mulai dari sesi ijab Qabul dilanjutkan dengan pesta mewah yang membuat takjub semua orang.Mereka adalah orang muslim, Rudolf sudah lama memeluk agama Islam sedangkan Grace adalah anak yang dilahirkan oleh orang tua yang berbeda keyakinan. Ibunya muslim sedangkan ayahnya Kristen, dan Grace ikut keyakinan ibunya dan memeluk agama Islam dari kecil.Sekarang dua manusia yang digelari sebagai penganten baru yang menampilkan bahagia palsu itu tengah berada di kamar hotel tempat resepsi acara. Grace tak henti hentinya menangis. Iya, wajah bangga dan pongahnya tiba-tiba saja meredup saat dua orang yang menjadi beban pemikirannya datang ke acara itu. Siapa lagi kalau bukan Via dan Raihan.Masih terbayang di mata Grace betapa ringannya ucapan selam
Grace meregangkan seluruh ototnya. Tidur yang cukup nyenyak, setidaknya dia bisa menikmati liburan singkat setelah ini tanpa memikirkan pekerjaan. Pagi ini Grace merasa lebih baik, setidaknya dalam semalam saja namanya memenuhi berbagai media masa dan media cetak. Bahkan banyak televisi lokal atau pun internasional yang menghubunginya untuk menjadi bintang tamu karena penasaran dengan kisah cinta Grace yang jatuh ke pelukan bodyguardnya sendiri. Bukankah itu kisah cinta yang unik?Grace mengamati punggung kokoh yang tak peduli dengan krasak krusuknya, laki-laki yang sudah menyandang status sebagai suami itu tengah asik dengan pemikirannya sendiri, tangan besarnya tengah memegang cangkir kopi dengan asap yang masih mengepul.Grace tak peduli, dia berjalan santai melewati punggung itu begitu saja. Dia pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka dan menggosok giginya. Demi apa pun, dia tak peduli dengan pengawalnya itu. Grace kembali ke ranjangnya yang kusut. Menyisir rambut panjangnya den
Rudolf memamandang takjub kota kecil yang disebut Grindelwald itu. Jika ada negara terindah di dunia, maka negara Swiss layak mendapatkan peringkat teratas. Rasa takjub itu tak berhenti ketika di depannya menjulang rumah modern minimalis yang didominasi cat warna putih itu, suhu dingin membuat Rudolf berfikir mungkin mereka butuh perapian mengingat matahari mulai tenggelam ke arah barat.Melihat wajah takjub Rudolf yang begitu kentara, Grace hanya menggeleng malas sambil memutar matanya yang lelah dan mengantuk. Yang dia butuhkan adalah mandi air hangat dan memakan cemilan untuk mengisi perutnya. Ke duanya disambut hangat oleh seorang wanita yang memiliki ciri-ciri seperti wanita Asia pada umumnya. Dia juga merangkul Grace penuh sayang sambil membantu wanita itu membawa kopernya."Ya, Tuhan! Kau semakin cantik, Grace. Tante hampir tak mengenalimu setelah sepuluh tahun kau tak berkunjung ke sini." Wanita itu menangkup pipi Grace yang jauh lebih tinggi darinya. Grace hanya tersenyum r