Kedatangan Via disambut hangat para asisten rumah tangga, walaupun belum lama saling mengenal, namun nyonya muda itu sangat supel dan rendah hati. Via mengikuti Raihan menaiki tangga menuju kamar mereka dulu, setiba di pintu masuk , Via berjalan mundur dan memandang Raihan penuh tanda tanya."Kamar ini lagi, Mas?""Iya, kamar ini yang terbaik. Kenapa?""Hmmm, bisa saya memiliki kamar sendiri?" Via bertanya tidak enak. Sedangkan Raihan mencerna situasi. Dia memilih mengalah, tidak ada salahnya mundur selangkah untuk mendapatkan beribu langkah selanjutnya."Kamar ini milikmu, kamar ku di Sebelah. Istirahatlah! Kau pasti lelah, jangan lupa! Jaga dirimu. Kalau butuh sesuatu kau bisa memanggil pelayan.""Mas, mau kemana?" Via ingin tahu saat Raihan malah berbalik berniat menuruni tangga."Ada pekerjaan yang harus aku tangani segera.""Oh," Via hanya mengangguk pasrah."Aku pergi.""Hati-hati, Mas."Raihan hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Cukup banyak kemajuan, Via mulai menunjukkan
Grace mengulurkan tangannya dengan menampilkan senyum ramah. Sementara Via gelagapan menyambut tangan itu walau menyambut tidak enak. Bahkan, tepung menempel di sela jarinya.Raihan berjalan melewati dua orang wanita yang berhadapan dengan tatapan sama-sama menilai. Grace mengamati penampilan Via, gamis lusuh dipadukan dengan jilbab kaos panjang yang warnanya bahkan tidak nyambung dengan gamisnya. Wajah polos kurus tanpa polesan sedikit pun, tapi tetap tak menutupi kecantikan wanita yang lebih pendek di depannya itu. Inikah selera Raihan? Rasanya dia masih unggul jika dibandingkan dengan wanita itu. Tak ada yang istimewa, terlalu polos dan sedikit ... kampungan.Sedangkan Via hanya merasa rendah diri ditatap begitu. Dia berdehem, membasahi kerongkongannya yang terasa kering."Silahkan masuk, Mbak!" Via memberi jalan. Grace masuk dengan anggun, langkahnya seperti diatur, wanita itu tampak terbiasa dengan rumah ini, tanpa canggung dia meraih remote televisi dan menyalakannya serta ber
Apa yang terjadi? Tidak seperti yang dipikirkan semua orang. Via mengembalikan kesadarannya saat suara azan Isya mengalun cukup keras dari ponselnya. Tapi saat ini, Via tak mendorong Raihan menjauh, dia hanya mematung dengan mata bingung seolah-olah meminta pendapat pada pria di atasnya yang menatapnya dengan sayu.Padahal Raihan sudah bersiap jika dia akan kena tamparan saat dia mendominasi ciuman itu, tapi yang didapatkannya adalah balasan berbeda, gadis lugu itu malah mencoba membalas walau terkesan ragu-ragu. Bukankah itu sebuah ke ajaiban? Ternyata kesabarannya membuahkan hasil."Azan, Mas." Via berbisik, wajah merah padam dan malu. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya setelah itu."Aku tau.""Saya mau sholat." Via bergerak kecil, Raihan terkekeh dan menjauh."Mas ... Hmmmm...nggak sholat?" Via bertanya ragu-ragu. Raihan berfikir sejenak, sholat? Bahkan dia terakhir melakukannya enam bulan yang lalu saat hari raya Idul Fitri. "Tunggu aku di sini! Kita akan berjamaah."Sen
Via tak sanggup menghabiskan pecel ayam yang dipesannya, hanya beberapa suap, seleranya sudah menghilang entah kemana. Sedangkan Raihan hanya duduk menemani Via dengan segelas susu jahe di depannya. "Mas, mbak Grace itu berapa hari di sini?" Via sebenarnya sudah tahu, ini hanya sebagai pembuka pembicaraan."Tiga hari, setelah itu dia kembali ke Thailand untuk pekerjaan.""Oh." Via kehabisan topik. Tapi hatinya ingin tau." Waktu di dekat kolam mas sama mbak Grace membicarakan apa? Saya lihat dia menangis."Raihan menerawang."Masih topik yang sama, dia ingin kembali padaku, dan tak bosan meminta maaf.""Oh, begitu ya? Lalu?""Lalu maksudmu?""Mas sendiri bagaimana? Apa mbak Grace masuk sebagai kriteria mas?""Dia wanita yang baik.""Terus?" Via tak puas dengan jawaban itu. Hatinya mulai tak enak."Mungkin kami cukup hanya menjadi sahabat.""Oh, syukurlah." Via melepaskan nafas lega."Oh ya, tadi orang dinas meneleponku, sepertinya permohonan mengajukan cuti panjang ditolak.""Saya sud
