Via mulai mengajar hari ini. Kedatangannya disambut antusias oleh rekan rekan sesama pengajar di pondok pesantren itu. Ketua yayasan sempat tersenyum geli saat Via menemuinya di kantor dan mencabut surat cuti panjang yang diajukan Raihan sebelumnya. Untung saja, belum ada guru pengganti untuk menggantikan Via.Orang yang paling semangat dengan kehadiran Via adalah Maryam, dia bahkan memeluk Via erat seperti bertahun tahun tak bertemu. Tanpa basa basi dia meyeret tangan sahabatnya itu tak sabaran."Ceritakan! Apa yang membuat suami tampanmu itu memberi izin kepadamu untuk kembali mengajar." Maryam menyelidik. "Aku bosan di rumah, dan kurasa masa mabuk mulai berkurang. Setidaknya aku masih memiliki kesempatan untuk berbagi ilmu."Maryam memicingkan mata, seperti tengah membaca pikiran Via."Kau terlihat habis menangis, matamu bengkak.""Benarkah? Apakah begitu jelas?" Via meraba kelopak matanya yang terasa menebal. Tentu saja, dia bahkan menangis semalaman dan tertidur kelelahan, berp
Via mengetuk mejanya sambil melirik jam dinding yang terpajang di ruang tamu kecilnya. Hari ini, bertepatan tiga minggu Raihan bekerja di Amerika. Raihan sempat mengirim pesan dua hari yang lalu, bahwa dia akan sampai hari ini di Indonesia, jika pesawat tidak Delay.Via sudah menghabiskan waktu seharian ini, untungnya hari ini bertepatan dengan hari Minggu, jadi dia punya waktu banyak di rumah. Banyak hal yang dilakukan Via, mulai dari menata perabot sederhana miliknya, meletakkan bunga diberbagai sudut dan mengganti seprai serta memasak makanan enak untuk menyambut kepulangan suaminya itu.Saat ini, dia sudah dalam keadaan bersih kerena menyempatkan berdandan dan memakai pakaian bagus.Hal yang paling lucu bagi Via, dia sempat membuka YouTube, mempelajari bagiamana cara memakai make up sederhana dan tidak kelihatan norak. Bahkan dia sampai memaksa Maryam membeli peralatan make up yang dia sendiri tak mengerti bagaimana cara menggunakannya.Satu jam mencoba, Via menyerah putus asa. P
Raihan mendengar antusias saat Via mempraktekkan bagaimana cara mengucapkan huruf Hijaiyah yang benar. "Pengucapan alif itu, mulut kita harus dibuka.""Begini?" Raihan membuka lebar mulutnya. Hal itu malah membuat Via tertawa."Tidak usah terlalu lebar, Mas! Sekedarnya saja, mas seperti orang yang ingin mencabut gigi." Via menghabis kan sisa tawanya. "Aduh, dari tadi saat membaca Taawudz, Alifnya nggak lulus-lulus, kapan sampai huruf Ya nya?" Raihan mulai lelah, dua puluh menit dia mempraktekkan Alif, masih saja salah dan dinilai Via belum tepat."Namanya belajar, Mas. Ya musti tepat, biar lambat asal benar.""Kalau aku jadi muridmu, aku dapat nilai berapa?""Nanti mas marah kalau saya jujur." Via menahan senyum."Ayo lah, aku janji tidak akan marah.""Janji?""Janji.""Kalau Ta'awudznya belum lulus , ya tidak tuntas, Mas.""Tidak tuntas?""Ya, belum lulus.""Oh, begitu. Sekarang begini, tadi kamu yang jadi guru dan aku jadi murid. Iya kan?" Raihan membuka pecinya.Via mengangguk se
Via dan Raihan berangkat pagi-pagi sekali ke Jakarta. Seperti yang sudah diatur oleh laki-laki itu, besok bertepatan dengan hari Minggu, mereka akan melangsungkan pesta yang tertunda.Sesuai dengan kepribadian Via, pesta hanya dilakukan dengan sederhana tanpa menghambur hamburkan uang. Raihan hanya geleng-geleng kepala, saat semua wanita ingin pesta yang mewah, istrinya itu malah ingin pesta yang sederhana dan tak berlebihan."Yang perlu itu, keberkahannya, Mas. Buat apa membuang buang uang, bagus dikasih ke panti asuhan atau orang yang membutuhkan," kata Via saat Raihan membicarakan masalah pesta lima hari yang lalu."Relasi yang akan datang banyak, bahkan dari luar negri, jika pestanya sederhana kita bisa malu.""Malu itu, pestanya besar-besaran dan diliput media masa, eh! tau-taunya bercerai diliput juga. Nah itu baru malu, Mas.""Ya sudah! Terserah padamu saja. Terus konsepnya gimana?""Yang penting nggak berlebihan, aku juga nggak mau pakai gaun berat dan bulu mata palsu, Mas."R