Raihan mendekati Via dengan hati yang membuncah bahagia. Ternyata taktiknya selama ini berhasil, wanita keras kepala itu tidak bisa dipaksa atau ditekan. Dia hanya perlu didengar dan dituruti. Memaksa hanya akan membuatnya berontak dan melawan.Termasuk, membiarkan wanita itu berbuat sesuka hatinya. Tidur seranjang? Mimpi.Via menata bantalnya di karpet tebal yang berada di atas lantai kamar besar milik Raihan. Tampaknya walau mulai jinak, bukan berarti Via akan menyerahkan diri secara sukarela. Dia tetap mempertahankan kesadarannya bahkan sampai titik akhir. Kalau begitu apa boleh buat. Raihan hanya perlu bersabar sedikit lagi."Jadi, tidur di bawah?" Raihan tak bisa menahan protesnya.Via memandang Raihan yang menunjukkan wajah penuh harap."Iya, mas pikir saya tidur bareng mas? Aduuh! Nggak mas. Saya ke sini supaya si Grace itu tak kegenitan lagi. Mas tau nggak? Dia sampai mendatangi saya, curhat masalah masa lalu kalian. Apa pentingnya buat saya." Via mulai merebahkan diri tanpa m
Via menuntun Raihan melafaskan doa sebelum berjima', laki-laki itu mengikuti dengan antusias setiap arahan yang dikatakan oleh sang istri. Dia baru tau, banyak adab dan tata krama melakukannya. Via, bidadari yang sudah jatuh ke pelukannya, rambut hitam tergerai dengan kulit selembut sutra. Dia bagaikan berlian yang berharga dan berkilau selalu tersembunyi.Via tak menolak, dengan keridhaan dia memasrahkan dirinya yang dari awal memang milik suaminya. Detak jantung penuh cinta, nafas berat dan keringat yang tak terhitung tetesnya. Sebagai saksi dua manusia yang menabur pahala yang diberkati seribu malaikat, malam mengantar nyanyian cinta dua manusia yang halal menyatu demi ridha-Nya.--------Via masih enggan beranjak dari rebahannya. Mukena putih masih terpasang di kepalanya, Raihan pun masih mempertahankan baju Koko dan peci hitamnya. Via menyandarkan kepalanya dengan manja pada paha suaminya itu. Memainkan jari besar Raihan yang tak berhenti mengelus pipinya yang merona, lafaz cin
Via mulai mengajar hari ini. Kedatangannya disambut antusias oleh rekan rekan sesama pengajar di pondok pesantren itu. Ketua yayasan sempat tersenyum geli saat Via menemuinya di kantor dan mencabut surat cuti panjang yang diajukan Raihan sebelumnya. Untung saja, belum ada guru pengganti untuk menggantikan Via.Orang yang paling semangat dengan kehadiran Via adalah Maryam, dia bahkan memeluk Via erat seperti bertahun tahun tak bertemu. Tanpa basa basi dia meyeret tangan sahabatnya itu tak sabaran."Ceritakan! Apa yang membuat suami tampanmu itu memberi izin kepadamu untuk kembali mengajar." Maryam menyelidik. "Aku bosan di rumah, dan kurasa masa mabuk mulai berkurang. Setidaknya aku masih memiliki kesempatan untuk berbagi ilmu."Maryam memicingkan mata, seperti tengah membaca pikiran Via."Kau terlihat habis menangis, matamu bengkak.""Benarkah? Apakah begitu jelas?" Via meraba kelopak matanya yang terasa menebal. Tentu saja, dia bahkan menangis semalaman dan tertidur kelelahan, berp
Via mengetuk mejanya sambil melirik jam dinding yang terpajang di ruang tamu kecilnya. Hari ini, bertepatan tiga minggu Raihan bekerja di Amerika. Raihan sempat mengirim pesan dua hari yang lalu, bahwa dia akan sampai hari ini di Indonesia, jika pesawat tidak Delay.Via sudah menghabiskan waktu seharian ini, untungnya hari ini bertepatan dengan hari Minggu, jadi dia punya waktu banyak di rumah. Banyak hal yang dilakukan Via, mulai dari menata perabot sederhana miliknya, meletakkan bunga diberbagai sudut dan mengganti seprai serta memasak makanan enak untuk menyambut kepulangan suaminya itu.Saat ini, dia sudah dalam keadaan bersih kerena menyempatkan berdandan dan memakai pakaian bagus.Hal yang paling lucu bagi Via, dia sempat membuka YouTube, mempelajari bagiamana cara memakai make up sederhana dan tidak kelihatan norak. Bahkan dia sampai memaksa Maryam membeli peralatan make up yang dia sendiri tak mengerti bagaimana cara menggunakannya.Satu jam mencoba, Via menyerah putus asa. P