Pesta itu sesuai dengan keinginan Via, sederhana dan sakral. Setiap tamu laki laki yang memberikan ucapan selamat, Via menangkupkan tangan di depan dada dan Raihan mengikutinya. Awalnya orang berbisik bisik aneh, tapi saat melihat penampilan muslimah Via para tamu menghormati dan berdecak kagum. Termasuk yang berasal dari luar negri. Pesta sederhana ini malah menuai pujian.Sebelum mereka berdiri di pelaminan sederhana pilihan Via, mereka sudah menyepakati banyak hal. Raihan masih ingat kesepakatannya dengan istrinya itu."Pertama, mas nggak boleh pelukan sama tamu wanita, apalagi cipika- cipiki. Nggak boleh."Raihan terlihat keberatan."Apa salahnya? Itu hanya bentuk ucapan selamat.""Bentuk ucapan selamat yang meniru budaya Barat, dalam agama kita sentuhan sangat dibatasi. Haram bersentuhan dengan selain mahram.""Tapi saat bersentuhan kan tidak menimbulkan perasaan apa-apa?" Raihan berusaha mencari dalih."Mungkin bagi mas yang nggak apa- apa, tak ada jaminan bagi orang yang memelu
Pesta berlangsung sampai jam sembilan malam, pas waktu shalat magrib dan isya, pasangan itu minta izin kepada tamu untuk menunaikan shalat wajib. Beberapa bulan mengenal Via, Raihan jadi terbiasa mengikuti kedisiplinan istrinya itu dalam beribadah. Terkadang jika Raihan tidak shalat tepat waktu, dia merasa ada yang mengganjal di hatinya. Semacam perasaan lalai yang menggangu.Hari hari Raihan berkutat dengan urusan kantor. Ibunya sangat senang dengan keputusan Raihan yang tanpa dipaksa olehnya mengurus langsung perusahaan milik mereka. Via juga menjadi menantu kesayangan, ibu Raihan merasa bersyukur anaknya itu menemukan bidadari seperti Via. Benar benar menantu idaman setiap orang. Dia memiliki keahlian seorang istri ideal. Pintar memasak, mengurus rumah tangga dan yang paling penting membantu Raihan menjemput hidayahnya.Saat ini Via tengah membuka jilbab panjang yang ditempeli berbagai aksesoris. Periasnya sempat mengomel karena mendandaninya berulang kali."Mbak, apa nggak bisa
Seperti biasa, Grace melempar sepatu dan tasnya ke sembarang arah, dengan mata setengah terpejam dia membanting tubuhnya ke tempat tidur. "Oh God, aku benar-benar merindukan ranjangku."Dua Minggu ini sangat melelahkan baginya, bagaimana tidak, dia berkeliling ke beberapa negara untuk melakukan pemotretan yang tak biasa. Bahkan dia hampir diserang hypotermia saat berpose dengan gaun terbuka milik perancang pakaian terkenal dunia, yang salah satunya berlatar di pegunungan Himalaya. Grace mengutuk ide fotografer handal yang namanya sudah dikenal di dunia itu. Mereka hanya peduli pada hasil yang sangat bagus.Grace baru saja memejamkan matanya, saat Rudolf yang merupakan sang pengawal sudah berada di kamarnya sambil menenteng koper berukuran sedang.Rudolf mengira wanita itu sudah tidur, tapi suaranya masih terdengar segar di telinga laki-laki matang itu."Kau ingat kan? Tiga hari lagi kita akan menikah." Rudolf tertegun, rencana awal yang hanya satu minggu , tertunda karena panggilan
Rudolf menutup korannya saat bunyi ketukan sepatu milik Grace menggema sepanjang tangga. Laki- laki pendiam itu langsung mengambil posisi berdiri dan memasang raut datar dan dinginnya. "Ayo! Aku harus menyelesaikan urusan pernikahan kita sekarang! Besok seharian aku ada kegiatan yang lebih penting ."Rudolf hanya mengangguk patuh. Laki-laki itu berjalan mendahului Grace dan mengambil mobil di garasi.Dia heran, bagaimana Grace bisa setenang itu menghadapi pernikahan yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Sementara dia tidak bisa tidur gara- gara akan beralih profesi menjadi suami Grace. Rencana konyol itu sangat mengganggunya, tapi dia sudah terikat kontrak dengan wanita ini selama satu tahun kedepan.Grace duduk anggun setelah Rudolf membuka pintu mobil. Dia melirik wanita cantik itu yang asik membuka majalah di depannya."Aku tak percaya, model pendatang baru ini bisa langsung melejit begitu saja. Padahal, dia terlihat tidak begitu profesional."Rudolf diam saja."Hei, kau! Aku seda